[ IRENE ]
Kutarik tanganku setinggi mungkin ke udara sambil memejamkan mata. Pekerjaanku hari ini sudah selesai dan aku bisa pulang untuk beristirahat.
Jam dinding di dalam studio menunjukkan pukul tujuh malam kurang dua puluh menit. Ini sudah waktu untuk makan malam. Apa sebaiknya aku mampir ke restoran sebelum pulang? Atau sebaiknya aku langsung ke rumah?
"Irene," panggil manajerku sambil membawa tumpukan kertas. "Ini contoh naskah webdrama yang kamu minta tadi."
Oh, iya! Aku hampir saja pulang tanpa membawa ini. Aku tersenyum dan menundukkan kepala pada manajerku. "Terima kasih, unnie. Maaf aku sudah merepotkan."
Ada sekitar empat contoh naskah yang dibawakan oleh manajerku. Ya Tuhan, ini sudah lebih dari cukup. Aku yakin contoh naskah di sini akan membantu Mark dalam penulisan naskah ceritanya.
Manajerku menggelengkan kepala begitu ringan. "Nggak masalah, Irene. Memangnya kenapa tiba-tiba kamu butuh contoh naskah?"
"Ingat laki-laki yang pernah datang ke sini bersamaku?" tanyaku kemudian manajerku mengangguk. "Dia mau mengajukan naskah webdrama ke Naver TV. Karena itu aku mencarikan contoh naskah untuk dia."
Siulan ringan keluar dari bibir manajerku. "Aduh, Irene! Aku senang hubunganmu dengan laki-laki tampan itu berjalan lancar."
"Hubungan apa, sih?" tanyaku bingung. Sebaliknya, manajerku tersenyum semakin lebar.
"Jangan pura-pura, deh," kata manajerku dan bahuku disenggol olehnya. "Kalian pacaran, 'kan?"
Aku membelalakkan mata. Mikir apa manajerku ini? Bagaimana mungkin aku pacaran dengan Mark? Dan memangnya sejak kapan kami terlihat seperti sepasang kekasih?
"Unnie ngomong apa, sih? Aku dan Mark nggak pacaran," jawabku tegas.
"Oh, jadi namanya Mark? Dari nama aja udah idaman banget, ya?"
"Maksud unnie apa, sih!?" seruku kesal sedangkan manajerku malah tertawa.
Para make-up artist berkeliling di sekitarku untuk membersihkan riasan di wajahku. Ini memang sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk memasang dan membersihkan riasan.
Sambil menunggu wajahku bersih dan dilapisi riasan yang lebih tipis, manajer memberitahuku tawaran pekerjaan yang kudapatkan.
"Ada perusahaan kosmetik yang ingin menggunakanmu sebagai model mereka," jelas manajer. "Apa kamu bisa datang sesi wawancara dua hari lagi?"
Aku mengangguk. "Bisa, kok."
"Lalu kepolisian Seoul ingin kamu jadi model dalam kampanye pencegahan penculikan anak," lanjut manajer. "Kalau kamu ambil pekerjaan ini, kamu harus bersedia datang ke sekolah-sekolah dasar."
"Akan kupikirkan dulu," jawabku.
"Bayarannya sangat tinggi, Irene," sahut manajer berusaha meyakinkanku.
"Hmm, aku tidak ingin waktu luangku berkurang," kataku mempertegas keputusanku.
Sebagian prioritasku ada pada Wendy dan Mark. Aku harus membantu mereka mewujudkan impian dan waktu kami tidak sedikit. Kami harus sudah mengajukan naskah di awal musim semi.
"Baiklah, akan kuberikan pada model lain," ujar manajer kemudian aku mengangguk setuju. "Pekerjaanmu hari ini sudah selesai, kamu boleh pulang."
Setelah berpamitan dan mengucapkan salam pada semua orang, aku membawa semua contoh naskah dan tasku, kemudian keluar dari studio.
Dan beberapa meter dari pintu, Mark berdiri dengan tegak dan tersenyum ke arahku. Aku benar-benar terkejut dan jantungku seakan mau copot.
Aku tidak mengerti arti dari ini. Kenapa aku selalu bersikap canggung jika bersama Mark?
"Sudah selesai, Irene?" tanya Mark sambil menatapku. "Kupikir aku salah jam, karena kamu bilang kamu selesai jam setengah enam."
"Memangnya sekarang jam berapa?" tanyaku dengan cepat kemudian menatap jam tanganku. "Sudah jam tujuh... Maafkan aku."
Mark menggeleng. "Nggak masalah. Ngomong-ngomong, itu contoh naskah?"
Perhatian Mark tertuju pada lembaran kertas yang kubawa. Aku mengangguk. Memang, Mark datang kemari karena dia ingin mengambil sendiri contoh naskah yang kuterima dari manajer.
"Kamu sudah makan malam? Pasti belum, 'kan?" tanya Mark dan tangannya bergerak untuk mengusap rambutku. "Ayo kita makan di luar."
Seumur hidup, tidak pernah ada laki-laki—di luar keluargaku—yang bersikap perhatian padaku. Hanya Mark dan bersamanya saja aku merasa cukup senang.
Aku dan Mark melanjutkan pembicaraan kami di sebuah restoran pizza. Mark bahkan membayarkan semua pesanan kami, yang membuatku makin kagum.
Selama ini, orang-orang bilang aku sangat sulit didekati. Laki-laki hanya mengamatiku dari jauh karena menganggapku sempurna. Padahal aku juga manusia biasa, yang bisa berbuat salah.
Mereka memandangku seolah aku di atas awan dan tidak membutuhkan mereka. Aku tidak suka itu. Aku lebih suka dicacimaki daripada hanya dilihat bagaikan benda di museum. Aku hanya ingin ada interaksi, bukan ruang udara kosong.
Karena itu, Mark yang sangat ramah dan perhatian bisa dibilang telah membuatku luluh. Bersama Mark, aku seakan bukan diriku sendiri. Aku ingin terlihat baik di mata Mark, aku ingin terlihat berharga.
"Terima kasih, Irene. Kamu benar-benar membantuku," ujar Mark setelah menerima contoh naskah dariku. "Entah bagaimana aku harus membalasmu."
Aku menggeleng. "Aku melakukan ini karena ingin membantumu dan Wendy. Aku ingin melihat kalian sukses."
Mark tersenyum dan pipiku makin merona karenanya. "Aku juga ingin melihatmu lebih sukses, Irene. Apa kamu mau coba jadi salah satu pemeran di webdrama-ku?"
"Mana mungkin!" kataku membuat Mark tertawa. "Aku tidak bisa berakting!"
"Bisa, kamu pasti bisa. Percaya padaku," ujar Mark menggodaku. "Lagipula, Wendy pasti akan senang kalau kamu terlibat di webdrama ini juga."
Ah, aku lupa memberitahu kalian satu hal.
Aku sadar bahwa Mark begitu memikirkan Wendy. Mark terlihat senang saat bersama Wendy dan melakukan banyak hal untuk membantu Wendy.
"Mark, apa kamu menyukai Wendy?" tanyaku berusaha memuaskan rasa penasaranku.
Kalau Mark menjawab 'iya', aku akan merelakan Mark untuk mengejar perasaan Wendy. Kalau Mark menjawab 'tidak', aku akan mencoba mendekatkan diri pada Mark.
Dan jawaban Mark ternyata sangat jelas. "Iya, aku suka Wendy."
Patah hati memang menyakitkan, tapi aku sama sekali tidak merasa sakit. Mark menyukai Wendy, sahabatku, dan impianku bertambah satu lagi. Aku ingin melihat mereka berdua bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Concert ✔️
Fanfiction[ COMPLETED ] Semua dimulai setelah konser, di mana Mark melihat Wendy bernyanyi di café miliknya. Ini kisah tentang empat manusia yang berusaha hidup di tengah kerasnya Kota Seoul. Empat manusia yang bertemu secara tidak sengaja dan terbelit jalin...