[ SUGA ]
Hari ini, salju tidak turun ke tanah Seoul. Benar-benar hari yang bagus untuk mengambil foto untuk lagu baru buatanku dan Namjoon.
"Oke, bagus!"
Barusan adalah suara Kim Taehyung, fotografer kenalan Namjoon yang kami sewa untuk memotret Jungkook—penyanyi yang kami pilih.
Ini adalah tahap terakhir dalam proses perilisan lagu yaitu jacket photoshoot. Kami harus memilih gambar yang bagus untuk menjadi gambar cover lagu buatan kami.
Karena kami belum punya banyak uang, untuk lagu ini kami tidak merilis music video. Kami juga harus pintar dalam mengatur keuangan.
Syukurlah, Jungkook memiliki wajah yang tampan dan menjual ke masyarakat. Kalau aku yang dipotret, orang tidak akan mau mendengarkan laguku karena ada wajahku setiap kali mereka memutar lagu.
"Suga, kamu mau ikut milih gambar yang akan kita pakai?" tanya Namjoon yang masih kagum melihat hasil gambar yang diambil Taehyung.
Aku menggeleng cepat. "Pilih saja sesukamu, aku yakin hasilnya bagus."
Padahal aku sendiri tidak tahu bagaimana kerja Taehyung sang fotografer.
"Nanti gambar yang paling bagus akan kubawa ke Hoseok untuk di-edit," kata Namjoon diikuti anggukan Taehyung.
Aku harus banyak berterima kasih pada Namjoon. Karena koneksi yang dimiliki Namjoon, proses pembuatan lagu baru kami berjalan lancar.
Bukannya aku tidak pandai bersosialisasi, tapi aku lebih memilih untuk tidur daripada bertemu dengan orang-orang. Namjoon memang panutanku.
"Kalau begitu aku kembali ke apartemen duluan," ujarku pada Namjoon, Jungkook, dan Taehyung. "Terima kasih atas kerja keras kalian."
Lima menit kemudian, aku sudah masuk ke dalam mobil, menyelusuri jalan raya menuju apartemen tempatku beristirahat. Tunggulah, kasur. Aku akan segera datang padamu.
Pada lampu merah pertama, aku jadi ingat bahwa terakhir kali aku melewati jalan ini adalah saat mengantar Wendy ke Rumah Sakit.
Apa kabar Wendy sekarang? Terakhir kali kami berkomunikasi, perempuan itu bilang ingin bercerita banyak padaku.
Aku sudah menawarkan diri untuk datang ke Rumah Sakit tapi Wendy bilang, aku tidak perlu melakukan hal seperti itu. Kata Wendy, dia bisa bercerita padaku saat kami bertemu lagi suatu hari.
Sepertinya Wendy juga sadar bahwa pertemuan kami selalu diatur oleh takdir. Kami bertemu di saat kami sama sekali tidak menyangka akan bertemu.
Lalu apa yang akan terjadi jika aku menentukan takdirku sendiri?
Dengan sigap saat lampu berubah hijau, aku membawa mobilku ke arah Rumah Saki tempat Wendy selalu berada. Aku masuk ke area parkir Rumah Sakit dan segera menuju lantai tempat mama Wendy dirawat.
Dan saat tiba di depan pintu, aku menarik napas panjang. Apa yang sudah kulakukan? Berani sekali aku datang kemari tanpa membawa sesuatu dan tanpa mengabari Wendy lebih dulu.
Setelah keberanianku terkumpul, aku mengetuk pintu. Seorang laki-laki separuh baya membuka pintu dan menatapku dengan heran.
"Cari siapa, ya?" tanya laki-laki itu sambil mengamatiku dari ujung kepala hingga kaki.
Aku benar-benar gugup. Apa aku salah ruangan? Tapi aku yakin ini memang ruangan tempat mama Wendy dirawat. Sesaat dari celah pintu, aku bisa melihat mama Wendy yang sedang bersantai di atas ranjang.
"Papa, itu teman Wendy," kata mama Wendy sedikit berteriak dari ranjangnya. "Biarkan dia masuk."
Dalam hitungan detik, laki-laki yang ternyata papa Wendy itu tersenyum ramah padaku. "Silakan masuk!"
Tapi saat aku masuk, aku tidak dapat menemukan sosok Wendy. Perempuan itu tidak ada di sini. Sepertinya hari ini aku tidak beruntung. Aku sudah memaksakan takdirku tapi pada akhirnya tujuanku yang utama tidak tercapai.
Aku merasa canggung berada di antara mereka, tapi keduanya terus tersenyum padaku. Aku mengambil tempat duduk di dekat ranjang mama Wendy.
"Suga, ya?" tanya mama Wendy kemudian aku mengangguk. "Maaf, ya, Wendy baru saja pergi. Mungkin kembali sekitar jam 9 malam."
Ah, memalukan sekali. Mama Wendy langsung tahu bahwa tujuanku kemari adalah untuk mencari Wendy.
"Mau tunggu sampai jam 9? Hari ini Wendy ulang tahun, jadi kami mau mengadakan pesta kecil di sini," cerita mama Wendy antusias.
Hah, Wendy ulang tahun? Aku sama sekali tidak tahu hal ini. Aku datang kemari di hari ulang tahun Wendy. Dan ikut merayakan ulang tahun Wendy bersama keluarganya? Mana mungkin aku bisa bertahan?
"Saya langsung ke tempat Wendy saja, deh," kataku sambil tersenyum tipis. "Wendy ada di mana, ya?"
"Dia pergi ke Café Hometown," kali ini yang menjawab adalah papa Wendy. "Mau saya antar ke sana?"
Tentu saja aku menggeleng. "Tidak usah, terima kasih. Saya akan ke sana sendiri."
Setelah itu, aku berpamitan dengan kedua orang tua Wendy dan kembali ke area parkir.
Sekarang aku sangat bingung. Apa aku harus ke Café Hometown? Orang tua Wendy pasti akan bertanya pada Wendy, apa aku datang ke Café Hometown, saat Wendy tiba di sini jam 9 malam. Aku tidak punya alasan untuk menghindar.
Aku ingin kembali ke apartemen, tapi yang terbayang di pikiranku adalah wajah Wendy. Wajah perempuan itu saat tertawa, aku ingin melihatnya lagi.
Kuputuskan untuk pergi ke Café Hometown untuk mengucapkan selamat pada Wendy. Aku juga membeli buket bunga karena aku tidak bisa memikirkan hadiah lain.
Dan percayalah, sekarang aku merasa jauh lebih gugup daripada tadi saat aku datang ke Rumah Sakit tanpa memberi kabar.
Café Hometown pukul setengah enam sore sedang ramai karena orang baru pulang kerja dan anak muda sedang minum sebelum pergi ke bimbingan belajar.
Dari jauh dari dalam mobil, aku bisa melihat Wendy yang sedang tertawa dikelilingi teman-teman dan pelanggan Café Hometown. Café dihias begitu meriah dengan balon, kue diletakkan di meja tengah ruangan, dan mereka semua membentuk lingkaran.
Tanpa sadar, aku hanya mengamati Wendy. Aku bisa membayangkan suara tawanya yang begitu manis. Aku ingin masuk ke dalam dan menyapanya.
Tapi niatku terhenti saat aku melihat laki-laki bernama Mark mendekatkan diri pada Wendy dan mencium perempuan itu dengan begitu sempurna.
Ciuman yang hanya di pipi, tapi sanggup membuat tubuhku mematung seketika.
Dan rasa gugupku hilang, tergantikan oleh rasa sakit di dada yang pertama kali untukku.
👠👠👠
Penasaran apa yang terjadi di Café Hometown? Tunggu part selanjutnya, ya!
Jangan bosan baca After the Concert ya ㅠㅠ kita baru setengahnya, loh!
사랑해 !
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Concert ✔️
Fanfiction[ COMPLETED ] Semua dimulai setelah konser, di mana Mark melihat Wendy bernyanyi di café miliknya. Ini kisah tentang empat manusia yang berusaha hidup di tengah kerasnya Kota Seoul. Empat manusia yang bertemu secara tidak sengaja dan terbelit jalin...