"SHA, antar bunda ke masjid, yuk. Bunda mau serahin uang sumbangan, nih."
Rumaisha yang tengah duduk di balik meja kasir sejenak menghentikan kegiatannya mencatat demi menoleh ke arah bundanya. "Lho, biasanya, kan, ayah yang serahin uang sumbangan ke masjid, Bun."
"Ayahmu masih di rumah Pakde Ali. Kemungkinan malam nanti baru pulang. Makanya ayah minta bunda saja yang kasihkan uang sumbangannya ke masjid. Yuk, kamu ikut temani bunda. Lagian bunda, kan, juga tidak bisa bawa motor sendiri," terang Ningrum, bunda Rumaisha sembari meraih tas jinjingnya.
"Terus toko gimana, Bun?" tanya Rumaisha.
"Biar dijagain dulu sama Iin dan Santi," sahut Ningrum. "In, saya sama Isha mau ke masjid dulu. Tolong, kamu jaga toko, ya. Oh, ya, Santi mana?"
"Santi lagi salat Asar, Bu." Salah satu pegawai minimarket milik keluarga Rumaisha yang dipanggil Iin itu menyahut dari balik deretan rak sabun.
"Ya, sudah, nanti sekalian kalau ada kanvaser datang minta catatan barang, kamu kasih saja faktur TO warna kuning yang ada di laci."
"Baik, Bu."
Rumaisha dan bundanya lalu beranjak menuju Masjid Al-Islah. Sampai di tujuan, mereka menemui Ustaz Hanif guna menyerahkan uang sumbangan amanat ayah Rumaisha yang turut disaksikan oleh Pak Fuad dan Pak Dhanu, selaku Ketua Pengurus dan Bendahara Masjid Al-Islah.
Usai menunaikan amanat, Rumaisha dan bundanya pun berniat kembali ke minimarket. Akan tetapi, mendadak bunda Rumaisha merasa kebelet ke toilet, sehingga menyuruh Rumaisha agar menunggunya.
"Isha tunggu di sana, ya, Bun," kata Rumaisha menunjuk teras samping masjid.
Ningrum mengangguk dan segera menuju toilet akhwat.
Duduk di teras samping masjid, Rumaisha mencoba menikmati sebentar udara adem sore hari itu diiringi tiupan angin sepoi-sepoi yang mengusik pucuk dedaunan pohon kersen. Sayup, telinga Rumaisha yang tertutup kain khimar panjangnya mulai mendengar suara anak-anak mengaji.
Sebenarnya Rumaisha sudah tidak heran dengan anak-anak yang memang biasa datang untuk mengaji di masjid ini. Kendati demikian, Rumaisha tetap merasa tertarik melihat anak-anak itu, lebih-lebih mendengarkan mereka saat membacakan ayat suci Alquran.
Di salah satu ruangan masjid itu anak-anak tengah memerhatikan seorang guru muda mereka yang menuliskan enam huruf hijaiyah di whiteboard.
Alif, ha, kho, 'ain, ghain, ha'.
Huruf-huruf hijaiyah yang makhraj-nya dari tenggorokan. Rupanya Sakha, guru muda itu tengah menerangkan hukum bacaan izhar halqi.
"Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf izhar, maka dibaca jelas dan tidak boleh mendengung."
Lalu Sakha membacakan contoh bacaan izhar halqi dari surah Al-Quraisy yang tadi dibaca anak-anak pada ayat ke-4.
Alladzi ath'amahum min ju'i wa amanahum min khouf.
"Min khouf. Adanya nun sukun bertemu huruf kho, maka disebut bacaan izhar hal ...."
"Qi ...!"
"Izhar halqi harus dibaca je ...."
"LAS ...!"
"Tidak boleh mende ...."
"NGUNG ...!"
"Paham, anak-anak?"
"PAHAAAAM ...!"
Rumaisha tak berhenti tersenyum sejak ia diam-diam memerhatikan pelajaran mengaji anak-anak itu dari balik daun pintu. Namun, kemudian karena tidak ingin mengganggu, Rumaisha memutuskan kembali ke teras samping masjid. Takut-takut kalau bundanya nanti juga mencarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
Genç Kurgu[COMPLETED] Young Adult | Religi | Romantic Comedy Apa pun keadaanmu, bisakah aku terus hidup dalam memorimu yang katamu sehebat ingatan gajah itu? _____ Mulanya Rissa si cewek tomboi itu benar-benar risi ketika harus mengubah penampilannya dengan b...