16. Teman Masa Kecil

1.4K 136 69
                                    

PAK SOEKOTJO, Guru Geografi berkepala setengah botak meninggalkan ruang kelas sesaat usai bel istirahat berbunyi. Anak-anak yang sudah sedari tadi menunggu-nunggu jam istirahat pun tak membuang waktu lagi untuk melenggang ke surganya anak sekolah. Kantin tercinta.

Begitu pun saat Kenzie tidak menolak ajakan ke kantin bersama Erlang dan Juki yang mengaku sudah lapar berat. Ketiga cowok itu berjalan menyusuri koridor menuju kantin sambil mulai berembuk menu makanan pilihan, mengomentari Juki yang baru beli jersei klub bola favoritnya, hingga membahas ulang hasil pertandingan big match sepak bola antara dua klub musuh bebuyutan Arsenal vs Tottenham Hotspur di Premier League Inggris malam minggu kemarin.

"Erlang!"

Baru saja Kenzie, Erlang, dan Juki menuruni anak tangga terakhir dari lantai dua ketika seruan seseorang menghentikan langkah mereka. Di puncak bordes, terlihat Nona mulai menyusul turun anak tangga dengan gerakan seperti melakukan joging hingga berhenti di depan ketiga cowok yang menunggunya di bawah.

Erlang yang tadi namanya dipanggil menjadi orang pertama bertanya, "Ada apa, Non?"

Merogoh saku seragamnya, Nona lantas mengangsurkan beberapa lembar gulungan uang kepada Erlang. "Ini, aku disuruh nenekku kasih uang panjar buat orderan kue ke mama kamu," katanya sambil mengunyah permen karet dengan gaya tomboi khas cewek itu yang seperti biasa.

"Nenekmu jadi order kue mamaku?" Erlang menerima uang panjar itu dengan binar mata bahagia, karena ia tahu nenek Nona memesan aneka kue jajanan pasar mamanya dalam jumlah lumayan banyak.

"Jadi, dong." Kali ini Nona menyahut diikuti dengan meletuskan balon permen karetnya. "Nenekku, kan, udah langganan kue mama kamu. Terus itu juga sekalian udah dikasih catatan kue apa aja yang mau diorder."

Erlang mengangguk-angguk sambil mengamati secarik kertas yang diterimanya bersama uang panjar tadi.

"Nagasari, putu ayu, wajik, klepon, kue lapis? Wuih, banyak juga pesanannya. Mau ada acara besar, ya?" celetuk Kenzie yang ikutan melongok kertas catatan di samping Erlang.

"Buat acara kumpul keluarga besar doang, sih. Tapi memang berbarengan sama pengangkatan perwira TNI salah satu kakakku yang sekaligus akan dimutasikan ke Timika," ujar Nona.

"Jadi ini untuk hari Minggu depan, ya, Non?" tanya Erlang kemudian. Ia telah memastikan seluruh pesanan dalam catatan tersebut sesuai dengan waktu dan tenaga mamanya, karena akhir-akhir ini pun mamanya sedang menerima banyak pesanan lainnya. Erlang senang mamanya menerima banyak pesanan. Akan tetapi, dengan tenaga sendirian Erlang takut mamanya malah jadi kecapaian, walaupun masih ada dirinya dan kedua adik perempuannya yang bisa membantu sedikit-sedikit.

"Iya, untuk minggu depan, kok. Makanya nenekku pesan sekarang biar nggak dadak. Gimana? Mamamu bisa, kan?"

"Insya Allah, bisa. Nanti ada aku, Citra, sama Lala yang bantuin mama juga."

"Baguslah. Kalau gitu nanti sisa pembayarannya setelah pesanan jadi, kan?"

"Oke, siiip. Berarti ini udah aku terima uang panjarnya, ya, Non?"

Nona mengacungkan ibu jarinya sebagai balasan tanda oke. "Udah, ya, Lang. Aku duluan. Yuk, Ken." Cewek dengan rambut pendeknya itu lalu memutar tubuhnya setelah berpamitan pada Erlang dan Kenzie.

"Lha, aku nggak dipamitin?" Sambil menunjuk dirinya sendiri, Juki melongo menatap kepergian Nona bercampur ekspresi tercampakkan bagai ikan teri kerempeng tertinggal di lautan yang kemudian menghilang bersama buih.

"Maaf, Anda siapa, ya?" Erlang pura-pura tidak kenal.

"Idem." Kenzie menimpali sekenanya.

"Asem, ik, kalian berdua!" rutuk Juki manyun.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang