31. Pengirim Misterius

1.1K 134 31
                                    

PERIHAL paket serta surat kaleng itu tak pelak ikut menjadi beban keresahan bagi Sakha. Otaknya tak henti bekerja sepanjang perjalanan pulang dari rumah Kenzie. Memikirkan siapa kiranya orang yang bisa berbuat demikian pada Kenzie.

Kalau ternyata kecurigaannya itu benar, maka ....

Astagfirullah, sejujurnya Sakha tidak ingin berburuk sangka pada siapa pun. Termasuk kecurigaannya pada orang-orang yang pernah menculik Kenzie itu. Ah, terlalu sarkastis memang jika Sakha menyebut orang-orang itu penculik sedangkan faktanya secara hukum, apa yang dulu dilakukan orang-orang itu pada Kenzie memang sudah sangat keterlaluan.

Sakha tahu benar ketakutannya ini tidak melebihi ketakutan Kenzie yang masih menyisakan trauma atas insiden sepuluh tahun lalu. Air tenang jangan disangka tiada buaya. Sepuluh tahun pasca sidang telah berlalu dengan tenang. Namun, siapa menjamin bahwa tidak ada bahaya yang diam-diam mengintai. Kiriman misterius itu seperti menjadi sebuah pergerakan halus bahwa mereka masih belum menyerah. Orang-orang itu pasti merencanakan sesuatu.

Sakha sudah merasakan firasat yang tidak baik semenjak kilas balik insiden sepuluh tahun lalu itu mendatangi mimpi-mimpinya belakangan ini. Kecemasan mulai bersemanyam di rongga dadanya. Ia takut jika peringatan dalam surat kaleng itu benar-benar terbukti. Membawa Kenzie pergi. Memisahkan Kenzie dengan babanya dan semua orang yang menyayangi Kenzie di sini. Seperti dulu.

Tidak! Apa pun itu, Sakha yang sekarang bukan lagi anak usia tujuh tahun yang hanya bisa menyaksikan sepupunya seperti barang rebutan. Ia tidak akan membiarkan Kenzie menjadi korban pertikaian itu lagi.

Sambil mengendarai motornya, Sakha masih terus memperbanyak istigfar dalam hati. Merapal doa, semoga apa yang dikhawatirkannya itu tidak terjadi.

Motor sport hitam itu baru saja memasuki gate kompleks perumahannya. Sakha membelokkan motornya melewati blok C-1. Sebenarnya untuk menuju rumahnya akan lebih dekat jika melewati blok C-2. Namun, karena jalanan yang biasa itu tengah dalam tahap perbaikan, mau tak mau Sakha harus memutar jalan dari blok C-1.

Di depan jalan yang dilalui motornya dengan kecepatan sedang, tanpa sengaja Sakha melihat seorang ibu-ibu berhijab baru saja turun dari taksi. Oh, ya, jalanan yang dilaluinya ini tepat melewati depan rumah Rumaisha. Dan ibu-ibu berhijab yang kini tengah kerepotan menurunkan barang-barangnya dari taksi-dibantu sopir taksi-tak lain dan tak bukan adalah Tante Ningrum, bundanya Rumaisha.

Sakha menghentikan motornya tepat di depan taksi yang terpakir di depan gerbang rumah keluarga Rumaisha. Mengambil inisiatif membantu bunda Rumaisha mengangkut barang-barang sembako itu ke dalam rumah.

"Aduh, Nak Sakha, jadi ngerepotin," ujar Ningrum.

"Nggak repot sama sekali, kok, Tante. Tante kayak sama siapa aja," sahut Sakha yang sudah mengangkat kardus mi instan dengan kedua tangannya. Sakha yakin isi di dalamnya bukan sekadar mi instan-atau kardus itu hanya sebagai pembungkus saja-sebab beratnya ternyata melebihi perkiraan Sakha.

Memang sih tugas angkut barang itu sudah jadi jatahnya Pak Yanto, tukang kebun yang kini tengah memanggul karung beras. Lalu juga ada Bi Lastri, asisten rumah tangga yang ikut keluar dan membantu memasukkan barang-barang belanjaan majikannya ke rumah.

Di teras rumah, Sakha berpapasan dengan Rumaisha. Cewek dengan setelan gamis rumahan serta khimar panjangnya itu masih menyuapi Radit, keponakannya yang baru berusia satu tahun. Sakha hanya melemparkan sekilas senyum, karena ia mesti memasukkan kardus mi instan bawaannya itu ke dapur seperti yang diarahkan bunda Rumaisha.

"Terima kasih, lho, Nak Sakha, sudah dibantu."

"Sama-sama, Tante."

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang