21. Sweet Seventeen

1.1K 142 66
                                    

KEESOKAN paginya di hari Minggu, mau tak mau Rissa memenuhi permintaan Kenzie mengantar puding cokelat vla vanila itu ke rumahnya. Setidaknya setelah ini Rissa akan segera terbebas dari utangnya, walaupun sekarang ia merasa seperti menjadi petugas delivery yang datang mengantar pesanan ke pelanggan.

Pintu gerbang dibuka oleh seorang pria paruh baya berperut agak buncit yang terlihat seperti tukang kebun dengan kaus oblong dan celana sirwalnya. Rissa memilih menunggu di luar, sementara tukang kebun yang sempat kepo ada cewek datang mencari Kenzie itu memanggilkan si anak empunya rumah.

Rissa menduduki salah satu dari empat bangku akar kayu yang mengelilingi meja berbahan senada dengan desain uniknya itu. Rerimbunan daun pohon mangga menjadi peneduh dari sorotan terik matahari. Hm, pohon mangga itu ... terlihat buahnya yang ranum-ranum. Mengingatkan Rissa tentang betapa lincahnya dulu ia suka memanjat pohon itu demi memetik buahnya.

Masih pada pohon mangga, perhatian Rissa tak lepas dari ayunan dari papan kayu yang digantungkan pada dahannya. Ayunan buatan papanya yang selalu ia rindukan.

Ia ingin menaiki ayunan itu lagi. Namun, apakah ia bisa menaiki ayunan itu di saat bukan lagi menjadi miliknya?

Cewek yang saat ini mengenakan celana panjang jogger dipadukan blouse satin violet berlengan panjang dan dilapisi sleeveless cardigan selutut serta kerudung pashmina bermotif floral melilit di leher itu mencoba memejamkan kedua mata, merengkuh perasaan rindunya kepada sang papa dengan menghirup dalam-dalam udara di sekitar rumah penuh kenangannya tersebut.

"Ehm!"

Suara dehaman sontak membuat kedua mata Rissa kembali terbuka. Dipalingkan perhatiannya kini kepada cowok yang datang menghampirinya.

"Kirain nggak datang," celetuk Kenzie ikut duduk berhadap-hadapan dengan Rissa.

Rissa melipat kedua tangan di depan dada, menatap Kenzie sekilas, lalu mengerling ke arah lock and lock yang ditaruhnya di atas meja akar kayu. "Tuh, sesuai ganti rugi yang kamu mau. Aku udah bawain puding-cokelat-vla-vanila-tanpa-garam-buatanku-sendiri," katanya dengan nada menekankan bahwa isi di dalam lock and lock itu memang sesuai dengan ganti rugi yang diminta Kenzie.

Ingin memastikan sendiri, Kenzie membuka tutup lock and lock tersebut. Ada satu ... dua ... hm, lima cup puding. Kepala Kenzie mengangguk-angguk.

"Tugasku udah selesai, kan? Masalah ganti rugi itu beres. Aku nggak punya kewajiban maupun kepentingan apa pun lagi sama kamu. Berarti aku bisa pulang sekarang." Rissa baru akan berdiri ketika Kenzie lebih dulu mencegah niatannya.

"Kata siapa udah selesai?"

Kening Rissa mengernyit. "Apa lagi? Jangan coba-coba nyusahin aku lagi, ya. Kesepakatan kita cuma sampai aku buatin puding aja. Aku udah buatin. Kamu juga udah terima. Beres, dong."

"Justru itu, aku, kan, belum tahu gimana rasa puding buatanmu. Kalau kamu pergi sekarang, siapa yang menjamin puding itu nggak asin? Dan kalau puding itu ternyata asin, jadinya aku yang malah susah, dong. Makin rugi aku."

Rissa mengembuskan napas keras. Kesabarannya sungguh diuji sekarang. "Oke-oke, kalau nggak percaya, nih, kamu bisa buktiin sendiri rasanya." Dikeluarkan satu cup puding dari lock and lock dan mendorongkannya ke hadapan Kenzie.

Kenzie tersenyum senang sembari menegakkan duduknya. "Nggak ada sendoknya?"

Rissa mengatupkan bibirnya rapat-rapat hingga berkedut saat mengulas senyum geregetan. Kalau di anime-anime, di pelipisnya pasti sudah muncul kerutan-kerutan merah tanda menahan emosi. "Maaf, ya, Tuan-Muda-yang-banyak-maunya, apa ini terlihat seperti puding di toko-toko yang sekalian udah ada bonus sendoknya ... HAH?"

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang