2. Kembali ke Kota yang Menyimpan Kerinduan

1.6K 138 22
                                    

GAZEBO di atas kolam renang menjadi tempat Kenzie menghabiskan kegabutannya sore itu. Usai ponselnya kehabisan daya akibat ia gunakan untuk bermain game online, cowok yang kini menggulung celananya sebatas lutut itu pun hanya bisa mengalihkan kegiatannya dengan merendam kedua kaki ke dalam air kolam renang.

Dari arah selasar, terlihat kemunculan babanya bersama Pak Salim-sopir pribadi babanya-dengan penampilan yang membuat Kenzie tidak perlu berpikir keras untuk menebak apa yang direncanakan babanya sore ini. Kaus putih berkerah yang dirangkap knit vest, training trousers, sneakers, topi caddy, dan ditambah bawaan Pak Salim itu. Kenzie sudah hapal betul satu tempat favorit yang bakalan diincar babanya.

"Baba!" Bergegas Kenzie mengeluarkan kedua kakinya dari kolam renang demi menghampiri babanya.

Adib Hanggara, pria bertubuh tegap itu sejenak memutuskan menghampiri putra semata wayangnya setelah menyuruh Pak Salim yang membawakan perlengkapan golfnya pergi ke mobil duluan.

"Baba mau pergi?"

"Ya, baba ada janji main golf sama Tante Anna."

"Tante Anna yang rumahnya di Blok VI itu?" Ekspresi Kenzie seketika berubah antusias. Pasalnya, teman lama babanya yang seorang dokter itu langsung menjadi favorit Kenzie karena baik hati sekaligus cantik seperti sosok mama dambaan Kenzie selama ini.

Adib mengangguk. "Kalau kamu tidak ada kegiatan, gimana kalau sekarang kamu ikut baba saja main golf sama Tante Anna?"

Kenzie menimbang sesaat. Memang benar ia sedang tidak punya kegiatan. Apa sebaiknya ia ikut babanya saja? Namun, tiba-tiba ia ingat ada hal yang semestinya ia kerjakan daripada sedari tadi gabut tidak jelas di pinggiran kolam renang.

"Baba, afwan. tapi Kenzie ingat mau nyiapin keperluan buat ke sekolah baru besok."

Sekali lagi Adib mengangguk-angguk melihat putranya yang tampak bersemangat itu. "Oke, jadi ceritanya ada yang sudah tidak sabar mau pergi ke sekolah baru, hm?"

"Iya, dong, Ba. Kenzie senang kita bisa sampai lagi ke Semarang. Syukron, yaa Baba, udah izinin Kenzie ikut Baba."

"Na'am. Selagi kamu senang, baba juga senang." Adib tersenyum dan mengacak-acak puncak kepala Kenzie hingga membuat sebagian rambutnya mencuat ke sana ke mari. "Tapi tetap saja kamu harus ingat sesuai kesepakatan. Kita hanya akan tinggal sementara saja di sini, karena setelah proyek baba selesai, kita akan kembali ke Dubai."

Ada ekspresi kecewa ketika sekali lagi secara tegas babanya mengingatkan berapa lama kesempatan mereka bisa tinggal di Indonesia. Sementara jika dapat memilih, Kenzie ingin sekali menetap saja di negeri kelahirannya sendiri. Namun, Kenzie paham karena manajemen bisnis perhotelan babanya memang berpusat di Dubai dan hanya sebatas setahun ke depan ini rencana babanya berada di Semarang guna mengurus megaproyek yang sebelumnya sempat tertunda.

"Iya, Kenzie nggak lupa, kok."

"Oke, baba berangkat dulu. Kasihan Pak Salim sudah nunggu di depan. Kamu baik-baik di rumah. Assalamu'alaikum."

Kenzie mengangguk mengerti dan membalas, "Wa'alaikumussalam."

Sampai sosok babanya belum menghilang, Kenzie masih bisa melihat ayahnya berpapasan dengan seorang cowok. Cowok itu menyalami tangan babanya dan bertegur sapa sejenak sebelum menghampiri Kenzie yang tengah menyedot jus jeruk di gazebo.

"Kaifa haluka, yaa Akhi!" sapa Sakha mengangkat sebelah telapak tangannya.

"Bikhoir." Kenzie membalas ringan kepada cowok yang tak lain adalah sepupunya itu.

"Heh, payah kamu, ya, dari tadi diteleponin nggak juga bisa nyambung!" gerutu Sakha ketika teringat kekesalannya pada Kenzie.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang