17. Macan vs Gajah [I]

1.2K 131 69
                                    

HARI-HARI berlalu seperti biasa. Tidak ada hal istimewa yang dijalani Rissa sebagaimana kehidupan normalnya sebagai pelajar dan remaja biasa. Belajar, les, latihan karate, hangout bareng sohib-sohibnya, dan ... sabar lahir batin menghadapi Kenzie.

Yah, sepertinya Rissa memang dituntut untuk mulai terbiasa dengan daftar centang barunya itu. Anehnya, terlepas dari semua ulahnya yang selalu membuat Rissa kesal setengah mati, ada saat di mana ia benar-benar tidak bisa membenci Kenzie.

Ibarat layang-layang, suatu waktu Kenzie bisa membuatnya terbang melayang-layang tenang di udara. Namun, di suatu waktu yang lain, cowok itu juga bisa membuatnya jungkir balik, tersangkut oleh semua ulah tengilnya. Cowok itu tak pernah bisa tertebak dan selalu penuh kejutan.

Kenapa Rissa merasa cowok itu telah banyak mencuri perhatiannya? Bahkan di saat cowok itu tidak ada di sini, kenapa Rissa malah sibuk memikirkannya segala?

Salah. Ini salah. Jelas salah!

Oke, Rissa ... jangan membuang-buang lebih banyak waktumu cuma untuk memikirkan cowok tengil satu itu. Lihat, ini hari Minggu. Setidaknya inilah satu hari di mana kamu tidak harus bertemu cowok itu di sekolah. That's right, Sunday is yours. Keep calm and enjoy your Sunday.

Rissa baru hendak bersantai di depan televisi ketika terdengar salam Kinar dari luar.

"Ris, lagi nggak ada acara, kan? Ikut aku, yuk?" kata Kinar yang sudah menyebelahi duduk Rissa di karpet beledu bawah sofa.

"Nggak ada, sih. Tapi ikut ke mana?"

"Bantuin aku cari referensi photoshoot untuk majalah sekolah edisi bulan ini."

Memang bukan kali pertama ini Kinar kerap meminta pendapat Rissa tentang mencari ide referensi untuk mengisi salah satu rubrik majalah sekolahnya. Kinar memang aktif di ekstrakurikuler fotografi dan jurnalistik sekolah. Mereka biasa menerbitkan tabloid edisi mingguan serta majalah untuk sebulan sekali.

"Memang mau ambil tema apa? Gimana kalau olahraga?" usul Rissa.

"Kan, tema itu udah buat bulan Agustus lalu. Martial art. Mengulas kamu sama anak-anak karate lain," sahut Kinar.

"Kalau gitu ...." Rissa mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada dagu selagi mencoba memikirkan sebuah ide lain. "Collection!" Ia lalu berseru sambil menjentikkan jarinya. "Kamu bisa mengupas cerita anak-anak yang punya hobi mengoleksi benda atau apa gitu yang unik-unik. Nggak usah jauh-jauh. Si Juki aja modelnya. Dia, kan, punya banyak koleksi kacamata macam-macam bentuk dari yang biasa, trendi, unik, sampai aneh-aneh gitu."

"Si Kecap Asin itu? Ogah, ah. Males aku sama, tuh, orang," sanggah Kinar mengibaskan sebelah tangan.

"Yee, udah dikasih saran juga. Terus kamu maunya ambil tema apa?"

Kinar terdiam sejenak. Tanpa sengaja pandangannya beralih pada layar televisi LED 40 inch yang berada di ruang tengah rumah Rissa. Di saat sama, Rissa baru saja memindah channel televisi berlangganan yang menayangkan seekor jaguar yang tengah memburu mangsanya. Acara tersebut memang khusus menayangkan kehidupan hewan-hewan liar di seluruh dunia sekaligus berisi petualangan para jejak pemburu, aktivitas penyelamatan, serta banyak edukasi lainnya tentang dunia binatang.

"Aha, aku ada ide!" Tiba-tiba Kinar berseru sambil menepukkan kepalan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri. Sepertinya ia tahu di mana tempat yang tepat untuk mengunggah karya tema fotografinya kali ini.

Rissa menolehnya dengan mengernyitkan kening. Pada wajah Kinar yang tampak berbinar-binar, selanjutnya Rissa bisa mendengar sahabatnya itu mengungkapkan idenya.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang