41. Kaki Robot

1.3K 143 43
                                    

CANGGUNG, tetapi serasa tidak asing. Untuk pertama kalinya setelah satu tahun lebih ditinggalkan, akhirnya kini Rissa bisa menginjakkan sepasang kakinya ke dalam rumah ini lagi. Salahkah kalau Rissa merasa atmosfer yang menyambutnya masuk ke rumah ini masih sangat kental dengan suasana saat ia masih bisa menempati bersama papa dan mamanya dulu?

Ruang tamu itu masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah dari letak sofa bergaya victoria di sana. Tembikar-tembikar berukuran besar dengan desain dan corak elegan serta deretan bufet tinggi tempat menyimpan pajangan pun tak bergeser dari sisi dinding yang menghadap ke arah pintu masuk. Tak ketinggalan beberapa lukisan dalam bingkai besar masih menggantung manis pada dinding dengan wallpaper bermotif artistik simetris dipadu aksen silver metalik. Demikian pula karpet persia di bawah sofa yang menambah kesan mewah ruang tamu itu.

Dulu mama Rissa memang menjual rumah ini beserta beberapa isinya. Rasanya terlalu berlebihan saja jika perabotan mewah seperti sofa victoria itu misalnya harus ikut dipindahkan ke rumah mereka sekarang yang bergaya minimalis. Rissa dan mamanya hanya membawa barang-barang yang mereka perlukan, seperti peralatan elektronik, lemari, tempat tidur, serta meja dan kursi kecil.

Rupanya benar kata Kenzie. Bukan hanya bagian eksteriornya saja, baba cowok itu juga tidak mengubah maupun mendekor ulang apa pun pada bagian interior rumah ini. Kenzie pernah berkata rumah ini sudah bagus, untuk apa diubah-ubah lagi. Katanya juga, ia dan babanya tidak punya waktu mengurusi segala tetek bengek urusan rumah.

Tidak punya waktu? Apa karena sejak awal mereka hanya akan sementara saja tinggal di sini?

"Waktuku ikut baba cuma satu tahun sejak kami tiba."

Kalau cuma sementara, kenapa mereka tidak menyewa rumah saja daripada membeli mahal-mahal sebuah rumah mewah kalau pada akhirnya hanya akan ditinggali sebentar? Atau kalau tidak, bukannya orang tua Kenzie punya hotel berbintang di kota ini. Mereka bisa saja tinggal di hotel secara bebas, kan?

Sudahlah, kenapa Rissa yang jadi mengurusi hal itu? Lagi pula, kalau rumah ini tidak dibeli babanya Kenzie, maka lebih kasihan mamanya yang saat itu harus menghadapi kesulitan keuangan.

Dan terlepas dari itu ....

"Kemungkinan aku masih bertahan tinggal di sini juga kayaknya nggak bakal sampai menginjak kenaikan kelas XII."

Kenaikan kelas XII ... itu tiga bulan lagi. Artinya tiga bulan lagi Kenzie akan kembali ke Dubai. Lalu, benarkah hari-hari ke depan Rissa nantinya akan kembali normal jauh sebelum kedatangan Kenzie di saat gagasan itu justru membuat hatinya menghampa?

Ah, Rissa ... kenapa jadi melow begini? Rissa bergeleng-geleng brutal. Payah, cowok itu sudah seenaknya meninggalkan jejak ketengilan yang mungkin akan sedikit susah Rissa singkirkan dari memorinya.

"Mau kerjain tugasnya sekarang atau nunggu kamu selesai goyang kepala dulu?"

Rissa terjingkat kaget. Kenzie sudah berdiri di sampingnya dengan tatapan malas dan kedua tangan bersedekap di depan dada. Goyang kepala, katanya? Memalukan sekali. Kenzie ternyata memergoki Rissa yang tadi tanpa sadar menggeleng-gelengkan kepalanya seperti barongsai kesurupan.

Rissa menurunkan tas punggungnya ke sofa vinoti yang ada di ruang tengah sekaligus tempat mereka akan mengerjakan tugas. Ia sendiri lebih memilih langsung ngelemprak di atas karpet sambil menghadap meja rendah di depan sofa. Lesehan memang posisi yang wuenak untuk mengerjakan tugas. Tak berapa lama, Bi Wati datang mengantarkan minuman segar serta kudapan.

"Monggo, Non, minuman sama kuenya."

"Oh, iya. Makasih, Bi." Segera saja Rissa tak segan mencomot kue lapis legit di piring.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang