66. Pencarian

808 110 24
                                    

BERBAGAI macam perasaan tak keruan datang menyerbu layaknya serdadu rayap yang menebarkan beramuk-amuk senyar di benak Sakha. Bayangan di otaknya mengulang kilas balik saat ummanya terus-terusan menanyakan Kenzie yang tidak datang pada jam besuk siang ini. Hingga tiba waktu malam, ummanya tak berhenti uring-uringan hanya karena Kenzie tidak tampak menjenguknya di rumah sakit.

Sakha tidak mengerti kenapa ummanya itu tiba-tiba bersikap seperti seorang ibu yang sudah sekian lama ditinggal pergi merantau anaknya ke negeri seberang saja. Padahal sebelum ke sekolah tadi pagi, Kenzie bahkan sempat menemui ummanya untuk membawakan bubur ayam. Anehnya lagi, tadi pagi juga ummanya merengek-rengek agar Kenzie tetap menemaninya yang sama saja artinya menyuruh Kenzie bolos sekolah.

Sakha sudah terus berusaha menghubungi Kenzie, tetapi selalu nihil. Nomor Kenzie tidak aktif. Cara selanjutnya yang ditempuh Sakha adalah menghubungi nomor rumah. Ia sudah bersiap-siap akan mengomeli Kenzie kalau sampai ketahuan itu anak ternyata lagi asyik bermain game online. Namun, suara seseorang di seberang sana yang menjawab teleponnya serentak membeliakkan kedua bola matanya.

Siapa sangka teleponnya akan dijawab oleh Erlang. Erlang ada di rumah Kenzie. Dan masalahnya, Kenzie belum pulang ke rumah sampai malam begini. Terang saja, baik Sakha maupun buyanya bersepakat untuk merahasiakan dulu berita ini dari telinga ummanya. Takut-takut ummanya yang besok sudah diperbolehkan pulang malah akan kepikiran dan ujung-ujungnya kembali drop.

Sakha memacu lebih cepat motor sportnya menembus jalanan raya malam itu. Tujuannya ingin cepat-cepat sampai rumah Kenzie dan mendengar langsung keterangan Erlang yang mengaitkan hilangnya saudara sepupunya itu dengan sebuah sedan hitam.

Bakda isya', Erlang datang ke rumah Kenzie dan masih belum mendapati kabar apa pun tentang keberadaan temannya itu. Orang-orang rumah tak luput dibuat cemas. Pak Mahmud terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri, karena merasa keteledorannya yang terlambat menjemput. Bi Wati berusaha menenangkan Pak Mahmud, kendati gurat kekhawatiran juga tak mampu disembunyikannya. Pak Kosim sampai tidak doyan makan.

Ketika Sakha menghubungi telepon rumah, Erlang mengambil alih sambungan itu untuk membantu Bi Wati yang tampak kesulitan menjelaskan. Sakha sedang dalam perjalanan sekarang. Namun, begitu sampai, ternyata Sakha tidak datang sendiri. Seorang cowok tinggi kurus berkacamata kotak yang tanpa basa-basi langsung berkutat dengan laptopnya itu sering dilihat Erlang dalam beberapa kali papasan di tempat kajian Buya Hanif. Kalau tidak salah, Sakha akrab memanggilnya Hakki.

Ya, sebelumnya tanpa diperintah pun Sakha sudah melakukan pelacakan pada perangkat smartwatch Kenzie. Akan tetapi, Sakha gagal mendapatkan titik koordinat lokasinya secara presisi. Lantas Sakha teringat opsi kedua dari Hakki. Untuk itu Sakha tak membuang banyak waktu lagi meminta Hakki agar datang ke alamat rumah Kenzie yang ia kirimkan lewat chat, karena hanya cowok itu yang memiliki akses ke prosesor chipset tracker buatannya pada smartwatch tersebut.

"Kayak dugaan ane, seseorang atau siapa pun itu udah ngebuang memori simcard-nya. Tapi kagak perlu khawatir, karena yang kita butuhin adalah nomor imei ama chipset itu masih tertanam di mainboard," gumam Hakki menganalisis.

"Nggak bisakah kita juga melacak lewat ponselnya Kenzie?" Erlang memperkirakan kemungkinan tersebut di tengah keseriusan Hakki mengetikkan sesuatu di keyboard laptopnya.

"Itu kagak akan mendukung kalau kita kagak pegang alamat surel ama password dari pengguna ponsel. Sayangnya itu juga sifatnya privasi dan jangan samakan ane ama hacker yang bisa meretas akun pribadi orang lain."

"Oke, aku penasaran gimana ini bakalan bekerja," celetuk Erlang mengapit dagunya dengan jari telunjuk dan ibu jari.

"Na'am-na'am, silakan ente duduk yang manis di sono dan perhatikan gimana Raja IT ini akan beraksi, oke?" sahut Hakki sok iyes.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang