76. Selamat Jalan dan Sampai Jumpa Lagi

1.5K 71 19
                                    

KEPUTUSAN Adib sebelumnya tidak dapat diganggu gugat. Ia akan tetap membawa pulang Kenzie ke Dubai. Maka, di sinilah mereka akan melakukan penerbangan itu. Bandara Internasional Ahmad Yani masih menampakkan kesibukannya yang sangat padat. Para penumpang wisatawan, baik asing maupun domestik seolah-olah tak pernah ada putus-putusnya datang dan pergi silih berganti.

Hari ini Kenzie sudah menyelesaikan berkas-berkas kepindahannya dari SMA Bina Karisma. Segalanya memang berlangsung mendadak. Bahkan ia tidak sempat mengucapkan salam perpisahan kepada teman-temannya secara langsung.

Kenzie masih menunggu pada salah satu kursi tunggu yang disediakan selagi babanya mengurus check-in. Di tangannya, ia memegang sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado. Sedari tadi pandangannya senantiasa berpendar ke setiap arah, berharap seseorang itu akan datang. Kalaupun orang itu tidak datang, mungkin hadiah kecil itu memang tidak bisa ia berikan.

"Rissa ...," gumam Kenzie yang hanya bisa didengar oleh telinganya sendiri.

"Nak, ayo, kita masuk."

Suara babanya menyadarkan Kenzie bahwa ia sudah tidak memiliki kesempatan tinggal lebih lama lagi begitu mereka harus segera masuk ke boarding room.

"Intazhir lahzhath, ya Baba. Kenzie mau ke toilet dulu."

"Baba antar?"

"Nggak usah, Baba. Kenzie bisa sendiri."

Adib menganggukkan kepalanya, walaupun sedikit sangsi. Kenzie meraih kruk elbow untuk berjalan ke toilet terdekat. Di tengah jalan, ia berhenti sejenak dan merogoh ponselnya yang dihiasi gantungan boneka gajah. Menyalakan layarnya, sebuah kontak atas nama Clarissa Byanta hanya ditatapnya dengan nanar.

Sebelum aku pergi, nggak bisakah aku ketemu sama kamu?

Sementara itu di tempat terpisah, Rissa tengah menghadapi pergolakan batin yang membuatnya berada pada situasi dilematik. Ia sudah mendengar Kenzie dan babanya akan berangkat sore ini. Keluarga Sakha mungkin sudah mengantarkan keberangkatan mereka dari rumah Om Adib. Ditambah Erlang sebagai satu-satunya teman yang ikut hadir sekaligus menyampaikan salam dari anak-anak lain. Namun, apa yang malah Rissa lakukan sekarang? Ia hanya mengurung dirinya di dalam kamar sejak pulang sekolah.

Nada singkat dari ponselnya menyentakkan Rissa dari keterpakuannya. Sebuah pesan daring. Dari Erlang?

[Erlangga Agmesdika]
Ris, Kenzie udah berangkat ke bandara. Sebenarnya aku nggak tahu kenapa ada yang aneh saat dia tadi nanyain kamu. Tapi kupikir Kenzie lagi nungguin kamu sekarang.

Tatapan Rissa menanap di depan layar ponselnya. Kenzie menungguku? Benarkah Kenzie menungguku? Ya Tuhan ....

Seperti sebuah tamparan yang menyadarkan kelambatannya, Rissa tak menunggu perintah dua kali lagi untuk mengenakan hijab serta jaketnya, menyambar kunci motor, lalu menuruni cepat anak tangga dari lantai kamarnya. Bandara, tujuannya saat ini.

Rissa tergopoh-gopoh sampai di bandara dan langsung menjelajahi seisi gedungnya yang luas itu demi mencari-cari keberadaan Kenzie. Ia memerhatikan papan flight information di depannya. Tertera keterangan keberangkatan pesawat nomor sekian dari Semarang, Indonesia tujuan Dubai, Uni Emirat Arab dengan transit Singapura.

Rissa berganti melihat jam tangannya. Tidak ada waktu lagi. Rissa memanfaatkan sisa tenaganya untuk kembali mencari Kenzie di tengah lalu-lalang pengunjung lain di sekitarnya. Tiba-tiba matanya membulat begitu ia seperti menangkap sosok orang yang tengah dicari-carinya.

Itu Kenzie!

Ketika memperkirakan Kenzie sudah berada di dekatnya, justru di waktu selanjutnya ia kehilangan jejak cowok itu. Pandangan kalut Rissa berputar ke semua penjuru arah. Akan tetapi, nihil. Kenzie tidak ada.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang