74. Benar-Benar untuk yang Terakhir Kali

1K 113 35
                                    

SEVANEE menatap pantulan bayangannya di depan cermin meja riasnya. Sebuah khimar yang terjulur sempurna menutupi kepala hingga dadanya menjadi bukti kesungguhan perubahan penampilan barunya mulai detik ini hingga akhir hayat kelak.

Selama ini sudah mengabaikan perintah menutup aurat bagi seorang muslimah tersebut. Ia membenarkan bahwa telinganya memang telah sampai mendengar dalil tuntunan berhijab sebagaimana yang termaktub dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 59.

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Selama ini pula ia banyak dipuji lantaran memiliki bentuk tubuh yang proporsional bak super model. Gaya berbusana kelas tinggi yang dianutnya selalu lebih condong untuk memamerkan keelokan rupa fisiknya semata. Jadi tidak mungkin baginya mengubah penampilan dengan busana seribet abaya panjang begitulah segala macam, apalagi harus merelakan rambut indah tergerainya yang konon disanjung banyak orang itu untuk ditutupi dengan kain khimar.

Namun, setelah Sevanee merasakan sendiri balutan abaya itu di tubuhnya, ia baru menyadari bahwa yang sebenarnya dikatakan ribet adalah kiblat berbusananya terdahulu. Justru sebaliknya, aturan berpakaian bagi muslimah itu menyederhanakan. Sevanee menyesal kenapa tidak melakukannya dari dulu. Namun, setidaknya ia tahu tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri.

"Vani?"

Dari cermin, Sevanee dapat melihat pantulan bayangan suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Masya Allah, kamu cantik sekali memakai busana muslim itu, Vani." Yuda masih benar-benar takjub dengan apa yang dilihatnya pagi ini.

Sevanee memutar tubuhnya, lalu perlahan berdiri dari otoman berbentuk bundar yang sedari tadi didudukinya. Kini dengan sempurnanya Sevanee berdiri memperlihatkanlah sesosok wanita anggun dalam balutan abaya hitam lengkap beserta khimar merah marun yang menjulur hingga menutupi dada.

"Iya, Mas, aku mau menyempurnakan hijrahku dengan istikamah berhijab."

Tak hentinya dari mulut Yuda menggumamkan pujian serta rasa syukurnya atas hidayah Tuhan yang begitu besar ini. Ia pernah kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Namun, kini Tuhan memberikannya kembali seorang istri yang salehah. Penyejuk matanya. Pelengkap separuh agamanya untuk bersama-sama menempuh ibadah seumur hidup ini.

Begitu pun Sevanee. Ia pernah merasa kehilangan semua cinta sejak satu per satu orang yang disayanginya pergi. Kesepian membuatnya terlarut sibuk dalam obsesi yang ia pikir itu cinta, padahal kenyataannya justru menambah lebih pelik rasa kehilangan di hidupnya. Namun, Tuhan masih baik padanya. Ia dipersatukan kembali dengan seseorang yang dicintainya. Suami yang ia harapkan akan terus mendampinginya bukan saja di dunia, tetapi juga sampai akhirat. Ia berjanji akan menjadi istri yang baik untuk suaminya itu.

Sevanee merasakan hidupnya jauh lebih tenang seiring ia mendekatkan diri kepada Allah. Namun, kalau boleh jujur, sebenarnya masih ada satu kekosongan yang menghimpit lubuk hati terdalamnya.

"Vani, semua barang-barang kita sudah dimasukkan semua, kan? Yakin, tidak ada yang ketinggalan?" tanya Yuda menghalau lamunan Sevanee.

Sejenak Sevanee melirik koper-koper di sudut kamar. "Sudah semua, kok, Mas."

Yuda mengangguk-angguk, lalu mengangkat sedikit pergelangan tangan kirinya guna menengok arloji. "Masih ada waktu beberapa jam sebelum penerbangan kita jam 11 nanti. Kamu mau sarapan dulu sekarang?"

Sevanee mengiyakan. Selang sebentar ia menahan lengan Yuda yang ingin mengajaknya turun ke ruang makan. "Mm, Mas ... sebelum kita pergi, apa aku boleh minta sesuatu?"

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang