BARU saja Ahmet menyalami kepala sekolah yang mengantarnya sampai ke persimpangan koridor selasar depan. Ahmet memang sengaja menyempatkan waktunya untuk mengunjungi sekolah itu sebelum dalam waktu dekat ini ia harus segera bertolak kembali ke Turki.
Sekiranya agendanya di kota ini pun hampir berakhir. Terlebih Ahmet harus mengurus kembali rumah sakitnya di Istanbul yang sudah dua bulan ini ia tinggalkan. Sisanya mungkin ia akan memercayakan pada Sevanee untuk menghandel kerja sama antara Diwangtara Group dan Rumah Sakit Fajar Medika seperti tahun-tahun sebelumnya.
Bertepatan dengan kunjungan Ahmet pagi ini, rupanya dari pihak sekolah juga tengah mengadakan rapat komite bersama wali murid. Ahmet tidak keberatan harus menunggu bertemu dengan kepala sekolah sampai rapat itu selesai karena dengan begitu ia bisa menyimak langsung pembahasan terkait program-program pembelajaran SMA Bina Karisma.
Ternyata Adib tidak salah memilihkan sekolah yang bagus untuk cucunya. Ahmet tidak menyesal bisa menjadi donatur beasiswa penuh untuk salah satu siswa didik di sekolah tersebut dengan identitasnya yang minta dirahasiakan. Kali ini pun Ahmet semakin yakin akan kembali mendonasikan sejumlah nominalnya untuk kegiatan pembangunan infrastruktur sekolah dalam jangka ke depannya.
Terlepas dari itu, sesuatu yang tidak pernah Ahmet duga akan menyertai kedatangannya dengan sebuah kejutan. Secara langsung menjumpai sosok cucunya yang sekian tahun terpisah dengannya. Dalam jarak sedekat ini.
"Kenzie ...." Tercekat, Ahmet menggumamkan nama itu.
Faktanya, meskipun jarak itu begitu dekat, tetapi arti jarak yang sebenarnya telah memaku kedua kaki Ahmet untuk berani mendekat. Sejurus kedua pandang yang saling beradu pun tidak pula membebaskan jeruji ketegangan itu. Hingga derap yang lantas berbalik menjauh dari fokusnya itu barulah menyadarkan Ahmet dari keterpakuannya.
"Kenzie!" seru Ahmet. "Kenzie, tunggu!"Kenzie mengambil langkah mundur dan melawan tujuannya ke arah kelas. Telinganya seakan tuli untuk mengindahkan seruan yang terus memanggil namanya. Ia hanya mengikuti ke mana pun kakinya berlari di tengah hatinya yang berkecamuk. Sejauh mungkin hanya ingin menjauhi orang itu. Kakeknya.
Tak khayal kaburnya Kenzie dan reaksi cepat Kakek Ahmet yang mengejarnya membuat Rissa dan Rumaisha saling berpandangan heran. Dalam satu pikiran sama, mereka masih mencerna tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Rissa, kamu kenal sama kakek itu?" tanya Rumaisha menoleh Rissa.
Tidak menjawab pertanyaan itu, Rissa justru memutar tubuhnya dan dengan nada tergesa-gesa hanya berkata, "Sha, kamu nyusul Kinar ke kantin sendirian aja, ya."
"Tapi, Ris, ada apa? Eh, kamu mau ke mana?" Rumaisha yang gagal mencegah kepergian Rissa semakin bingung melihat orang-orang itu meninggalkannya sendirian.
❤
Sepuluh tahun lalu ....
Rumah Sakit Universitas Lentera Diwangtara.
Beberapa minggu pasca Kenzie siuman dari komanya, serangkaian fisioterapi masih perlu dilakukan untuk memulihkan fraktur yang dialaminya. Hasil pencitraan medis melalui CT-scan dan MRI terkini menunjukkan kemajuan terapi secara signifikan.
Sungguh anak tujuh tahun itu memiliki tingkat pemulihan yang luar biasa. Tak disangkal semua itu merupakan sebuah keajaiban, bahkan setelah insiden tragis yang nyaris merenggut nyawanya. Begitu pula penyampaian Profesor Lesmono—ahli bedah saraf yang bertanggung jawab pada operasi kraniotomi Kenzie waktu itu—yang sebelumnya sempat menyatakan bahwa operasi otak tersebut mungkin saja akan menyebabkan komplikasi, seperti gangguan sistem motorik hingga kelumpuhan.
![](https://img.wattpad.com/cover/137685574-288-k886387.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
Teen Fiction[COMPLETED] Young Adult | Religi | Romantic Comedy Mulanya Rissa si cewek tomboi itu benar-benar risi ketika harus mengubah penampilannya dengan berhijab demi memenuhi janji di hari ulang tahunnya yang tepat menginjak angka tujuh belas. Esensi berhi...