“SYUKRON JAZILAN, ya Ammah, udah datang ke sekolah Kenzie.”
Senyuman lembut diulaskan Shafira yang semakin mempercantik wajah ibu beranak satu itu. “Waiyyaka. Ammah, kan, sudah bilang, pokoknya kamu kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungi ammah.”
Hari ini di sekolah Kenzie memang tengah diadakan rapat komite bersama wali murid. Seluruh orang tua/ wali murid dari kelas X, XI, dan XII diharapkan datang sesuai surat undangan yang sebelumnya sudah dibagikan. Kenzie yang semula bingung harus kepada siapa menyerahkan surat undangan itu—karena tidak mungkin juga ia mengontak babanya yang masih berada di luar negeri—akhirnya berharap kalau sang tante bisa menggantikan baba Kenzie datang ke pertemuan wali murid tersebut. Beruntung Ammah Shafira yang penuh perhatian itu dengan senang hati meluangkan waktunya untuk hadir ke acara sekolah Kenzie.
"Kenzie beruntung banget punya ammah sebaik Ammah Shafira," ucap Kenzie tulus.
Wanita berpenampilan anggun dengan setelan abaya salem senada khimar panjangnya yang menjuntai hingga betis itu lalu mengusap lembut bahu Kenzie tanpa melunturkan jejak senyum di bibirnya. "Semua itu karena ammah sayang kamu. Sama seperti sayangnya ammah ke Sakha. Ammah juga senang bisa meluangkan waktu buat kamu seperti yang seharusnya akan dilakukan Mama Sevda jika masih ada di sini. Bagaimanapun selama baba kamu di luar negeri, kamu itu jadi tanggung jawab ammah sama Amm Hanif."
Kenzie mengangguk mengerti. Ia semakin bersyukur karena memiliki tante sekaligus ibu susu yang tulus menyayanginya seperti Ammah Shafira. Dalam hati, Kenzie berjanji akan memuliakan kedudukan Ammah Shafira layaknya ibu kandung Kenzie sendiri.
Mereka meneruskan langkah menuju selasar depan gedung sekolah sambil memulai kembali obrolan ringan. Terutama ketika obrolan mereka sampai pada kabar baik perkembangan prognosis papanya Erlang usai operasi jantungnya dinyatakan berhasil. Jika keadaan papa Erlang terus membaik, kemungkinan dalam waktu dekat sudah diperbolehkan pulang.
Rapat komite yang diadakan di gedung auditorium SMA Bina Karisma dengan mengambil waktu dua jam pelajaran telah ditutup sebelum pukul 10:00 WIB. Masih tersisa beberapa menit jam istirahat, sehingga tak khayal suasana tiap-tiap koridor tampak diselangi lalu-lalang para siswa maupun orang tua mereka. Namun, tidak seramai beberapa saat lalu, karena kebanyakan orang tua yang ikut menghadiri rapat komite guna membahas sosialisasi kinerja program pembelajaran serta paparan anggaran biaya operasional sekolah sudah mulai meninggalkan area sekolah.
Setiba di selasar depan, Kenzie dan Shafira berpapasan dengan Rissa dan Rumaisha yang rupanya juga tengah mengantar kepulangan orang tua masing-masing. Rissa bersama mamanya, Anna yang seperti biasa berpenampilan ala busana kerjanya dengan memadukan ruffled peplum fuchsia, sepan plisket panjang serta kerudung rawis saudia segi empat. Lalu Rumaisha bersama bundanya yang bernama Ningrum. Wanita berkacamata frameless yang berpotongan tubuh mungil itu pun tak kalah cantiknya dengan balutan abaya crinkle serta khimar dua layer berwarna cokelat susu dan kuning gading.
Ketiga ibu-ibu berhijab itu sejenak saling sapa satu sama lain dan tak lupa bercipika-cipiki.
“Oh, jadi ini keponakannya, ya, Jeng Fira,” kata Ningrum ketika perhatiannya tertumbuk pada anak berseragam SMA di sebelah Shafira.
“Ya, iya, Jeng. Ini Kenzie, keponakan saya. Anaknya Adib.” Shafira memperkenalkan Kenzie yang segera menyambut salam perkenalan dengan bundanya Rumaisha disertai anggukan dan senyuman kecil.
“Ganteng, ya.” Pujian dibalaskan Ningrum tanpa berhenti berdecak, seolah anak laki-laki di hadapannya adalah model casting iklan sabun cuci wajah yang bisa mengangkat kotoran dan minyak berlebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
Teen Fiction[COMPLETED] Young Adult | Religi | Romantic Comedy Mulanya Rissa si cewek tomboi itu benar-benar risi ketika harus mengubah penampilannya dengan berhijab demi memenuhi janji di hari ulang tahunnya yang tepat menginjak angka tujuh belas. Esensi berhi...