Sepuluh tahun lalu ....
Rumah Sakit Universitas Lentera Diwangtara
Plester yang diberikan Ava sudah menutup rapat luka gores di lutut kanan Rissa akibat terjatuh dari ayunan tadi. Saat ini Rissa masih duduk di salah satu kursi taman yang disediakan pihak pengelola Taman Haruka. Kedua kakinya yang tidak sampai menyentuh tanah dibiarkan berayun-ayun sembari di dalam otaknya memutar kembali ingatan pertemuannya dengan Ava. Setiap mengingatnya, entah kenapa bibir Rissa seperti tidak bisa berhenti tersenyum.
Rissa mengedikkan bahu ketika ia tersadar sudah cukup lama meninggalkan aula auditorium tempat mamanya dan rekan-rekan kerjanya di rumah sakit ini masih mengikuti acara family gathering. Mungkin sebaiknya Rissa kembali saja ke sana sekarang. Takut kalau mamanya mencari, walaupun sebelumnya Rissa sudah izin mau main ke taman.
Akan tetapi, suasana adem di sekitar taman yang disemiliri angin dari celah dedaunan pohon peneduh masih membuat Rissa betah untuk tinggal. Ah, sebentar lagi saja ia menemui mamanya. Toh, Rissa pikir acara itu pasti juga belum selesai.
Indra penglihatan Rissa menjelajahi pemandangan asri taman yang terbentang di depannya. Siang ini di bagian taman yang berdekatan dengan paviliun rawat inap maupun gedung D instalasi rawat jalan dan unit rehabilitasi medik itu terbilang cukup sepi. Hanya sesekali saja terlihat orang-orang—entah itu pembesuk maupun staf medis—yang melewati pedestrian di depannya. Sepoi angin kembali bertiup. Suara lembutnya seakan berduet dengan gemericik air dari pancuran bambu jungkat-jungkit yang disertai bunyi tik tok khas shishi odoshi tersebut.
Di dekat kolam air mancur itu pula ada sekawanan empat anak laki-laki yang tengah asyik bermain bola. Melihat anak-anak itu saling berebut kesempatan menguasai bola dengan men-drible, mengejar, hingga menendang, jadi mengingatkan Rissa dengan geng teman laki-lakinya. Saat ini mungkin mereka juga sedang asyik bermain benda bulat itu di tanah lapang belakang rumah Koh Aceng. Tiba-tiba Rissa jadi sebal sendiri karena tidak bisa ikutan. Padahal ia striker utama di timnya.
Beralih dari sekumpulan anak laki-laki yang riuh bermain bola itu, Rissa melihat ada seorang anak laki-laki lain di sisi seberang air mancur. Anak laki-laki sepantaran usianya itu terlihat menyendiri tanpa berminat ikut bermain bola. Wajar saja, bagaimana dia bisa bermain bola sedangkan dirinya saja berada di atas kursi roda. Rissa menebak anak laki-laki itu salah satu pasien di rumah sakit ini jika dilihat dari baju pasien yang dikenakannya.
Seakan abai dengan sekitarnya, anak laki-laki yang juga menutupi kepalanya dengan topi rajut itu hanya tampak sibuk memotret objek di depannya dengan sebuah kamera instan.
❤
Hasil bidikan kamera polaroid yang mengabadikan objek pancuran bambu dengan ikan-ikan koi di dalamnya itu ditatap puas Kenzie. Sekarang ia ingin mengambil spot bunga lotus. Namun, sepertinya Kenzie harus maju sedikit jika ia ingin mendapatkan angle yang bagus untuk memotret bunga lotus itu.
Kenzie pun mendorong pelan kursi rodanya ke depan. Ya, sepertinya ia harus terbiasa menggunakan alat bantu mobilisasi itu selama kakinya masih membutuhkan fisioterapi agar bisa berfungsi lagi dengan normal.
Usai prosesi pemakaman Jid Wahid, Kenzie dan babanya masih tinggal selama beberapa hari di Semarang. Rangkaian ucapan belasungkawa masih berdatangan dari para keluarga, kerabat dekat, maupun relasi bisnis Hanggara Group. Babanya juga tidak mungkin membiarkan kakak perempuan satu-satunya kerepotan mengurus semua itu seorang diri. Ditambah lagi mereka juga harus mengurus masalah pewarisan bersama notaris Jid Wahid.
Sehari sebelum penerbangan kembali ke Dubai, Kenzie, babanya, dan Ava memutuskan untuk jalan-jalan membeli es krim dan bermain Timezone di salah satu mal yang ada di Semarang. Kenzie senang sekali karena ia berhasil menang banyak dari Ava atas beberapa game yang mereka mainkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
Teen Fiction[COMPLETED] Young Adult | Religi | Romantic Comedy Mulanya Rissa si cewek tomboi itu benar-benar risi ketika harus mengubah penampilannya dengan berhijab demi memenuhi janji di hari ulang tahunnya yang tepat menginjak angka tujuh belas. Esensi berhi...