Jadi, pada akhirnya tidak akan sesuai ekspetasi. Awal yang dirancang sebaik mungkin akan kalah dengan rancangan Tuhan yang memang baik untuk kita. Impian dan harapan kita terhadap akhir yang bahagia malah sebaliknya diputar oleh Tuhan dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran. Memang, aku pernah ingin menentangnya. Rasanya tidak ikhlas jika hubungan dibentuk dan dipertahankan jika akan goyah dan hancur hanya karena perasaan egois atau keras kepala. Sepandai-pandainya aku menyabarkan diri terhadap sifat jelek seseorang, pasti akan aku juga akan muak dan memilih berhenti dari pada tidak dihargai.
Jujur, aku benci itu. Seolah-olah apa yang telah aku perjuangkan sedemikian rupa hanya berakhir sia-sia tanpa balasan yang baik. Karena bagiku, dalam hubungan ini, aku tidak merasakan bahagia, justru selalu terluka setiap menyayangimu. Mengapa itu bisa terjadi? Apa kamu tidak bisa membuatku bahagia sedikitpun? Pernah. Aku masih ingat sekali. Aku bahagia kamu tersenyum. Aku bahagia kamu menyapaku. Aku juga bahagia jika kamu membalas pesanku dengan cepat. Tapi, semua tidak berlangsung lama. Waktu mengubah segalanya. Dan aku selalu benci itu.
Lalu pada akhirnya, kita tak bisa bersama. Semua sudah diatur dalam skenario Tuhan yang mungkin seharusnya aku tak menentangnya. Aku tahu Tuhan masih baik denganku, sehingga hatiku tak selalu dipatahkan olehmu. Terima kasih atas semuanya. Aku mundur, melepasmu untuk mencari kebahagiaanmu sendiri, walaupun aku tak tahu bagaimana nantinya aku tanpamu.
- 2.00p.m
KAMU SEDANG MEMBACA
Today.
PoetryAku menyudahi segalanya. Baik tentangmu, maupun tentang kita. Karena kita sudah selesai. Tak ada lagi cerita yang mengisahkan tentang kita dalam bab baru. Aku melepasmu pergi dengan yang lain. Terserah kamu mau berbuat bagaimana, yang penting aku me...