Penikmat

100 5 1
                                    

Kita berada dalam satu ruangan. Beradu argumen semata, saling berceletuk untuk bersenda gurau, menertawakan hal lucu, dan saling membuka sikapnya masing-masing. Seolah-olah kita berada dalam satu dunia yang baru, yang hanya berisi aku dan kamu.

Kita berada dalam jarak yang dekat. Cukup dekat, mengingat bahwa jarak terdekat kita adalah ketika kita berpapasan—aku sendiri, sementara kamu berjalan beriringan tidak sendiri.

Setelahnya berakhir, senyumku tak sempat aku tenggelamkan. Aku terlalu dalam menikmati tawamu yang bukan untukku. Aku terlanjur jatuh dalam lirikan bola matamu yang tak sengaja aku tangkap. Aku terlalu terbang jauh dalam dunia nyata ini, mengingat matamu yang sipit ketika tersenyum.

Lalu akhirnya, aku sempat untuk menenggelamkan senyumku. Rasanya tak pantas tersenyum hanya karena aku berhasil menikmati senyummu secara dekat, nyata, tak hanya angan-angan. Apalagi ketika realita menamparku dengan keras. Menyadarkanku bahwa aku hanya penikmat senyum mu yang tak ketara, bukan penghasil senyum yang aku nikmati itu. Bahwa aku hanya penikmat dalamnya lirikan matamu yang tak ketara, bukan tujuan bola matamu terarah. Bahwa aku hanya penikmat sosokmu yang tak ketara, bukan seorang yang bisa kamu ajak jalan beriringan.

—10.45pm

Today.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang