Kamu tahu, rasanya baru kemarin perkenalan kita terjadi. Ternyata itu sudah lama. Hingga banyak fase yang kita lewati. Termasuk fase dimana aku mengetahui kebenaran bahwa ada seseorang di balik punggungmu. Iya. Dia kekasihmu.
Awalnya ku kira tak apa. Tak apa jika kita hanya berbalas pesan singkat yang ujungnya tak bermakna. Tapi kini berbeda. Rasanya tak wajar bagiku untuk meneruskannya. Pesanku yang selalu kau balas cepat menumbuhkan sesuatu dalam diriku. Apalagi ketika kamu menceritakan keseharianmu padaku, sungguh. Aku sempat memiliki rasa yang aneh terhadapmu.
Rasanya senang bisa mengenalmu—tanpa memandang siapa yang sedang bersamamu. Kamu menceritakan keluh kesahmu terhadap dunia yang lucu ini. Contoh saja tadi. Kamu mendumal karena pizza yang kamu beli terlalu kecil untuk ukuranmu yang belum makan nasi. Lalu kamu membuat tekad untuk membeli yang jumbo esoknya. Kemudian, beberapa jam setelahnya, aku tak sengaja melihat story-mu. Entah mengapa, perasaan ini muncul. Perasaan kecewa, sedih? Aku tak tahu mengapa perasaan itu bisa mampir di indera perasaku.
Ada kenyataan baru yang aku tahu. Kamu mendumal padaku soal pizza, sementara kamu menikmati pizza itu dengan kekasihmu. Jadi, bagaimana? Lalu, untuk apa kamu mendumal padaku? Untuk apa kamu menceritakan tekadmu yang ingin makan pizza jumbo padaku kalau kamu akan menikmatinya dengan kekasihmu? Mengapa aku ada diantara kalian?
Pikiranmu susah aku tebak. Jalan pikirmu rumit. Termasuk menuntunku untuk masuk ke dalam duniamu. Lantas, untuk apa menuntunku masuk ke dalam duniamu yang sudah ada orang lain yang menempatinya? Mengajakku kenalan dengan dia? Untuk apa? Pizza itu menjadi bukti. Semacam perantaramu, mungkin?
Maka, cukup di sini. Aku tak ingin terlalu larut, karena cukup rawan bagi hati ini. Terima kasih telah menuntunku ke dalam duniamu yang sudah terisi itu. Tak perlu kamu antar aku pulang, aku akan memapah langkahku sendiri. Tak apa lambat. Yang penting ku kembali sendiri dan kamu pergi ke duniamu sendiri.
—1.55am
KAMU SEDANG MEMBACA
Today.
PoetryAku menyudahi segalanya. Baik tentangmu, maupun tentang kita. Karena kita sudah selesai. Tak ada lagi cerita yang mengisahkan tentang kita dalam bab baru. Aku melepasmu pergi dengan yang lain. Terserah kamu mau berbuat bagaimana, yang penting aku me...