Kamu tahu? Aku pernah dengan percaya diri menuliskan semuanya, soal perasaan yang telah aku pendam untuk beberapa waktu yang terbilang lama, teruntuk kamu, melalui rangkaian pena dan kertas putih yang sudah kusam. Lalu, aku mengirimkannya lewat tukang pos yang hanya tersenyum heran ketika aku menyerahkan amplop itu kepadanya. Tapi, ia menolaknya.
Katanya, harus aku yang memberikannya langsung padamu. Katanya, ia tidak bisa menyampaikan sebuah perasaan. Pekerjaannya bukan hanya untuk penghantar antara dua belah pihak yang mengatasnamakan perasaan. Bukan.
Aku hanya tersenyum sembari mendunduk. Aku bepikir, jika aku terlalu percaya diri menuliskannya semua dalam sebuah rangkaian kata, seharusnya aku juga berani mengutarakannya langsung, tanpa perlu repot-repot menghabiskan tinta. Lalu, aku berani mencoba.
Aku berdiri, memantung di depanmu. Kamu yang masih heran dengan kehadiranku terus menatap bola mataku. Aku tak bisa berkutik. Namun hatiku terus menjerit. Akhirnya, aku mengutarakannya, menyampaikan seluruh cintaku padamu, lalu tanpa segan aku memberikan hatiku sepenuhnya. Tepat di depan mataku, kamu menerimanya. Tepat di depan mataku juga, kamu mengembalikan hatiku kembali.
Sejenak aku berpikir. Apa salahku? Apa salahku hingga kamu menolaknya dengan sigap. Aku pikir cinta yang aku berikan terlalu rumit untuk kamu pahami. Lalu, esoknya aku mengubahnya. Aku mengubahnya menjadi cinta yang sederhana, lalu ku kirimkan kembali untukmu. Namun, kamu tetap menolaknya.
Kini, aku mengerti. Aku yang salah. Aku yang salah menerka perihalmu. Aku yang salah menerka perasaanmu yang memang bukan untukku. Aku menginginkan kamu memiliki hati yang aku berikan untukmu. Namun nyatanya kamu tidak menginginkannya. Ini salahku.
-16 : 56
KAMU SEDANG MEMBACA
Today.
PuisiAku menyudahi segalanya. Baik tentangmu, maupun tentang kita. Karena kita sudah selesai. Tak ada lagi cerita yang mengisahkan tentang kita dalam bab baru. Aku melepasmu pergi dengan yang lain. Terserah kamu mau berbuat bagaimana, yang penting aku me...