Barisan Paling Belakang

76 8 0
                                    

Mari kita bercerita kali ini. Tentang pertemuan singkat kita, yang kini menjelma jadi pertemuan yang tak ingin aku alami waktu itu.

Dulu, kita bertemu tanpa sengaja. Lewat pesan singkat, kemudian merajalela hingga sekarang. Jika kau lupa, maka aku akan mengingatkannya.

Tanpa sengaja, aku berdiri di barisan paling belakang ketika sekolah mengadakan acara pagelaran. Mereka semua antusias menyambutnya, kecuali diriku. Kemudian, kamu datang di sebelahku, bertanya mengapa aku berdiri di sini, tidak di depan seperti yang lainnya. Aku menjawab, aku tidak suka keramaian. Mulai dari situ, perjalanan kita dimulai.

Pesan darimu muncul di layal ponselku. Dari pertanyaan basa-basi, hingga sampai pada pertanyaan yang tak lazim untuk teman. Kamu menanyakan bagaimana kabarku, padahal kamu tahu, aku selalu baik-baik saja. Kamu menayakan soal jam makanku, jam tidurku, jam lesku, hingga kamu hapal rutinitasku sehari-harinya. Hingga tiba saatnya, pesanmu menjadi hal yang aku tunggu setiap saatnya.

Waktu berlalu, perasaanku tumbuh. Walau hanya secuil, tapi cukup untuk menentang bahwa aku tak menyukai kehadiranmu. Justru sebaliknya. Kamu menjadi semangat ku untuk berangkat sekolah. Aku selalu mencarimu dimana pun aku berada. Bahkan di dalam mimpi, aku mengharapkan kehadiranmu di sana. Perjalanan kita lumayan panjang, hingga tiba pada saat yang aku benci.

Kamu, tak sejalan denganku.

Aku pikir kita menikmati perjalanan yang lumayan lama ini bersama. Kita berjalan seiringan, kamu merangkulku, menuntunku berada di jalan yang tepat, menggenggam tanganku agar kita tak tersesat. Tapi, bukan demikian yang terjadi. Kamu berjalan sendiri, sementara aku hanya mengikutimu. Kita tak selangkah. Kita tak seiring jalan. Kita tak satu hati.

Hingga aku menyesal, mengapa aku berada di barisan paling belakang waktu itu.

—10.00pm

Today.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang