Yang aku bilang, aku tak peduli pada statusmu dengan dia, maaf. Nyatanya aku peduli.
Kamu menawarkan cerita padaku dipenghujung malam. Kamu memberi secangkir cokelat panas dikala angin merasuki tubuhku. Kamu menyuguhi berbagai canda saat senyumku tak bisa terukir. Kamu juga menuntunku untuk masuk ke dalam duniamu yang tak pernah aku kenali. Tapi, esoknya aku kembali melihatmu dengannya lagi. Berdua, berjalan beriringan. Aku berdiri memandangmu yang berdiri tanpa memandangku. Aku mengamati semuanya sampai menerka apa maumu selama ini.
Bahkan ketika aku berusaha sekeras mungkin untuk tidak peduli dengan siapa yang ada di sampingmu, aku tak bisa. Rasa yang meluap ini semakin meluap karena sisipan rasa kecewa atas apa yang kamu tunjukan padaku memang bukan untukku. Kamu hanya menahan kepergianku dengan perlakuanmu yang menjadikanku rumah belaka. Maka pertanyaan yang tepat adalah, untuk apa aku ada diantara kamu dan dia?
Jika rasamu bukan untukku, seharusnya tidak begini. Seharusnya kamu tak perlu memperhatikan apa yang aku lakukan setiap jamnya. Kamu tak perlu mengingatkanku berbagai hal yang membuatku sakit. Kamu tak perlu menyiapkan tisu saat air mataku tumpah. Kamu tak perlu memayungiku ketika ribuan masalah menghujaniku. Kamu tak perlu menawarkan sebaris cerita yang tak ada aku di dalamnya. Kamu tak perlu menuntunku masuk ke dalam duniamu, karena aku tak akan pernah ada di dalam duniamu atau sekenario yang kamu buat.
Maka jawaban tepat yang aku terka adalah; kamu menjadikanku halte pemberhentian sementara.
—4.40pm
KAMU SEDANG MEMBACA
Today.
PoetryAku menyudahi segalanya. Baik tentangmu, maupun tentang kita. Karena kita sudah selesai. Tak ada lagi cerita yang mengisahkan tentang kita dalam bab baru. Aku melepasmu pergi dengan yang lain. Terserah kamu mau berbuat bagaimana, yang penting aku me...