Bagian 21 - Penyiksaan

6.3K 394 1
                                    

Bam!

Mama menutup pintu taksi dengan kencang. Kirana yang masih ada di dalam langsung meminta maaf ke pengemudi. Untungnya si pengemudi tidak mempermasalahkan kelakuan Mama tersebut.

"Ma, jangan kaya gitu ya. Kasian supir taksinya. Kalau mobilnya rusak gimana?" Kirana menasihati.

Namun Mama tak mendengar, ia malah terus mengedarkan pandangannya dan mendapati Ayah yang sedang berjalan sambil melakukan panggilan telepon.

"Sayang!" Mama langsung pergi menghampiri, membuat Kirana hanya bisa menghela napas.

"Akan saya hubungi lagi," Ayah mematikan teleponnya.

"Sayang! Sayang!" Mama merajuk kesal.

"Kirana," Ayah menyapa anaknya yang berjalan mendekat.

"Hana sudah benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia datang ke rumah sakit dengan seorang pria yang mengaku sebagai walinya? Anak itu sudah melewati batas!"

"Hana? Pria? Kirana... apa maksudnya?" tanya Ayah karena ia hanya di telepon untung datang ke rumah sakit.

"Kirana tidak bilang? Ini tentang Hana, dia ada di UGD rumah sakit ini!" Mama menjelaskan dengan menggebu-gebu.

"Seorang perawat UGD menghubungi ke rumah dan mengatakan ada seorang pria yang mengaku sebagai wali Hana datang membawanya ke UGD. Pria itu mencurigakan sehingga perawat harus melakukan panggilan konfirmasi!" lanjutnya.

Ayah terpancing mendengarnya. Tidak disangka bawa anak perempuannya akan semakin tidak terkendali seperti ini.

"Tapi, Yah--" Kirana berbicara, "--bukankan kondisi Hana lebih utama saat ini? Jika dia berada di UGD dia pasti mengalami hal yang serius."

"Tidak, Kirana. Kamu tidak tahu adik kamu yang sebenarnya. Dia penuh dengan tipu muslihat! Dia sering berbohong! Jika dia masuk UGD sudah pasti karena dia hamil dan saat dia berusaha menggugurkan kandungannya dia mengalami pendarahan!"

"Mama! Kamu jangan berbicara sembarangan!" Ayah merasa perkataan istrinya mulai tak terkontrol.

"Sayang, aku mengatakan sesuai fakta," Mama kemudian mengambil sesuatu dalam tasnya.

"Lihat! Ini adalah obat-obatan yang dikonsumsi Hana akhir-akhir ini. Dia tidak pernah keluar dan jarang makan, meskipun begitu dia tidak mengalami penurunan berat badan. Aku tau sayang, karena aku yang melihatnya setiap hari!" lanjutnya.

Ayah melihatnya, ada empat bungkus obat dengan warna putih, merah muda dan kuning. Ia tidak mau mempercayainya, namun di bungkus obat itu dengan jelas tertulis nama Hana. Ayah geram, ia langsung naik pitam.

"A-ayah..." Kirana mencoba mendinginkan suasana.

Tapi Ayah tidak peduli, ia langsung pergi menuju UGD diikuti Mama dan Kirana yang sekarang kekhawatirannya semakin bertambah.

Pintu otomatis terbuka, Ayah dan keluarganya langsung masuk tanpa bertanya.

"HANA...!" teriak Ayah.

Dokter Tari yang sedang mengisi laporan medis langsung menghampiri Ayah.

"Bapak, mohon untuk tidak berteriak di ruang UGD ya," ucapnya.

"HANA! HANA!" Mama ikut berteriak.

"Jika kalian tidak bisa mengikuti peraturan, saya minta kalian untuk keluar sekarang," Tari bersikap tegas.

Kirana menyentuh lengan Tari, "Ahh.. maaf dok, tapi apa ada pasien yang bernama Hana? Saya kakak Hana, dan mereka ada kedua orangtua Hana--" tapi omongan itu terhenti manakala Ayah dan Mama sudah lebih dulu menemukan Hana yang tertidur di ranjang nomor tujuh.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang