Bagian 23 - Jangan Pernah Pergi

6.7K 382 0
                                    

Ini sudah melewati tengah malam, namun Ryuji masih belum mendapatkan kabar mengenai keberadaan Hana. Ia bahkan tidak bisa tidur, yang ia kerjakan sejak tadi pun hanya membuat teh lagi dan lagi. Asbak yang ada di meja pun sekarang sudah penuh dan ia tidak tahu lagi harus melakukan apa.

Ryuji kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Takiro yang tentu saja langsung diangkat.

"Ya, Ryuji-sama," jawab Takiro.

Sembari mengambil jaket dan juga kunci mobil, ia memberi perintah.

"Saat ini juga, berikan aku nomor ponsel Dokter Tari Spesialis Kejiwaan di rumah sakit itu," dan ia mematikan panggilan.

Takiro mengerti, ia langsung bergerak cepat. Tak butuh satu menit, ia sudah mendapatkan apa yang Ryuji inginkan dan langsung ia kirim melalui pesan singkat.

Ryuji sendiri tak butuh waktu lama untuk dapat sampai ke Rumah Sakit Mentari, jalanan sudah lengang dan sepi, maka ia pun dapat melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.

Bam!

Ia membanting pintu mobil dan berjalan memasuki rumah sakit. Ia kemudian memanggil nomor yang sudah Takiro berikan.

"Saya perlu bantuan anda sekarang. Temui saya di ruang monitor," jelasnya.

Tari yang sedang bersiap pulang di ruang loker merasa bingung. Ia sama sekali tidak mengenal nomor yang menghubunginya, terlebih suara itu begitu asing.

"Tentu ini bukan profesor," gumam Tari.

Namun ia tak mengambil pusing, ia segera menggantung jas dokternya, mengambil tasnya, lalu pergi ke ruang monitor.

"Ah, Tari," sapa seorang dokter temannya yang berpapasan.

"Ya?" balas Tari.

"Kamu udah mau pulang?"

"Ada apa memang?"

"Direktur tadi mencarimu, ia mendengar kejadian tadi siang dan ingin mendengar penjelasannya," jelas temannya.

"Dia masih ada di ruangannya?"

"Baru saja pulang, lebih baik kamu bertemu dengannya besok."

"Besok?" Tari memajang wajah malas, "Aku tidak bisa, besok waktu liburku, dan aku tidak mau diganggu."

Temannya melongo, heran dengan keberanian Tari menolak bertemu dengan direktur. Tari pun permisi pergi, namun ia meninggalkan pesan ke temannya itu.

"Bilang ke direktur, aku akan menemuinya lusa. Jika dia tidak sabar, dia bisa menemuiku di rumah. Telepon dan aku akan memberikan alamatnya."

Temannya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Untung aku tidak jadi mengambil spesialis kejiwaan, sudah aku duga itu akan membuat dirimu sendiri menjadi gila," gumamnya.

*****

Tak. Tak. Tak.

Leon tak henti-hentinya berusaha mencari keberadaan Hana. Namun hasilnya nihil. Terlebih ia saat ini sedang marah, membuatnya semakin buruk.

Sepulang dari kantor polisi, ia langsung pergi ke rumah Hana untuk menemui Kirana. Tapi yang menemuinya malah Ayah Hana, dan ia langsung diberikan kata-kata kasar. Bahkan jika ia tidak mengelak, ia bisa saja terhempas ke susunan pot yang ada di belakangnya karena Ayah Hana memaksanya untuk pergi.

Kirana yang keluar pun tidak melakukan apa-apa meskipun itu hanya satu permintaan maaf. Ia malah ikut menyuruh Leon pergi dan menarik Ayahnya masuk. Meninggalkan Leon dalam kemarahan besar.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang