Tok. Tok. Tok.
"Masuk."
Mommy masuk dan langsung menghempaskan dirinya ke atas kasur. Ia duduk seraya memandang anaknya yang sibuk memperhatikan ponsel yang tidak ia kenal.
"Punya siapa?" Mommy bertanya.
"Punya Hana," singkat Leon.
"Loh? Kok sama kamu?"
"Sejujurnya... Dia menghilang, Mom," Leon akhirnya mengatakan apa yang terjadi.
Tapi Mommy tidak percaya, "Kamu bercanda aja, Dit. Mana mungkin perempuan sepintar Hana menghilang. Kalau dia diculik pun Mommy yakin dia bisa kabur dengan selamat."
Leon bangkit dari kursi dan duduk di lantai, berhadapan dengan Mommy.
"Mom, Dita serius."
Mommy terdiam. Sudah sekian lama ia mendengar anaknya menyebut dirinya sendiri sebagai Dita, nama panggilan yang tidak ia sukai. Hari ini dia kembali menyebutnya, pertanda bahwa dia memang benar-benar serius.
"Apa yang seharusnya aku lakukan? Hana adalah korban kekerasan pada anak oleh keluarganya sendiri. Dia tidak pernah mengatakan padaku secara langsung, tapi aku sangat tau yang terjadi. Dia tidak pernah menangis atau meminta bantuan. Ketika aku ingin membantunya, dia pergi. Aku tidak tau dimana dia atau kemana dia pergi."
Mommy menatap mata yang merefleksikan kesedihan, kecemasan, dan kerinduan mendalam tersebut. Ia sangat tau bahwa kali ini Leon merasa dirinya sangat tidak berguna.
"Dita... Ada banyak alasan Hana tidak mau cerita. Kalau apa yang kamu katakan benar, maka Hana pasti merasa tidak ingin menaruh bebannya pada kamu. Mommy tau, kamu merasa tidak berguna. Tapi, hei! Kamu melakukan yang terbaik yang kamu bisa sekarang. Jadi kenapa kamu harus merasa terpuruk? Ini bukan anak Mommy. Dita yang Mommy tau, ga akan pernah menyerah."
"Mom, jika aku meminta, apa Mommy akan mengiyakannya?" Leon bertanya.
Mommy curiga, "Mommy tidak akan mengizinkan ide yang buruk, oke?"
Leon tersenyum, "Aku akan menjemputnya. Apa dia bisa tinggal di sini? Apa Mommy bisa melindunginya?"
"Apa maksud kamu, Dita? Mommy sama sekali ga ngerti."
"Aku tau Hana ada dimana, Mom. Aku bakal jemput dia. Masalahnya, setelah itu dia akan tinggal dimana? Aku gamau biarin dia balik lagi ke rumahnya. Kandang itu tidak memilikinya, Mom. Dia pantas until bebas. Aku mau Mommy ngizinin dia tinggal di sini, dan beri dia perlindungan. Apa Mommy bisa mengatakan iya?"
Mommy mengulurkan tangannya, membelai rambut kepala putra satu-satunya. "Kamu mencintainya?"
Leon mengangguk ragu.
"Kenapa kamu tetap meragu? Dapatkan dia sebelum terlambat."
"Ga semudah itu, Mom. Selama lima tahun aku sahabatan sama dia. Mulai dari hal lucu, sedih, aneh; kita semua jalanin. Aku gamau tiba-tiba bilang cinta dan ngebuat Hana ngejauh."
Mommy menghela napas, "Kamu pikir Mommy sama Daddy dulu kaya gimana? Kami ketemu di kasus pembunuhan dimana pelakunya itu mafia internasional. Kasus itu sulit, bahkan seorang BIN seperti Mommy harus terjun dan kerja sama Daddy-mu."
"Daddy itu tampan dan cerdas. Teman-teman Mommy semuanya memuji-muji dia. Tapi Mommy sih engga. Boro-boro ngelirik, yang Mommy pikirin waktu itu cuma kerja dan berprestasi. Tau kenapa? Karena Mommy mau buktiin ke orang-orang yang ngeremehin Mommy, kalau Mommy ini bisa. Goal Mommy pun saat itu jadi Kepala Penyelidikan Khusus. Ya jadi ketika temen-temen Mommy sibuk tebar pesona, Mommy malah sibuk ngurusin kasus."
Pffttt...
Leon mendadak menahan tawanya namun tidak bisa. "HAHAHAHAHA...!"
"Kok malah ketawa?" heran Mommy.
"Mommy dulu diremehkan gara-gara blo'on ya? Ahh... jadi Leon blo'on gara-gara Mommy toh."
Bhuk!
Kesal, Mommy menjitak kepala putranya. Ia tersenyum mengerikan membuat Leon langsung memohon ampun.
"Huh! Mommy itu cerdas tau! Paling tercerdas diantara anggota BIN lain!"
Leon memberikan tanda peace, "Oke, oke... Leon percaya."
"Nih... karena Mommy cerdas, keluarga dan orang disekitar Mommy bilang kalau Mommy cocoknya jadi dokter. Sudah pasti sukses tujuh turunan, persis kaya kakek kamu. Ya tapi Mommy ga mau, Mommy bosan belajar terus, belum lagi pendidikan yang lama. Ngebayangin aja udah bisa bikin migrain!"
Leon setuju, "Tapi Mom... Jadi anggota BIN kan juga belajar? Pendidikan juga lama kan?"
Mommy tersenyum lebar, "Oh tentu. Tapi kan ada keseruannya. Kamu bakal belajar sesuatu yang rahasia, semua orang ga ada yang tau. Kamu diajarin bikin rahasia, baca rahasia orang, ngasih rahasia ke orang lain. Pokoknya semua rahasia. Jadi, Mommy lebih suka jadi BIN."
Leon memandang takut ke arah Mommy, ia rasa Mommy ini mengerikan. Bagaimana mungkin sesuatu yang rahasia dianggap seru?
"Terus Mommy satu tim sama Daddy. Saat itu Mommy cuma temenan biasa aja. Eh ternyata Daddy kamu baper, ujung-ujungnya ngejar Mommy terus. Padahal dia jarang pulang ke Indonesia waktu itu, sekalinya pulang dia bakal ke kantor Mommy dan ngasih selongsong peluru kosong."
Leon menyerngit, "Hah? Selongsong peluru kosong? Buat apa?"
"Daddy bilang, "Ini peluru yang aku pakai buat ngedapetin penjahat. Aku kasih kamu biar kamu tau kalau aku bakal terus berusaha buat ngedapetin kamu." Ya lucu dong, masa Mommy dikasih kaya gitu. Bekasan pula. Tapi teman-teman Mommy histeris, bilang kaya Daddy romantis banget. "Aaaa...!!! HANDOKO! HANDOKO! HANDOKO! AKU MAU JUGAAA...!" Langsung Mommy ninggalin si Daddy, "Kamu jualin aja itu semua ke tukang loak!" kata Mommy sebelum pergi."
"Terus kamu tau? Daddy benerin jual selongsong peluru itu ke tukang loak, terus duitnya dikasih Mommy. Itu ya Dit, bos-bos Mommy cuma senyum-senyum aja liatnya. Padahal kantor BIN ga bisa sembarangan di masukin, tapi Daddy baru sampe depan aja, sama penjaga langsung disuruh masuk. Gila ga sih?!"
Leon mendengarkan seraya menahan senyumnya. Ia bahagia mengetahui bahwa kedua orang tuanya memang sudah ditakdirkan bersama dengan usaha keras sang Daddy.
"Terus reaksi Mommy gimana pas dikasih duit?" tanya Leon.
"Ya Mommy simpen aja, abis Daddy keras kepala banget! "Manda, kamu simpan uang ini. Kalau kamu buang, aku akan terus kasih sampai kamu mau nyimpen uang ini." Mommy iyain aja, mungkin Daddy kamu takut nabung di bank kali, jadi alasannya dia aja baper, aslinya mah dia nabung sama Mommy."
Leon mengangkat tangannya, "Tunggu sebentar. Kalau ceritanya kaya gini, gimana Mommy bisa nikahin Daddy?"
"Hampir setiap hari Daddy kamu nembakin orang. Satu atau dua peluru pasti dia tembakin, dan itu dia kumpulkan semua terus dijual, abis itu dikasih ke Mommy uangnya. Harganya lumayan, sekitar seratus sampai tiga ratus ribu tergantung jenisnya. Seminggu sekali Daddy dateng setor uang mulai dari satu juta sampai tiga juta. Dalam sebulan, Daddy berhasil ngumpulin lima juta sampai sepuluh juta."
"Mommy terkejut aja sih, Daddy kamu bisa kaya gitu. Terus satu tahun kemudian, Daddy datang sambil bawa selongsong peluru khusus yang terbuat dari emas. "Manda! Aku bawa selongsong peluru kosong dari emas!" Mommy cuma sinis, "Bekas nembus jantung siapa itu?" "Jantung aku!" Dah... Dit, Mommy ga kuat sama kegilaan Daddy kamu."
"Tapi Mommy ikutin aja gilanya, "Emang siapa yang nembak?" Jawaban Daddy langsung bikin diam satu lantai, "Kamu, Manda!" Hahaha ga lucu banget kan?"
°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° •.•°•.•°•.•°•.•°
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Old Man is Mine [INDONESIA]
RomanceJudul: Old Man is Mine - Buku 1 [INDONESIA] Seri: Old Man is Mine Bahasa: Indonesia Rekomendasi Usia: 18 tahun ke atas °•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° •.•°•.•°•.•°•.•° Hana Naomi Sachie adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang hidup di tengah keluarga yang...