Bagian 26 - Mimpi yang Panjang

7.1K 410 4
                                    

"Kamu menjijikan, Hana."

Perkataan itu menggema terus-menerus. Hana terjatuh, dia memandang ke atas dan melihat semua warna putih perlahan berubah menjadi hitam.

"Kamu sekarang bukan lagi bagian dari keluarga Sachie!"

Suara terdengar kembali. Hana memposisikan tubuhnya bagai bayi dalam kandungan, tangannya pun ia gunakan untuk menutup telinganya.

"Kamu cuma anak tidak tau diri yang hanya bisa memalukan keluarga."

"Tidak!!!" teriak Hana.

"Jangan pernah anggap Ayah, Mama, atau Kirana keluarga kamu."

"Pergi! Pergi! TINGGALKAN AKU SENDIRI...!" Ia menangis.

"Sekarang, kamu bukan siapa-siapa!!!"

"Aaaakkkkhhhhh...!!! Hentikan! Tidak! Tidak!" ia meracau dalam ketakutan.

*****

Ryuji terus membakar rokok yang ia miliki, pikirannya kali ini entah berada dimana. Namun yang jelas, ia tidak bisa mengalihkannya selain pada Hana.

"Ceh! Gadis itu!"

Ia membuang asap dalam mulutnya, dan memperhatikan bagaimana mereka melebur satu dalam udara.

"Apa dia bodoh? Dia seharusnya pergi dari rumah dan memulai kehidupan baru," Ryuji tersenyum sinis, "Sebenarnya dia bisa menjadi jalang yang bagus, menjual tubuhnya kepada pria kaya."

"TIDAK!!!"

Ryuji berhenti berbicara.

"Pergi! Pergi! TINGGALKAN AKU SENDIRI...!"

Teriakan itu membuatnya bangkit dan langsung berlari menuju kamarnya.

"Aaaakkkkhhhhh...!!!

Ryuji langsung membangunkan Hana.

"Hai! Bangun! Itu hanya mimpi!"

"Tidak, tidak, tinggalkan aku sendiri!" Hana memberontak, tubuhnya dipenuhi peluh keringat.

"Hentikan atau kamu bisa menyakiti dirimu sendiri!" Ryuji menahan tangannya agar jarum infus yang terpasang tidak terpasang.

"Akh!!! Akh!!!" Hana terus berteriak.

Ryuji kehabisan akal, terlebih Takiro dan Soji telah pergi.

"Aku mohon..." Hana melemah.

"Aku mohon, hentikan. Jangan salahkan aku. Hentikan. Tinggalkan aku sendiri," air matanya semakin deras.

"Hana!" Ryuji mengguncang-guncang tubuhnya namun tak ada respon.

Gadis muda ini berada terlalu dalam mimpinya. Ia tak bisa mendengar orang lain, dan ia terus merespon pada mimpi yang semu itu. Ryuji akhirnya menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Ia memeluk erat, sambil menenangkannya.

"Tenang, tenang. Kamu baik-baik saja. Aku disini. Tidak ada seorangpun yang bisa menyakitimu. Aku akan tinggal," ucap Ryuji.

"Jika kamu mau, aku akan menghajar mereka semua. Jadi tinggalkan mimpi itu dan sadarlah."

Hana perlahan membuka matanya dan mendengar semua yang Ryuji katakan.

"Kamu bisa menangis, tapi kamu tidak boleh hancur."

Kedua tangannya bergerak maju dan melingkar pada tubuh Ryuji, membuat pria itu terdiam.

"Tinggal..." lirih Hana.

"Ya... Sekarang tenanglah dan kembali tidur," balas Ryuji dan menidurkan gadis itu.

Di ranjang yang sangat besar, Ryuji memeluk Hana, begitupun sebaliknya. Gadis itu memeluk erat seperti tak ingin Ryuji pergi. Pria itu tidak mempermasalahkannya, ia membiarkan Hana melakukan apa yang ia mau.

Waktu terus berjalan, baik Ryuji dan Hana terlelap ke dalam tidurnya.

*****

Takiro dan Soji berada dalam restoran Jepang dan menikmati waktu mereka berdua. Namun Takiro masih saja duduk dengan gaya seiza walaupun Soji sudah menyuruhnya untuk rileks, karena tidak ada satupun orang lain selain dia di sana.

"Aku mengkhawatirkannya," ujar Takiro.

"Dia bukan seorang bayi," balas Soji.

"Dia belum pernah seperti ini sebelumnya."

"Setiap orang berubah. Kau seharusnya tidak meributkannya. Mungkin dia hanya ingin bermain atau dalam kasus yang buruk, dia jatuh cinta."

"Jatuh... cinta...?" Takiro terpaku.

"Apa yang kau kejutkan? Dia berada di usia seharusnya dia jatuh cinta. Ini suatu hal yang normal."

"K-kau salah!" Takiro menolak mempercayainya.

"Hei, hentikan. Kau bukan penjaga bayi. Lupakan. Lebih baik kau mencari jodohmu. Kau tidak lagi muda, oke?"

"Aku tidak akan menikah!"

"Hee? Jadi, kamu ingin seperti ketua? Kamu hanya ingin bermain dengan wanita? Aku tidak menyangka kamu seperti itu, Taki."

"Jangan katakan mengenai ketua seperti itu. Aku akui dia salah, tapi dia pria yang baik. Perhatikan kata-katamu," Takiro sedikit marah.

"Benarkah? Seorang pria baik tidak akan membuang anaknya, atau mengejarnya layaknya seorang musuh. Sebelumnya, dia sangat mencintai ibu anak itu. Tapi setelah dia dikhianati, dia menjadi seorang monster. Dia bukan pria yang baik, Taki," jelas Soji.

"Kamu seharusnya bercermin, Soji. Jika kamu mengalami sebuah pengkhianatan karena wanita yang kamu cinta. Maka kamu sudah pasti akan berubah menjadi orang lain. Kamu tidak bisa menyalahkannya."

"Aku akan seperti itu? Aku pikir tidak. Itu hanya tergantung pada diri orangnya. Aku tidak akan menjadi rendah hanya karena pengkhianatan."

Soji melanjutkan.

"Karena dia berubah. Anaknya memulai pemberontakan. Ryuji tidak mau melihat wajah ayahnya atau kembali ke Jepang. Meskipun ini adalah kampung halaman ibunya, dan tentu sakit untuk tinggal di sini, tapi Ryuji tetap memilih pilihan ini. Dia mengabaikan tanggung jawabnya untuk menjadi ketua selanjutnya."

Ia juga menambahkan.

"Pada akhirnya kau setuju dengan perkataanku, kan? Karena kau datang ke sini sendiri hanya untuk menemenainya agar dia tidak merasa sendiri."

Takiro hanya terdiam mendengar semua perkataan Soji, dia tidak mau mengakuinya namun semua perkataannya benar.

°•.•°•.•°•.•°•.•°•.•° •.•°•.•°•.•°•.•°

To be continued.

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang