Chapter 1

11.3K 559 29
                                    

Al-Qur'an Surah Al-Isra', Nomor Surah 17, Ayat 32.

***

Gadis berjilbab merah marun itu sedang melayani beberapa pelanggan di kafenya. Kafe bernuansa cerah, secerah senyuman sang pelayan kafe itu seringkali ramai didatangi mahasiswa dan mahasisiwi yang berkampus di dekat kafe bernama 'Ava's Café' itu.

Setelah melayani pelanggan kafe terakhirnya, Ava -begitulah gadis itu dikenal-menghampiri salah satu meja yang diduduki seorang gadis berwajah oriental dengan kerudung kuningnya yang membuat wajah gadis itu menjadi terlihat lebih cerah dan mempesona.

"Jangan lupa bahagia!" tukas gadis berwajah oriental itu pada Ava, sesaat setelah Ava mengambil tempat duduk dihadapannya.

"Menguatkan diri sendiri kan?" sindir Ava.

"Tentu saja menguatkanmu!" jawab gadis itu tidak terima.

"Kenapa aku? Aku sedang bahagia-bahagia saja," ucap Ava enteng dengan senyum yang seringkali menghiasi wajahnya.

"Huft ... Gimana sih, Va? Aku sudah pakai jilbab, aku sudah sholat, aku juga sudah sedekah, tapi ingatan tentang laki-laki berengsek itu tetap saja tidak bisa hilang!" Gadis dihadapan Ava akhirnya menyuarakan beban dihatinya.

Ava tersenyum sambil menyengir mendengar ucapan gadis cantik yang merupakan salah satu teman kampusnya itu. Sekarang sudah setahun setelah kelulusan mereka dari salah satu kampus bergengsi di Jakarta.

"Baru melakukannya tiga hari langsung pengen instan, memangnya kamu bersamanya hanya seminggu dua minggu, kamu kan bertahan dengan laki-laki itu selama dua tahun, Nin!" Ava mengingatkan temannya yang bernama Anin itu, wajah Anin seketika berubah menunjukkan ekspresi manyun.

"Lagipula, tiga hal yang kamu sebutkan tadi, seharusnya kamu lakukan dengan ikhlas karena Allah, bukan karena kamu pengen move on! Berjilbab dan shalat itu kewajiban, emang harus kamu lakukan tanpa embel-embel dan alasan apapun, kalau urusan move on dari cowok sih gampang, jangan diingat-ingat lagi, mending ingat Allah yang masih tetap ngasih kamu hidup sampai sekarang!" lanjut Ava sambil mengaduk-aduk teh dihadapannya.

"Kamu pasti tahu berteori adalah salah satu hal paling gampang yang bisa dilakukan manusia!" tukas Anin tidak terima.

"Memang benar, tapi aku tidak sedang berteori, aku berbicara fakta! Kamunya aja yang ngeyel masih ingat-ingat tentang dia, gimana mau move on," balas Ava.

"Ava, kamu kan tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki sepertiku! Kamu tidak mengerti bagaimana rasanya orang yang sangat kamu cintai dan kamu percayai malah mengkhianati segalanya!" Anin masih terpuruk.

Ava menggeleng-gelengkan kepala.

"Hidup ini kan rangkaian pelajaran, jadi anggap aja ini salah satu pelajaran dalam hidupmu, Allah sedang mengingatkanmu agar tidak menaruh harapan berlebihan kepada selain-Nya, karena berharap pada selain-Nya itu seringkali mengecewakan."

Anin terdiam. Dia menatap Ava dengan mata bulatnya yang berbola mata hitam indah itu. Sepertinya kata-kata Ava kali ini sedikit menggugahnya, wajahnya sudah tidak menunjukkan raut terlalu manyun seperti sebelumnya.

"Kok bagus?" tanya Anin polos.

"Apanya yang bagus?" Ava balik bertanya dengan menaikkan salah satu alisnya.

AVRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang