Apakah mungkin untuk jatuh cinta ketika semua yang kamu tahu adalah kebencian?
.
Is it possible to fall in love when all you know is hate?
.
Ava adalah seorang wanita konservatif yang tentu sangat terbiasa dengan kehidupan penuh aturan terutama atur...
Ava menutup pintu ruangannya, menguncinya dengan cepat dan segera berlari mengejar Raxel yang berjalan menuju lift. Saat itu sudah pukul lima sore. Sejak tadi dia memang tidak memiliki kesempatan bicara dengan pria itu, karena setelah kepulangan Samuel, Raxel disibukkan dengan Andriana.
Tciiittt...
Hampir saja dia terpeleset karena gesekan antara hak sepatunya dan lantai kantornya yang licin. Untungnya, dia sigap menyangga tubuhnya dengan berpegangan pada tembok dihadapannya.
Raxel yang sedang menekan tombol lift seketika menoleh ke arahnya. Pria itu memicingkan matanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya heran dengan tatapan seakan baru saja melihat orang aneh.
Ava melirik pada pria itu sebentar sebelum akhirnya dia memperbaiki posisi berdirinya sambil sedikit merapikan bajunya meski tidak ada yang berantakan.
"Pulang," jawab Ava berusaha terlihat menyakinkan.
Raxel memutar bola matanya, dia juga tahu itu.
Sebenarnya yang ingin dia tahu adalah kenapa sekretarisnya itu berlari sekencang itu di tempat yang berjarak pendek seperti lantai ruangan mereka dengan lift di lantai itu. Tapi. seakan malas meladeni Ava, dia langsung saja memasuki lift yang sudah terbuka dihadapannya.
Ava dengan cepat juga ikut masuk ke dalam lift itu, seakan jika dia tidak bergerak cepat maka pintu lift itu akan seger tertutup.
Raxel kembali melihatnya dengan aneh.
"Sebenarnya kau ini kenapa?" tanya Raxel tidak bisa menahan keheranannya. Tidak biasanya sekretarisnya bergerak cepat-cepat seperti itu.
Pintu lift tertutup.
"Aku tidak pernah punya waktu berbicara dengan anda sejak tadi..."
"Kau. Bukan anda," potong Raxel tegas.
"...ya, itulah...," lanjut Ava cepat. "...setiap saat kau sibuk dengan banyak tamu meski untuk hal tidak penting, se..."
"Tsk." Raxel berdecak sambil memainkan kedua jari tangan kanannya – ibu jari dan jari tengah – di hadapan wajah Ava sebagai tanda agar wanita itu berhenti bicara dan memperhatikannya. "Memangnya apa yang mau kau bicarakan?" potong Raxel, ekspresinya terlihat sangat malas sebenarnya.