"Kita tidak harus selalu menceritakan masalah kita kepada sahabat ataupun keluarga.
Terkadang ada masalah yang harus kita simpan sendiri tanpa diketahui siapapun."★★★★★
"Sya, ada nggak?!" tanya Lissa yang baru sampai di toilet dengan nafas tersengal.Tasya menggeleng tanpa menengok ke Lissa. "Enggak, udah gue periksa semua toilet tapi nggak ada."
"Masa? Lo udah periksa yang itu juga?" tanya Lissa lagi sambil menunjuk ke toilet wanita yang pintunya tertutup.
Seketika Tasya melongo. Tidak mungkinkan Tasya menggedor-gedor pintu itu? Sudah pasti orang di dalam sana sedang menjalankan 'panggilan alam'.
"Gila lo!"
"Nggaklah, gue waras!" seru Lissa sewot. "Cepat gedor pintunya!"
Tasya menggeleng kuat sambil menatap tajam Lissa. "Ogah!" tolaknya. Bisa hilang harga dirinya jika dia melakukan itu.
Lissa berdecak sinis. "Ck, biasanya aja lo kalau gue minta temenin ke WC lo gedor-gedor pintunya sambil teriak nyuruh gue cepat."
Tasya menyengir kuda. "Itu mah beda lagi. Kalau itu salah lo lah! Kenapa—"
"Iya-iya, gue memang selalu disalahkan! Back to topic, terus gimana sama si kunyuk?" Melihat Tasya yang mengangkat bahu membuat Lissa memutar bola mata. "Oke, gue akan buka pintu itu!"
"Caranya?"
Lissa melihat pintu toilet di depannya kemudian menatap Tasya. "Gue akan melakukan cara pertama."
"Apa?" tanya Tasya sambil memutar bola matanya, malas.
Lissa kembali melihat ke pintu toilet dengan tatapan yakin dan semangat yang membara. "Gue panggil nama Alicia dulu. Kalau dia nggak mau keluar, gue akan melakukan cara yang kedua! Lo lihat dan pelajari."
"Hm," dehem Tasya sambil menutupi kedua telinganya dengan kedua tangan guna mengurangi suara cempreng Lissa yang masuk ke telinganya.
Lissa segera menarik nafas panjang lalu berteriak. "Alicia cepat keluar! Kucing kepang cepat keluar!"
"Sudah gue duga akan gagal."
"Tenang, gue masih ada cara lain. Cara yang kedua," ujar Lissa bak seorang detektif profesional.
"Kita gedor pintu itu sambil teriakin nama Alicia. Gue yakin rencana kali ini akan berhasil."
"Kita? Lo aja kali!" tolak Tasya mentah-mentah.
"Oke!" ujar Lissa pasrah kemudian kembali menarik nafas panjang dan meletakkan kedua tangannya di pintu toilet, siap menggedor.
Dor! Dor! Dor!
"Al, keluar dong! Nggak bosan apa di toilet mulu?"
Dor! Dor! Dor!
"WOY KUCING KEPANG KELUAR ELAH!" teriak Lissa, masih setia menggedor pintu. Hingga akhirnya dia berhenti berteriak dan menggedor pintu karena kelelahan.
"Benar 'kan, gagal lagi," cibir Tasya lalu tertawa pelan.
"Lo tuh jadi temen bukannya bantuin malah ngetawain! Seharusnya lo tuh bantu gue—" Omelan Lissa terhenti saat terdengar suara knop pintu yang diputar. Mereka berdua kompak menoleh ke depan, di mana sumber suara berasal.
Ceklek
Lissa tersenyum bangga ke arah Tasya yang hanya dibalas dengan decakan malas.
"Tuh 'kan apa gue bilang, pasti berhasil! Siapa dulu? Lissa yang paling cantik sedunia gitu!" bisik Lissa angkuh sambil menyibakkan rambutnya.
"Halah gini aja bangga!"
Pintu toilet akhirnya terbuka lebar. Lissa dan Tasya sontak melongo saat sesosok perempuan berambut panjang bertubuh tambun keluar dari toilet dengan tampang marah.
Satu hal yang terpikirkan Lissa sekarang tentang gadis di depannya, gadis itu adalah manusia setengah gorila!
★★★
Di kelas Alicia menyembunyikan kepalanya di atas lipatan tangan. Dia mencoba memejamkan mata untuk sekedar menghilangkan masalahnya sejenak.
Baru saja matanya terpejam, suara nyaring seseorang sudah memenuhi seisi kelas yang sepi. Alicia spontan mendongakkan kepalanya ke orang yang membuatnya tidak jadi tidur.
Tentu saja, orang itu yang menganggunya. Siapa lagi kalau bukan Lissa dan suara cemprengnya.
"Kucing kepang, lo dimana? Keluarlah dari tempat persembunyianmu! Kucing kep—"
"Diam! Noh, Alicia ada disitu," ujar Tasya sambil menunjuk Alicia yang sedang melihat ke arah mereka kemudian melepaskan tangannya dari mulut Lissa.
"Al, lo kenapa?" tanya Lissa khawatir.
Alicia menggeleng pelan kemudian tersenyum kecil. "Memang Alicia kenapa? Alicia nggak kenapa-napa kok," ujar Alicia mencoba meyakinkan kedua temannya.
"Pipi lo kenapa merah, Al?" Kini giliran Tasya yang bertanya.
"Engh ... Al-Alicia ... Alicia tadi ke toilet terus nabrak pintu jadi pipi Alicia me-rah deh," jawab Alicia pelan.
Maaf, Alicia nggak bisa jawab jujur.
"Masa?" Alicia mengangguk singkat. "Tapi gue rasa pipi lo seperti habis ditampar seseorang."
Deg. Jantung Alicia seketika berdenyut lebih kencang.
Kenapa Lissa bisa tahu? Apa Lissa anaknya peramal?
Alicia menggigit bibir bawahnya kemudian menunduk.
Apa Alicia harus jawab jujur? Tapi ... kalau Alicia jujur masalahnya akan semakin rumit. Bisa-bisa mereka berantem lagi.
"Engh ... i-iyakah? Alicia nggak bohong kok. Beneran tadi Alicia nabrak pintu waktu mau masuk ke toilet karena udah kebelet banget," alibi Alicia. Lissa dan Tasya nampak terdiam sebelum mengangguk setuju.
"Kalau gitu kenapa lo malah ke kelas? Kita nungguin lo sampai jamuran tahu nggak!"kesal Lissa.
"Engh ... kalau soal itu ... Al-Alicia tadi ..." Alicia berfikir sebentar untuk mencari jawaban yang tepat.
"Oh iya! Tadi abis nabrak pintu toilet, Alicia ngerasa pusing gitu. Jadi ya Alicia ke kelas aja. Lagian Alicia lagi nggak nafsu makan, hehe.""Cereboh amat sih lo! Bikin gue sama Lissa khawatir aja," ujar Tasya sambil mengelus rambut Alicia.
"Tau, tumben amat lo nggak nafsu makan. Biasanya aja makanan nomer 1 dihidup lo."
Alicia hanya tersenyum lebar. Untuk saat ini Alicia belum mau menceritakan semua masalahnya kepada Lissa dan Tasya. Tapi suatu hari nanti Alicia pasti menceritakan semuanya kepada dua teman dekatnya karena sekarang Alicia butuh waktu untuk menenangkan hatinya.
"Nih, gue bungkusin somay lo!" Alicia spontan melebarkan matanya dan tersenyum senang dengan tangan yang menerima sodoran kresek hitam dari Lissa.
"Makasih! Lissa benar-benar teman Alicia yang paling pengertian deh!"
"Gue tahu." Lissa berlagak sombong dengan mengibaskan rambutnya. "Tapi sayangnya itu nggak gratis!"
"Bayar somay dan ongkirnya!"
★★★★★★★★★★★★★★★★★
Jangan lupa tinggalkan jejak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Firstlove Seorang Iceboy [END]
Roman pour AdolescentsRaffael Alexander atau biasa dipanggil Raffa. Seorang lelaki yang identik dengan sifat dingin dan cuek, membuatnya mendapat julukan si muka tembok dan si kulkas berjalan. Raffa banyak dikejar gadis-gadis cantik, tetapi dia tidak pernah sekalipun mem...