Aku masih mengeratkan pelukanku di badan Chanyeol. Badan lemah itu masih sangat terasa. Pelukanku semakin kueratkan dan kuremas remas baju di bagian punggungnya.Isakan tangisku enggan untuk berhenti. Air mataku tak lelah untuk mengalir. Perasaanku sudah bercampur aduk. Aku juga perlahan mulai melemah melihat keadaan begini. Di dalam kegelapan ini aku bingung akan melakukan apa.
"Hiks..." suara isakan itu kembali lolos dari mulutku. "C-chan-y-yeol..." panggilku lirih. Aku tetap memanggilnya walaupun sebenarnya aku yakin tak akan ada jawaban lagi dari sosok namja bertubuh tinggi dan bersuara berat itu.
Dia sudah pergi. Dia pergi tepat di dalam pelukanku. Dia meninggalkanku. Bukan untuk sebentar, tapi untuk selamanya.
'Jika kau benar telah tiada, maka aku pastikan cintaku akan tetap untukmu, "batinku seakan aku sudah rela kehilangan dia. Aku tak mungkin bisa hidup tanpa sosoknya. Aku tak bisa hidup tanpa dia. Aku tak bisa. Aku tak bisa kehilangan sosok bertubuh tinggi dan bersuara berat itu.
Gelap. Ruangan dapur tak menyisakan seberkas cahaya pun. Sunyi. Kini hanya suara angin dari luar yang memenuhi ruangan sekarang. Suara isakanku pun perlahan mulai melemah. "Chanyeol..." panggilku dengan suara lemah. Tubuhnya masih lemah di pelukanku. "Kalau kau hidup lagi,aku janji akan memberikan apapun yang kau mau..." ujarku dengan tegar. "Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. aku merindukanmu," ujarku lirih. "Aku membutuhkanmu, chanyeol!" teriakan frustasi itu keluar dari mulutku dan dibarengi dengan suara isakan. "Hiks..."
Tiba tiba lampu dapur hidup. Tapi, bukan lampu berwarna putih. Tapi berwarna kuning khas lampu di kafe. Kuperhatikan sekelilingku dengan tatapan heran.
Greb
Pelukan erat terasa di tubuhku. Kupalingkan wajahku ke arah orang yang memelukku.
Aku semakin aneh saat Chanyeol memelukku. Bukannya dia sudah ma---? Cukuplah. Tak usah diteruskan."Aku juga mencintaimu. Aku juga menyayangimu. Aku juga merindukanmu. Aku juga membutuhkamu, baby!" teriak Chanyeol yang nyaris membuat telingaku kesakitan.
Kudorong badannya dengan kuat sampai akhirnya pelukan dia lepas. "Bukannya kau sudah mati?!" ujarku dengan frustasi.
Chanyeol menatapku dengan cemberut. "Aish... jangan mendoakanku begitu, sayang..."
Kulirik tajam ke arahnya. "Tadi kau bilang kau akan tiada, kan? Berarti kau akan mati." ujarku. "Kau nyaris membuatku menjadi orang gila! " teriakku dengan air mata yang mengalir. "Aku benci melihatmu."
Jujur saja aku tadi merasakan kalau tubuhnya sudah lemah. Dan aku mengangapnya memang sudah meninggal. Ternyata dia berpura pura? Ini keterlaluan. Dia membuatku nyaris kehilangan semangat tadi. Tapi tak apa. Untung saja itu hanya keisengannya.
Chanyeol mendekat ke arahku dan memelukku. "Aish.. maafkan aku, sayang..." ujarnya sambil membelai rambutku. "Maaf... jangan menangis, hm?"
"Kau jahat..." aku melemah di depannya.
"Maaf, ya, sayang..." ujarnya sambil memegang kedua bahuku dan menatapku lekat lekat. Dia tersenyum. "Jangan menangis, sayang..." dia menenangkanku. Aku pun berhenti menangis. "Ayo... aku gendong, ya. Mau?"
Kugelengkan kepalaku dengan tatapan tak bersahabat.
Chanyeol tertawa hanya tertawa kecil melihatku. "Oh.." ujarnya. "Jadi ngambek ceritanya?"
Tanpa aba aba dia menggendongku ala bridal style. "Chanyeol turunkan aku!" teriakku.
"Seharusnya kita dinner tadi. Tapi malah ngambek. Dinnernya di tunda aja. Aku harus ngelakuin sesuatu untukmu, sayang..." ujarnya sambil terus menggendongku sambil berjalan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVE ❤ TRAINEE (PCY)
Fanfiction"Apa aku bisa bersamamu? "- Hye Woo "Jangan ragu, ini adalah takdir kita." -Chanyeol