DENGAN tertatih-tatih, Oline melangkah di belakang Kennan. Beberapa kali dia meringis pelan karena telapak kakinya yang terluka menyentuh dedaunan yang kering.
Perih. Itu yang Oline rasa. Namun dia harus tetap mengikuti Kennan yang sedari tadi tak berkata-kata. Hanya membiarkan suara derap langkah mereka yang terdengar.
“Kennan....” cicit Oline yang sudah tak tahan lagi dengan sikap Demon itu.
Kennan berhenti melangkah. Perlahan dia berbalik menatap Oline yang lagi-lagi meringis sambil menatap kakinya. Bukan hanya telapak kakinya saja yang terluka, sekitar kakinya juga penuh memar dan goresan.
“Kau sungguh ceroboh.” sindir Kennan yang melangkah mendekat lalu bertinggung di depan Oline.
Wajah Oline memerah. Dia tidak akan bertanya apa yang akan dilakukan Demon itu karena dia tahu tujuannya memunggunginya sambil bertinggung.
Oline juga tidak mau berbasa-basi. Maka dari itu, dengan jantung yang berdebar Oline merunduk sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Kennan. Mendekatkan tubuhnya pada punggung Kennan dengan gugup.
Astaga, rasanya Oline ingin meledak sekarang juga. Wajahnya terasa sangat panas, dan pasti wajahnya seperti tomat yang matang.
Perlahan Kennan berdiri tegap, dengan kedua tangan yang memegang bagian bawah lutut Oline agar gadis itu tetap berada di punggungnya. Oline menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dibalik rambutnya yang terurai.
Satu kata untuk Oline. Memalukan!
“Kau tidak ingin bertanya ke mana aku akan membawamu?”
Mendengar suara Kennan, Oline mengangkat wajahnya, berusaha menutupi salah tingkahnya. “A-aku sudah menebak apa yang akan kau jawab.”
“Apa?”
Oline meringis pelan karena degup jantungnya yang masih berpacu cepat. Dia berharap Demon itu tidak dapat merasakannya.
“Kau akan tahu nanti.” cicit Oline sangat pelan. Walau begitu, Kennan dapat mendengarnya dengan jelas.
Demon itu langsung terkekeh. Mungkin apa yang dikatakan Oline benar. Dia pasti akan menjawab seperti itu. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Karena aku sudah hafal sifatmu yang satu itu.” balas Oline yang kini sudah tidak begitu gugup seperti tadi. Dia sudah rileks dari yang sebelumnya.
Kennan hanya manggut-manggut. Sebenarnya bisa saja mereka sampai ke tempat tujuannya menggunakan kekuatan. Namun Kennan pikir, mungkin lebih baik seperti ini.
Salahkah Kennan kalau dia ingin Oline lebih lama bersamanya?
“Kennan,”
“Apa?”
Oline menaruh dagunya pada lengannya yang mengalun di leher Kennan sehingga wajah mereka berjarak sangat dekat.
“Aku masih bingung apa yang terjadi di sini.” ujar Oline mulai mengatakan hal yang sedari tadi membuatnya penasaran. “Kata Aila, kau yang mengamankan warga ke sini. Jadi pasti kau tahu akar permasalahannya, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...