“Oline,” Kennan memanggil nama tersebut dengan pelan. Perempuan di hadapannya itu mengerjap pelan namun tetap menutup mulut. “Jawab aku, Oline.”
“Ya?”
“Oline,”
“Ya?”
“Oline,” Kennan terus mengulang namun Oline menjawabnya dengan sabar. Setelah puas, dengan ujung kukunya Kennan menggores lehernya hingga darah mencuat keluar.
Iris mata Oline semakin merah pekat. Tatapannya kini berpusat pada darah yang keluar dari luka goresan di leher Kennan. Gadis itu meneguk salivanya, darah itu terlihat sangat menggoda.
Tahu keinginan gadisnya, Kennan menyeringai tipis. “Kemarilah, kau bisa merasakannya sepuasmu.”
Menurut, Oline mendekatkan bibirnya pada leher Kennan, mengisap darah dari lukanya kemudian mendengkus pelan saat merasa bahwa darah tersebut kurang. Dengan kedua taring yang tumbuh karena insting, dia menancapkan taringnya ke leher Kennan dan perlahan menikmati darah Demon itu.
Kennan tersenyum tipis seraya memeluk pinggang gadisnya dengan lembut dan mengecup pundak Oline yang terbuka. Dia mengelus belakang kepala gadis itu dan berbisik, “Pelan-pelan, semuanya adalah milikmu.”
***
Kening Oline mengerut tatkala cahaya matahari menyinari wajahnya. Ia mengucek-ngucek matanya dan entah kenapa merasa tubuhnya benar-benar segar, tidak seperti bertahun-tahun yang ia lalui.
Merasa sesuatu yang dingin dan lembut menyentuh pundaknya, Oline mengibaskan tangan kebelakang, berusaha menghalau apapun itu agar tidak melakukannya.
Namun saat merasakan sebuah tangan kokoh melingkari pinggangnya, diiringi dengan sentuhan itu bertubi-tubi di sekitar leher dan pundaknya Oline mematung.
Kemudian bisikan rendah terdengar jelas di rungunya, “Sudah bangun?”
Tubuh Oline tanpa sadar merinding. Dia berusaha melepaskan tangan tersebut namun usahanya tetap sia-sia. Dia memberanikan diri menoleh ke belakang namun refleks terbelalak.
“Y-yang Mulia?”
“Hm?”
“Apa yang....” ucapan Oline terhenti tatkala sadar bahwa ruangan ini adalah kamar Kennan. Tata letaknya masih sama seperti apa yang dia lihat terakhir kali. “K-kenapa saya bisa ada di sini?”
Kennan menopang kepalanya dengan tubuh berbaring miring menghadap Oline yang masih shock. Dia memain-mainkan rambut panjang gadis itu dengan jemarinya.
“Menurutmu?”
Oline menatap Kennan ragu. Yang dia ingat hanyalah mendekati Kennan yang terluka karena kesalahannya mengira ada sosok lain. Apakah dia pingsan setelah itu? Oline benar-benar penasaran.
Tapi bangun di kamar Kennan dengan... mata Oline kembali membulat saat tersadar sesuatu. Dia sontak bangkit berdiri tatkala tangan Kennan terlepas dari pinggangnya dan hendak pergi sekarang juga, sayangnya semua tidak semulus itu. Tangannya ditarik dan lebih sialnya lagi dia malah terjatuh di atas tubuh Kennan.
Kennan mengunci tubuhnya dengan kedua tangannya dan tersenyum miring. “Setelah mengambil keuntungan dariku, kau pikir bisa kabur begitu saja?”
Jantung Oline berdebar keras. Wajahnya memerah karena jarak wajahnya dengan Kennan. Sudah lama tidak melihat sedekat ini, Oline merasa Kennan semakin tampan dan menggoda! Ugh, dasar otak sialan. Batinnya.
Tidak mendapat respons, Kennan membalikkan posisi mereka hingga sekarang Oline-lah yang berada di bawah. “Kenapa tidak menjawab?”
“U-uh... memangnya apa yang saya telah buat, Yang Mulia?” tanya Oline gelisah. Posisi ini benar-benar membuat pikirannya ke mana-mana.
Tanpa basa basi Kennan menurunkan kerah kemeja putih yang ia kenakan hingga menampilkan berbagai gigitan dan warna biru yang menghiasi lehernya.
“Apa aku yang melakukannya?” Oline tercengang tidak percaya. Kenapa dia sangat ganas?!
“Hm.”
Oline tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya, semakin gelisah dan berpikir apa yang harus dia lakukan untuk keluar dari situasi ini.
Tatapan Kennan berubah datar. Dia mengulurkan tangan dan menarik dagu Oline. “Jangan menggigitnya.”
Refleks Oline melepaskan bibir bagian bawahnya yang sekarang tersobek hingga mengeluarkan darah. Kennan menundukkan kepala dan menyesap bibirnya lembut.
Beberapa detik Oline masih mencerna apa yang terjadi. Tatkala akal sehatnya kembali, Oline langsung mendorong Kennan dan bangkit berdiri. Ia mengambil jarak aman dari Kennan yang masih berada di atas ranjang.
“K-kau!” Oline menutup mulutnya tidak percaya. Kenapa ini bisa terjadi?!
Duduk di pinggir ranjang, Kennan menatapnya datar. “Kenapa? Kau ingin protes karena aku menyentuhmu, tunanganku?”
Kata-kata yang hendak Oline keluarkan seketika buyar. Dia mengerjap pelan namun dengan cepat menggelengkan kepala menyadarkan diri.
Menyadari ada yang salah, Oline bergegas lari dari ruangan itu dengan panik.
Kennan menghapus sisa darah dari bibirnya secara lambat dan menyeringai tipis. Sengaja tidak mengejar gadis itu karena dia tahu, Oline masih ingin memainkan permainan petak-umpetnya. Karena itu keinginnan gadisnya, kenapa dia tidak berpartisipasi saja?
November 10, 2020.
A/N :
Gimana hatimu setelah baca part ini? Masih aman, kan?
Sengaja habis nulis langsung update di jam malam. Biar lebih 🌚
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...