UNTUK sekali ini saja, Oline ingin kabur atau menghilang dari dunia ini. Dia benar-benar ... malu.
Bahkan ketika pikirannya melayang ke kejadian semalam, wajahnya kembali memerah.
“Gila,” gumamnya sangat pelan. Tak habis pikir di mana akal sehat Kennan saat itu.
Apa Demon itu sedang mabuk? Soalnya iris matanya merah pekat. Tak seperti biasanya. Dan sikapnya juga rada aneh. Oline bahkan tidak pernah membayangkan sosok Kennan yang dingin dan berbahaya.
Oline memukul kepalanya pelan. Kenapa dia jadi berpikir sejauh ini. Astaga, sepertinya dia benar-benar membutuhkan udara segar.
Sebenarnya gadis itu ingin meminta Kennan untuk mengantarnya kembali ke rumah Aila, namun apa daya. Kejadian semalam masih menghantui pikirannya.
Kalau kalian berpikir ada kejadian lain saat itu, buanglah pikiran tersebut sejauh-jauhnya karena bibir mereka hanya bersentuhan. Ya, hanya begitu. Tidak ada sambungannya.
Kening Oline mengerut. Tunggu, kenapa kalimat tersebut seperti mengatakan bahwa Oline berharap lebih? Sepertinya dia benar-benar gila.
Saat membuka pintu kamar yang dia tempati, seseorang sudah berdiri di sana dengan senyuman manis. Oline yang tidak mengetahuinya sontak terlonjak kaget.
“Pagi, Kak!” sapa Caitlin dengan semangat.
Oline segera mengelus dadanya. Jantungnya terasa ingin melompat saat melihat sosok Caitlin. Tapi dia bersyukur itu adalah Caitlin, bukan Kennan. Dan entah apa yang akan Oline perbuat jika itu adalah Kennan.
“Pagi. Kenapa kau sangat bersemangat?” tanya Oline sembari menutup pintu.
Caitlin hanya menjawab dengan gelengan tetapi senyumannya tidak luntur. Tentu saja Oline merasa ada yang aneh dengan gadis itu.
Dengan santai, Caitlin menggandeng lengan Oline. “Pagi ini aku ada pelajaran etiket sebagai Putri yang baik. Tapi karena kau, aku bisa memberi alasan untuk bolos. Hehehe ...,”
Masuk akal. Pikir Oline sambil mengikuti langkah Caitlin.
“Bagaimana perjamuan kemarin? Aku dengar-dengar berlangsung sangat meriah.” Caitlin membuka pembicaraan.
“Yah ... begitulah.” Oline mengulum bibirnya rapat. Jika dia keceplosan atau membuat tingkah aneh, Caitlin yang superaktif ini akan menanyainya dengan berbagai macam pertanyaan.
“Aku juga mendengar banyak putri-putri yang menghadirinya.” Oline seketika menoleh begitu merasa nada suara Caitlin yang tak biasa. Demon itu membalas tatapannya lalu tertawa pelan. “Kenapa menatapku seperti itu?”
“Tidak,”
“Aku tahu apa yang ingin kau katakan.” Kata Caitlin dengan bangga. “Asal kau tahu, putri-putri itu bermuka dua. Mereka suka sekali kekuasaan dan juga serakah. Walaupun tidak semua, tetapi itu membuatku menjaga jarak dari mereka.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...