S E V E N T Y S I X T H ; Katálixi

41K 4.3K 528
                                    

DI bawah langit yang mendung, semua orang berdiri menghadap batu pahatan yang mengukir nama Vionetta Cathalina Elica

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DI bawah langit yang mendung, semua orang berdiri menghadap batu pahatan yang mengukir nama Vionetta Cathalina Elica. Keadaan sangat suram. Dengan rintik hujan yang perlahan turun, para pria berlutut dengan tangan kanan di dada kiri sedangkan perempuan menundukkan kepala memberi hormat.

Tatapan Oline mengarah pada baris terdepan. Sosok pria yang bahkan tidak bisa Oline pikirkan bagaimana perasaannya saat ini. Kehilangan sosok yang dicintai sangat menyakitkan.

Sebelum diam-diam pergi, mata Oline terpaku pada sosok Kennan. Walau wajah itu tetap datar seperti biasa, tapi dia tahu seberapa hancur perasaannya. Melewati orang-orang, gadis itu menaikkan tudung jubah dengan kepala menunduk dan terus berjalan.

“Yang Mulia,”

Dengan mata jernihnya, Elica menatap Oline sambil tersenyum lembut. “Apa yang kau takutkan, Oline? Meski kita makhluk immortal sekarang namun tetap saja kita akan mati jika ada sebab.”

“Tapi Queen tidak seharusnya melakukan itu.” Oline menunduk dengan air mata mengalir. “Anda sudah mengeluarkan kekuatan anda untuk menolong Kennan dan sekarang membuat saya hidup. Saya—”

Elica menggenggam tangan Oline. “Aku melakukannya atas keinginanku. Melihatmu, aku teringat diriku di masa lalu.” Kekehan pelan kemudian terdengar.

Merasa bahwa kata-katanya belum meyakinkan, Elica duduk di samping ranjang dan memeluk Oline yang baru saja terbangun dari masa kritisnya. “Meski aku tidak melakukannya pun aku akan tetap mati. Lagipula yang sangat bermanfaat itu darah Kennan yang mengalir di tubuhmu. Kau mengerti?”

Tubuh Oline menegang. Dia menatap wajah Elica yang telah melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. “Kau tahu, Oline? Menyegel kegelapan anak-anakku membuat umurku lebih pendek. Jadi hanya mencurahkan sedikit kekuatan untukmu tidak berpengaruh sama sekali.”

“Kegelapan....” Oline termenung mendengarnya.

“Aku tidak yakin dengan ini, tapi maukah kau bersama Kennan meski nanti bernasib sama denganku?” tanya Elica serius sambil memegang pundak Oline.

“Tapi saya tidak sekuat anda.”

“Kau bukan manusia lagi, kau Demon. Kaum Demon kita selalu unggul dan kuat. Jadi mulailah berlatih dan membiasakan diri. Kau ingin kuat dan bersanding dengan Kennan, kan?” Melihat anggukan pelan Oline, senyum Elica mengembang hingga matanya berbentuk bulan sabit. “Jadi apa yang kau ragukan?”

Oline mengepalkan tangan. “Maafkan saya sebelumnya, Yang Mulia. Sekarang saya sadar, saya ingin bersama Kennan.”

“Berarti jawabanmu, ya?”

“Ya.”

Elica tertawa. “Bagus sekali. Dasar Kennan tidak peka. Dia berutang budi padaku karena membantu melamar pujaan hatinya.”

Prince in a Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang