F I F T Y E I G H T H ; Another place

32.3K 4.5K 288
                                    

PUNGGUNG Kennan tersandar pada sebuah pohon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PUNGGUNG Kennan tersandar pada sebuah pohon. Ia menatap lekat istana Gonzalo dari jarak cukup jauh. Masih tidak percaya akan ucapan yang dilontarkan Alardo. Dia tahu Werewolf itu menyembunyikan sesuatu.

Setelah kejadian semalam, Kennan tidak dapat berpikir jernih. Terlebih saat yakin bahwa apa yang dilihatnya malam itu bukanlah halusinasi. Oline, itu sungguh gadis itu. Pantas saja saat memasuki istana Herodias aroma familier tertangkap indra penciumannya.

Tatkala ia mencari keberadaan Oline di sekitar kerajaan Herodias, ia malah melihat Alardo memasuki hutan. Curiga akan gerak-gerik pria itu, Kennan pun menguntitnya. Namun sesaat Kennan kehilangan jejak sebelum akhirnya menemukan Alardo kembali di tengah hutan dengan beberapa mayat yang bergelimpangan di tanah. Werewolf itu berdiam diri, lalu berbalik dan kembali ke arah kerajaan Herodias.

Pertanyaan yang timbul di benak Kennan adalah, apa yang terjadi saat dia kehilangan jejak Alardo?

Sebab itulah hari ini Kennan datang ke kerajaan Gonzalo. Siapa sangka di sana dia juga bertemu Aristides? Mendengar pertanyaan yang diajukan Aristides juga menjadi tanda tanya. Siapa gadis yang Aristides maksud? Tidak mungkin, kan, dia juga mencari Oline? Mereka tidak ada hubungan lagi sejak kejadian di aula kerajaannya beberapa tahun silam.

Menyadari sesuatu, Kennan tersentak pelan. Bagaimana bisa Oline hadir di pesta kerajaan Herodias? Tamu-tamu yang hadir adalah para bangsawan dari setiap kerajaan yang ada di permukaan dunia Dracania.

Oline, yang bernotabene tidak memiliki koneksi dengan anggota keluarga bangsawan selain dirinya, menghadiri pesta tersebut. Bagaimana mungkin? Atau, gadis itu sudah kembali ke dunia ini dalam kurun waktu yang cukup lama tanpa Kennan sadari dan bertemu seorang bangsawan.

Kennan menyugar rambutnya ke belakang. Otaknya terlalu banyak berspekulasi mengenai Oline. Tetapi itu bisa saja terjadi mengingat fakta yang baru dia ketahui semalam yakni Oline berada di dunia ini dan menghadiri pesta kerajaan Herodias.

Mata Kennan memicing sewaktu melihat sosok yang familier. Dia berjalan mendekati sosok itu.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Sosok itu menoleh ke arah Kennan. Keningnya mengerut samar. “Harusnya aku yang bertanya. Untuk apa Kakak datang ke sini?”

“Jawab pertanyaanku, Cailan.”

Cailan menatap Kennan aneh. “Kakak lupa kita akan mengadakan penobatanmu? Aku datang untuk mengantar undangan resminya.” Demon itu merapikan jubahnya. “Bukan hanya kerajaan Gonzalo, tetapi semua kerajaan. Melelahkan.”

“Ada banyak prajurit yang bisa diutus. Kenapa kau?” Kennan kembali bertanya.

“Mengapa Kakak tidak tanyakan langsung pada Ayahanda?”

Pertanyaan balik Cailan seketika membungkam Kennan. Cailan mendengkus pelan. “Kakak pulanglah. Aku harus kembali mengantar undangan.” ujarnya sebelum meninggalkan Kennan sendiri.

***

Sepasang kelopak mata itu terbuka, menampilkan iris mata cokelat jernih dari sang pemilik. Kemudian mata itu kembali terpejam sejemang, tidak sanggup menerima cahaya yang masuk.

Jari yang awalnya terasa kaku mulai bisa digerakkan. Lalu ia termenung sambil menatap ke atas. Kondisinya yang lemah sangat tidak mendukung dirinya bergerak. Sebagian tubuhnya terasa mati rasa. Entah apa yang terjadi sebelumnya, dia masih belum sanggup mengingat. Kepalanya masih berdenyut menyakitkan.

Derit pintu terdengar menggema di ruangan yang tidak dipenuhi barang tersebut. Kemudian derap langkah terdengar, diiringi aura seseorang yang mendekat.

“Oline?” Suara si pemilik langkah terdengar tercekat. Ia semakin melangkah maju, berdiri tepat di samping ranjang Oline yang terbaring lemah dan hanya bisa menatapnya dengan lirikan mata. “Ya Lord, kau sudah siuman?”

Oline mengernyit sesaat sebelum mengangguk sangat samar, namun dapat dilihat makhluk di sampingnya itu. Kenapa ia begitu bahagia melihatnya sadar? Pikir Oline heran.

“Tubuhmu terasa kaku, bukan?” Oline kembali mengangguk. “Tunggu sebentar, aku akan panggilkan dokter untukmu.” Ia kembali pergi, meninggalkan Oline yang tidak bisa menahannya walaupun dirinya mau.

Tidak lama kemudian laki-laki itu datang bersama seseorang berpakaian serba putih. Dia memeriksa Oline dengan saksama, menyuntikkan obat, lalu melirik lelaki di belakangnya tenang.

“Nona sudah membaik, Yang Mulia. Namun lukanya masih terbuka. Saya akan membuat obat untuk hal itu.”

“Syukurlah. Jika seperti itu, sekalian kau buatkan obat untuk menghilangkan bekas lukanya.”

“Baik, Yang Mulia.”

“Pergilah.” Dokter itu menunduk hormat lalu keluar dari ruangan tersebut.

Sedari tadi Oline hanya menatap langit-langit ruangan itu. Dia kembali menggerakkan tangannya, dan kali ini berhasil. Walaupun tenaga yang ia miliki tidak sepenuh dulu, namun bisa sedikit bergerak lebih baik dibanding menjadi kaku seperti tadi. Laki-laki itu segera membantu Oline duduk, menyandarkan gadis itu ke headboard kasur.

“Bisakah kau memberiku air?” bisik Oline sambil menatap pria itu sayu. Setelah meminum segelas air, Oline kembali memejamkan matanya sejemang.

“Apa ada yang sakit?”

Oline menggeleng. “Bagaimana aku bisa di sini, Alardo?”

Alardo, Werewolf itu yang sedari tadi bersamanya. Awalnya saat membuka mata, Oline cukup terkejut melihatnya berada di sini. Namun dia merasa lebih baik karena kali ini dia tidak berhadapan dengan orang asing.

“Kau terluka. Bagaimana bisa aku membiarkanmu?” Alardo mengelus rambutnya pelan.

Oline meremas jemarinya satu sama lain dengan gelisah. “B-bagimana dengan Raja Aristides?”

“Tidak perlu takut. Aku akan melindungimu.”

“Dia pasti sangat marah karena aku—”

“Kami akan melindungimu. Yang penting sekarang kau harus sembuh.”

Ada yang aneh saat Alardo mengatakan hal tersebut. Namun Oline tidak mau memikirkan hal itu sebab kepalanya masih pusing. Tetapi ingatan malam sebelum ia pingsan melesat masuk dalam kepalanya. Oline mengernyit tatkala merasa denyut yang menyakitkan saat ingatan itu kembali.

“Malam itu,” Oline menatap Alardo lekat. “Bukan kau.”

Alardo terkekeh. “Ya. Yang menolongmu sebenarnya—”

Derit pintu terbuka. Alardo mengembangkan senyumannya, sedangkan Oline mengarahkan tatapannya pada pintu yang terbuka.

“Dia.” Lanjut Alardo bertepatan dengan Oline yang melebarkan matanya.

” Lanjut Alardo bertepatan dengan Oline yang melebarkan matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29 March, 2020.

Prince in a Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang