TUBUH Oline terasa sakit sejak bangun dari pingsannya. Dia mengelus tengkuknya. Lehernya terasa sakit di beberapa bagian. Padahal sewaktu melihat lehernya di cermin, tidak ada luka.
Caitlin pun menjelaskan bahwa tadi dia sudah menyembuhkan luka-lukanya. Namun Oline tidak mengeluh tentang lehernya yang masih terasa sakit. Dia tidak ingin merepotkan Demon itu.
Angin berembus pelan. Langit yang sedikit mendung membuat suasana lebih sejuk. Aroma hujan pun samar-samar sudah terasa.
Kini Oline sedang berdiri di lorong luar ruangan. Dia menghadap bagian kiri, menatap hamparan halaman istana dengan sebuah air mancur di tengahnya.
Pikirannya kembali menjelajah tentang kejadian di aula tadi. Bulu kuduknya meremang membuat gadis itu mengusap-usap lengannya. Bahkan rasa sakit akibat cekikan Pangeran Claude masih terasa jelas.
“Aku suka suasana ini,”
Suara yang berasal dari samping menyentakkan Oline dari lamunannya. Sontak Oline menoleh, kemudian menghela napas pelan saat melihat sosok Silia berdiri di sampingnya sambil menatap ke depan.
“Apakah sakit?” Silia menoleh menatap Oline yang masih menatapnya. Melayangkan senyuman manis kepada Oline.
Oline mengerjap pelan. “Oh? Maksudmu tentang kejadian tadi?” Silia mengangguk membetulkan. “Tidak apa-apa. Lukanya sudah sembuh,” sambung Oline sambil mengarahkan pandangannya ke depan.
“Maafkan Pangeran Claude. Dia hanya tidak bisa mengontrol emosinya saja.” Silia mengulas senyuman tipis. “Dari semua orang, hanya Kakak yang selalu melindungiku. Dia sangat menyayangiku. Jadi sewaktu mendengar berita ini, dia sangat marah. Kau bisa memakluminya, bukan?”
“Aku mengerti. Sebenarnya semua ini salahku. Seandainya aku tidak ada, pasti keadaan tidak akan sekacau ini. Lalu kau dan Kennan akan terus bersama.” Oline memelankan suaranya saat kalimat terakhir.
Silia terkekeh pelan lalu memegang pundak Oline. “Sepertinya kau dan Yang Mulia sangat dekat sampai-sampai kau berani memanggil namanya.”
Tak tahu harus membalas apa, Oline hanya diam mengamati Silia yang sudah kembali menatap ke depan. Raut wajah vampire itu sangat tenang dan lembut. Tidak ada emosi yang nampak di sana.
“Sebenarnya aku ingin berterima kasih padamu. Walaupun sangat disayangkan, tetapi pertunangan ini berakhir tanpa harus aku yang mengatakannya.”
Kening Oline mengerut mendengar pengakuan Silia. “Maksudmu?”
“Sejak aku sadar bahwa Pangeran tidak mencintaiku, aku ingin mengakhiri. Sebagai perempuan, aku juga ingin dicintai. Aku kira mungkin itu hanya awalnya karena kami baru dipertemukan. Namun semakin lama, Pangeran tidak pernah menunjukkan perasaan lebih kepadaku.” Silia kembali menatap Oline. “Tapi berbeda ketika bersamamu. Dari sorot matanya saja sudah terlihat jelas seberapa besar rasa cintanya padamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...