"BUKANKAH ini terlalu tiba-tiba?"
Uniar mengangguk membenarkan. "Tapi kau sendiri melihatnya, kan? Tadi malam bulan purnama."
"Kenapa seperti ini? Biasanya tanda-tandanya akan berlangsung beberapa hari sebelum hari bulan purnama." Aila menggeleng pelan. "Namun kenapa tanda-tanda itu datang saat hari di mana bulan purnama muncul?"
Sambil menatap Aila, Uniar memegang dagunya seakan sedang berpikir. "Entahlah. Tetapi kurasa itu akan baik-baik saja."
Pandangan Uniar tertuju pada Oline yang tengah merendam kakinya di air sungai. "Kau perlu memberitahu teman barumu itu."
"Oline?" Aila menaikkan satu alisnya. "Tidak perlu. Aku sudah pernah memberitahunya. Lagi pula, Oline dan aku tidak akan keluar malam ini."
"Kuharap kau menepati kata-katamu itu."
Aila memicingkan matanya. "Kenapa kau meragukanku? Lagi pula aku juga takut keluar di malam hari."
Uniar menghela napas pelan. "Aku bukan meragukanmu. Aku meragukan teman manusiamu itu."
Setelah menggeleng pelan, Aila menatap Uniar heran. "Kau aneh."
"Temanmu lebih aneh."
"Sebenarnya ada apa dengan kalian berdua? Kau begitu mencurigai Oline, dan Oline ketakutan melihatmu." cerca Aila lalu bersedekap. "Apa aku ketinggalan sesuatu?"
"Dia takut padaku?" tanya Uniar serius.
"Hm. Kau terlalu menyeramkan. Lihatlah wajahmu," Aila menarik ujung bibir Uniar hingga melengkung ke atas. "Lebih baik seperti ini. Tersenyumlah."
Uniar segera menepis pelan tangan Aila yang memegang pipinya. Werewolf itu memalingkan wajahnya, membuat Aila tersenyum manis melihat itu.
Lalu pandangan Aila beralih ke arah Oline. Setelah bergelayut dalam pikirannya, Aila berdiri di belakang Uniar lalu mendorong punggung Uniar mendekati Oline yang masih berada di pinggir sungai.
"Selesaikan permasalahan kalian. Aku akan menunggu di sana." bisik Aila sambil melirik sebuah pohon yang cukup jauh dari sana.
Uniar memutar bola matanya malas, namun tak berkomentar banyak. Setelah itu Aila melangkah pergi sambil terkikik pelan. Meninggalkan Uniar yang kini menggaruk tengkuknya bingung dan segera duduk di samping Oline.
Merasa seseorang duduk di sampingnya, Oline menoleh. Namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah pias.
"K-kau ..."
"Aila yang menyuruhku." Uniar mengedikkan bahunya tak acuh.
Oline memalingkan wajahnya. Dia menggigit bibir bawahnya dengan mata yang menatap ke bawah air yang jernih yang menampilkan kakinya.
"Kata Aila, kau takut padaku. Kenapa?"
Mendengar itu, tentu saja Oline gelagapan dibuatnya. Gadis itu melirik Uniar sekilas, lalu terkekeh kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...