“Kennan.” Begitu nama itu keluar dari bibirnya, Oline segera bergerak menjauh. Tatapannya tidak bisa diartikan. Walaupun sedikit terbuai oleh kehadiran pria itu, tentu saja dia tidak akan melupakan fakta bahwa Kennan telah ’membuang’nya.
Tatapan Oline berubah dingin. Saat ini, atau mungkin untuk waktu yang cukup lama, dia belum bisa memaafkan pria ini. “Pergi. Aku tidak ingin melihatmu.” Gadis itu berbalik, bergegas pergi agar tidak terjebak di situasi yang tidak diinginkan.
Melihat punggung Oline, mata Kennan berkilat tajam. Dia tiba-tiba mencekal lengan Oline, menarik gadis itu lalu kembali mengurungnya dalam sebuah pelukan erat.
Mata Oline mengerjap pelan. Masih kaget atas tindakan tiba-tiba Kennan. Dia tidak menyangka Kennan mengejarnya begitu cepat padahal dirinya sudah pergi jauh darinya.
“Lepaskan aku.” desis Oline berusaha memberontak. Namun apa yang bisa dilakukan manusia biasa sepertinya? Tenaganya tidak layak disandingkan dengan pria ini.
Seketika bulu kuduk Oline meremang begitu merasa sensasi dingin yang menyentuh lehernya, lalu menjalar ke punggungnya yang sedikit terekspos.
“Dari mana asalnya luka ini?”
Suara serak dan dalam Kennan terdengar tepat di samping telinga Oline. Lagi-lagi gadis itu merinding, terlebih jemari Kennan masih mengusap punggungnya.
Sial, Oline tidak tahu hari inilah ia bertemu kembali dengan Kennan. Sebab selama di istana kecil ini, ia selalu mengenakan gaun yang sedikit mengekspos punggung, namun selalu tertutupi oleh rambutnya yang tergerai.
Tapi hari ini dia malah menguncir rambutnya tinggi, menyebabkan punggung bagian atasnya lebih jelas terlihat. Serangan Vampire beberapa waktu lalu meninggalkan bekas hingga sekarang. Sehingga Alardo menahannya sementara di sini untuk menghilangkan bekas luka sekaligus melindunginya.
Kadang, Oline merutuk dirinya yang begitu lemah. Bukan hanya lemah di fisik, tetapi juga hatinya. “Apa itu urusanmu?” bisiknya datar.
Di saat itu juga Oline melepaskan diri. Dilayangkannya tatapan dingin, lalu beranjak pergi. Walau di dalam hatinya sangat merindukan pria itu, tapi rasa kecewanya lebih besar.
Kennan menatap punggung Oline tajam, lalu berujar, “Nolan.”
Sekelebat angin berembus. Tiba-tiba seorang pria berambut perak dan perpakaian serba merah berlutut di belakang Kennan dengan sebelah kaki yang tertekuk. Kepalanya tertunduk hormat. “Hamba di sini, Pangeran.”
“Cari tahu apa yang terjadi pada tunanganku. Berikan aku detailnya siang ini.”
“Dimengerti.” Pria berambut perak itu kembali menghilang, meninggalkan Kennan yang masih bergeming di tempatnya.
Senyuman miring tercetak di bibirnya. Dia tidak akan melepaskan Oline lagi karena kali ini, gadis itu yang ingin berada di sini.
***
Oline menatap tajam Alardo yang sedang menikmati hidangan. Hari ini Alardo beserta istrinya, Niesha, menemaninya makan malam.
“Apa kau yakin istana ini aman? Sepertinya penyusup sangat mudah masuk.” sindir Oline. Sedari tadi dia tidak bernafsu menyantap makanannya.
Alardo masih santai memotong daging setengah matangnya. Tanpa melirik dan tersinggung atas ucapan Oline. “Kau ingat tamu tak diundang yang sering aku sebut? Dia salah satunya.” Katanya seakan mengerti maksud Oline.
“Salah satunya?” Kening Oline mengerut samar.
“Yang Mulia selalu datang, Putri. Sepertinya dia tahu anda di sini.” Niesha menanggapi dengan suara lembutnya. “Dan beberapa Vampire juga sering diam-diam berada di sekitar kerajaan ini untuk memata-matai.”
“Apa?” Mata Oline melebar. Ia menatap Alardo yang masih bersikap tenang. “Kenapa kalian tidak memberitahuku?”
Alardo melepaskan pisau dan garpunya. Ia menatap Oline, lalu mengulas senyuman cerah. “Aku tidak ingin membebanimu. Mereka masih bisa ditangani, kecuali tunanganmu.”
“Kenapa?”
“Aku Werewolf, dia Demon. Tentu saja aku akan kalah darinya. Lagi pula, dia mencari tahu keberadaanmu sendiri, bukan seperti Raja Vampire itu yang selalu mengancam.”
Oline terdiam. Sebegitu kuatkah anggota keluarga kerajaan Altissimo sampai Alardo sendiri memilih angkat tangan? Tapi jika dipikir berulang kali, tindakan Alardo benar. Alardo tidak mungkin menahan Kennan hanya demi dirinya dan membahayakan kaum Werewolf.
Walau Oline memiliki tempat berlindung, tetapi itu belum cukup untuk merasa aman. Kadang ia menyesali masa lalu. Kenapa ia harus berhubungan dengan makhluk yang berkuasa seperti mereka?
Makan malam telah selesai beberapa jam yang lalu. Jendela kamar berukuran semeter sengaja Oline buka, membiarkan angin malam masuk dan menambah kesan dingin di kamarnya.
Oline berdiri diam di depan jendela. Menatap bulan merah yang terpajang indah di atas langit. Suara binatang malam dari arah hutan saling bersahut-sahutan, mengisi kesunyian tempat ini.
Bulan merah ... ini mengingatkannya pada kejadian saat ia tidak mengindahkan nasihat Aila dan pergi keluar yang berakhir bertemu para bandit dan Kennan menyelamatkannya.
Senyuman kecil pun terbit di bibirnya. Mengingat kejadian itu membuat rasa geli timbul.
Dulu, dia tidak percaya dunia ini asli dan menyangka bahwa dirinya sedang bermimpi. Mimpi yang menakutkan sebab terdampar seorang diri di dunia penuh makhluk immortal sekaligus indah karena bisa mengenal Kennan. Bahkan walau dia sudah sadar itu semua bukanlah mimpi, dia masih ingin kembali ke dunianya. Dan benar saja, Kennan mengabulkannya. Dia kembali ke Bumi, tanpa dibiarkan menjelaskan sedikit pun.
Oline sadar Kennan tidak sepenuhnya salah. Demon itu ingin dia bahagia dengan cara mengabulkan keinginan yang ia pendam. Tapi tetap saja ia salah karena tidak bertanya pada Oline dan dengan seenaknya mengirimnya kembali.
“Menyebalkan,” gumam Oline menyuarakan pikirannya. Kening gadis itu mengernyit. Tunggu, sejak kapan Pangeran itu tidak menyebalkan? Oline mendengkus pelan. Pangeran itu memang selalu menyebalkan. Dari dulu hingga sekarang.
Angin malam berembus cukup kencang, sehingga Oline memutuskan menutup jendela dan berjalan menuju kasur untuk segera tidur. Matanya menatap langit-langit kamar lekat, lalu beberapa menit kemudian matanya perlahan tertutup dan kesadarannya pun menghilang.
Jendela yang tertutup kembali terbuka. Sedetik kemudian sekelebat bayangan hitam masuk ke ruangan itu. Seorang pria berpakaian hitam berdiri di sisi kasur Oline, menatap gadis itu yang tertidur nyenyak.
Perlahan pria itu merunduk, lalu memberikan kecupan ringan di kening Oline. “Terima kasih sudah kembali.”
April 22, 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince in a Dream ✓
Fantasy[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] (Fantasy-Romance) #1 in fantasy per 15-11-2020 #1 in another dimension 01-05-2021 #1 in prince 17-07-2021 #1 in king 17-07-2021 #1 in mate 28-11-2021 #2 in pangeran 01-05-2021 #3 in romance [out of 382k stories] 30-05-2...