S E V E N T Y F I R S T ; Still Alive

22.5K 4.1K 981
                                    

Setelah baca judul babnya, jangan langsung nyontek bagian akhir! Baca pelan-pelan, hayati dan resapi perkata kalo bisa🐛

And then sebelum aku ujian hari ini pun masih sempat update .-.

Sebagai balasan, komennya harus tembus 1k. Oke?!

Happy reading!

MATA Kennan menatap lekat sosok yang duduk berhadapan dengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MATA Kennan menatap lekat sosok yang duduk berhadapan dengannya. Dia bertopang dagu malas. Dari sikapnya, tidak ada niat sedikitpun bertemu Lizzie.

Sejak datang ke sini, Demon itu juga terus mendiami Lizzie yang duduk sopan di depannya. Perempuan itu tiba-tiba mendongak menatapnya tanpa riak di matanya. “Apakah anda mempunyai hal untuk dibicarakan?”

“Bagaimana kondisimu?”

“Maaf?”

Kennan mengetuk pinggir lengan kursinya pelan. “Kemarin kau terluka, bukan?”

Lizzie mengerjap pelan. “Ah, maksud anda itu. Aku baik-baik saja.”

“Saat di hutan Dagnir, kau pergi sendiri?”

“Selain aku siapa lagi? Lagipula mereka terlalu lemah untuk dihadapi.”

Alis Kennan terangkat, terlihat lebih tertarik. “Senjatamu cukup bagus. Kenapa kau tidak mempertimbangkan menggunakan gaun hitam saat bertarung?”

Mendengar senjatanya dipuji, senyuman kecil terbit di bibir Lizzie. Seketika keraguan karena pria itu tiba-tiba bertanya tentangnya sirna. Selama ini banyak yang mengatakan senjatanya sangat aneh, bahkan sosok terdekatnya pun berkata demikian. “Terima kasih. Tapi aku lebih menyukai gaun putih.”

“Bagaimana jika gaunmu dinodai darah?” Kennan menilik Lizzie yang sekarang terkekeh dan membalas tatapannya.

“Tidak akan pernah.” kata perempuan itu dengan penuh percaya diri.

Kennan sontak tersenyum miring. “Oh.”

“Ada yang ingin Yang Mulia tanyakan lagi?”

“Cukup. Aku hanya khawatir tentang kondisimu.”

“Terima kasih untuk perhatiannya. Bolehkah aku pergi sekarang?”

“Ya.”

Lizzie segera berdiri dari duduknya, menunduk hormat lalu keluar dari sana. Kennan bahkan tidak meliriknya sama sekali saat perempuan itu berbalik meninggalkannya.

Beberapa saat hening, akhirnya Kennan bersuara. “Nolan, amati perempuan itu, laporkan apa saja yang dia lakukan dan ke mana dia pergi.”

“Baik, Yang Mulia.”

Kennan beranjak pergi menuju bawah tanah. Seperti biasa, Cailan ada di sana dan sibuk dengan eksperimen sihirnya. Tanpa menghiraukan adiknya, Kennan mendekati tumpukan buku di sudut ruangan dan melihat-lihat sebelum perhatiannya terpusat pada sebuah buku.

Prince in a Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang