Bab 4 - Anak Beasiswa

745 105 9
                                    

'Berkunjung ke Stasiun Manggarai' tidak ada dalam jadwal Risa hari ini. Semuanya karena gerbong kereta neraka itu. Risa jadi harus turun di Stasiun Manggarai, mengambil kereta balik jurusan Bogor hanya untuk turun lagi ke Stasiun Tebet. Sebenarnya Risa bisa saja naik ojek dari Stasiun Manggarai, tapi dia takut uangnya tidak cukup.

Risa tahu dia sudah dekat dengan sekolahnya saat melihat parade mobil mewah memadati jalanan. Bukan hanya memadati, lebih tepatnya tidak bergerak sama sekali.

Celaka! Risa berseru panik melihat gerbang sekolah ditutup. Semua murid SMA Litarda yang terlambat menyumbat jalanan. Bagi mereka, daripada turun dan dijemur di bawah terik matahari, mereka memilih menunggu di dalam mobil mereka masing-masing.

"Percuma. Nggak akan bisa masuk. Acara udah mulai." Seorang laki-laki memberitahu Risa dari dalam mobil Alphard putih. Laki-laki itu memegang gelas bubble tea dan memakai kacamata hitam. Terjebak karena pintu ditutup sepertinya bukan jadi masalah untuknya.

Berbeda dengan mereka, bagi Risa ini bencana. Pertama, Risa tidak punya mobil untuk berteduh. Kedua, ini hari pertamanya jadi anak SMA. SMA Litarda pula! Ketiga, Risa adalah murid beasiswa. Dia miskin. Saat dirinya terjebak dalam masalah, tidak akan ada yang bisa membantunya.

Dengan insting penyelamatan dirinya, Risa pun berlari mengitari bagian luar gedung sekolah. Ia menemukan pintu samping, namun keadaannya tidak jauh berbeda. Ada penumpukan siswa yang tidak bisa masuk karena gerbang dikunci. Risa memutar lagi, kali ini ke belakang. Tidak ada pintu belakang, Risa kecewa. Saat Risa hendak pasrah kembali ke pintu depan, Risa menemukan sebuah ide.

"Jangan, jangan, Risa. Lo gila ya? Ini belum tujuh belasan, lo udah mau manjat-manjat aja," Risa memperingatkan dirinya sendiri.

Sayang, ketakutannya akan hukuman membuatnya mengabaikan semua akal sehat. Risa mengaitkan kedua tangannya ke atas tembok dan mencoba mengangkat tubuhnya. Wow! Bisa! Kakinya sudah menapak di tembok, bersiap naik lebih tinggi. "Yak...dikit lagi..."

Gagal. Tas bekal yang menggelayut di lengannya ternyata cukup menyusahkan Risa untuk memanjat sehingga Risa merosot kembali ke tanah dan harus mengulang dari awal.

"Duh! Rempong deh ini tas bekel!"

Tanpa pikir panjang Risa melempar tas berisi bekal makan siangnya melewati tembok, bermaksud agar lebih bebas memanjat. Dan memang setelah tas itu tidak menjadi beban tangannya lagi, usaha Risa untuk memanjat tembok berhasil dengan mulus.

Kecuali plastik sayurnya mendarat bukan di tanah, melainkan di atas kepala seseorang.

"AHH—!" pekik Risa kaget menyaksikan seorang laki-laki berdiri kaku bermandikan kuah sup ayam masakannya. Laki-laki itu berwajah tampan, bertubuh tinggi, mengenakan seragam SMA Litarda. Ada pin emas di kerah seragamnya. Bahkan setelah kena guyur kuah sup, laki-laki itu masih nampak ganteng.

"Turun."

Sambil menyeka sisa sayuran di kepala, laki-laki itu menatap Risa begitu tajam, sampai-sampai Risa merasa nyawanya disayat hingga sisa serpihan.

Mati gue!

* * *

Di saat warga Litarda tenggelam dalam hiruk-pikuk upacara penyambutan murid baru, ada Risa yang mendekam di ruang OSIS seorang diri. Persis penjahat yang menunggu interogasi, Risa duduk termenung di ruangan menghadap kursi kosong. "Diam di sini." Hanya itu perintah cowok tadi sebelum ia menutup pintu ruangan sejam yang lalu. Kesepian, Risa memaksakan diri menikmati sayup-sayup dentuman musik dari acara penyambutan.

Risa menghela napas panjang, menggeser pandangan ke arah kotak bekal berwarna merah di atas meja. Ia sengaja membeli bahan-bahan premium untuk bekalnya karena berpikir hari ini akan menjadi hari yang istimewa. Sekarang isi kotak itu pasti sudah amburadul tak karuan.

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang