"DAFTAR BIMBINGAN UDAH KELUAR, GUYS!" seru Secha begitu Miss Debby, guru Fisika mereka yang mendapat giliran di jam terakhir sudah meninggalkan ruangan. Bimbingan adalah salah satu program untuk murid baru. Sekolah akan menunjuk beberapa murid-murid berprestasi kelas XI dan XII untuk membimbing adik-adik bimbingan mereka menghadapi berbagai kesulitan di sekolah, mulai dari kesulitan belajar sampai bergaul.
Seketika seisi kelas heboh mendengar kabar yang dibawa Secha. Mereka sih sudah heboh dari semalam di grup WhatsApp menyerukan nama-nama kakak bimbingan idaman mereka. Nama Hara Dhana adalah yang paling banyak disebut.
"Kak Hara! Plis, plis, plis! Aku mau jadi adik bimbingannya Kak Haraaa!" Adeline bersimpuh dengan tangan tercakup, komat-kamit berdoa sungguh-sungguh.
"Eh tapi Kak Hara katanya cuma mau ngambil satu anak doang."
"Iya, ya. Kak Hara kan udah sibuk banget."
Adeline tidak patah harapan mendengar percakapan Tara dan Christie, tetap dalam posisi berlututnya. "Biar kata satu orang, pokoknya gueee! Gue mau jadi adik bimbingannya Kak Hara!"
"Gue cuma pernah ngeliat dia dua kali berdoa: pas nyumpahin mantannya yang selingkuh, sama sekarang," bisikan Christie melepas tawa Tara hingga terpingkal.
"Diem lo. Kalau gue beneran dapet Kak Hara, lo berdua harus nraktir gue Shaburi."
"Elah. Itu namanya bayar utang. Tiap makan di Shaburi juga kita berdua yang bayar," ledek Christie.
Selain memperebutkan Hara Dhana, ada juga keributan menghindari nama-nama tertentu.
"Gue nggak mau dapet Kak Tania! Kak Tania katanya galak banget!"
"Kak Reva juga!"
Risa tak paham apa yang mereka ributkan. Mungkin karena Risa tak kenal siapa-siapa di sekolah itu. Bagi Risa dapat siapa aja tidak masalah. Ia yakin kakak bimbingannya nanti tidak akan bisa mencari solusi untuk transportasinya ke sekolah. Ia masih tetap akan berjibaku di dalam gerbong kereta.
"Guys! Kita lihat bareng-bareng ya!" Secha memimpin prosesi sakral ini. "Semuanya buka app Litarda sekarang!"
Risa menyentuh satu ikon aplikasi bergambar logo sekolah mereka di layar ponselnya dengan malas kemudian memasukkan nomor induk siswa dan kata kunci. Begitu berhasil masuk, ada pesan baru yang mengarahkan Risa untuk melihat nama kakak bimbingannya.
"Keputusan ini sudah final dan tidak bisa diganggu gugat," Faldo membaca lantang catatan di bawah tombol.
"Oke, siap ya? Dalam hitungan ketiga, kita pencet tombolnya bareng-bareng!" Secha mulai menghitung. "Satu...dua...TIGA!"
Jeritan Adeline membuat semua kepala menoleh. Banyak dari mereka berpikir doa cewek itu terkabul. Sayang, ternyata itu adalah jeritan penuh kekecewaan.
"HAHAHA! Nggak dapet ya, Neng? Makanya, berdoa itu tiap hari. Jangan cuma kalau lagi ada maunya," nasehat Christie sambil puas menertawai Adeline. Tidak hanya Adeline, teriakan kekecewaan karena nama Hara Dhana tidak muncul di layar ponsel mereka pun terdengar dari berbagai arah.
"Siapa sih yang dapet Kak Hara? Kelas sebelah ya?" Secha ikut penasaran.
"Duh, ngapain sih pake akting nangis segala," gerutu Risa. Apa cuma dia yang sampai sekarang gagal paham apa istimewanya dibimbing oleh laki-laki bernama Hara itu?
Risa sendiri awalnya berniat untuk menunda melihat nama kakak bimbingnya sampai keluar kelas. Namun saat hendak mengunci layar, matanya tak sengaja mampir melirik apa yang tertera di sana.
Lho...
Risa mendekatkan matanya, memastikan ia tidak salah lihat.
LHOOO?!
Kenapa nama itu bisa nongol di samping namanya?
"Hara...Dhana?"
Risa terperanjat mendapati Deva menjulurkan leher untuk mengintip layar ponsel Risa. Belum sempat Risa memohon agar dia tutup mulut, Deva sudah menggulung buku di tangannya menjadi corong. "WOY! RISA DAPET HARA DHANA!" teriak Deva selantang-lantangnya.
Seketika semua mata menancap ke arah Risa.
"Am...pun..." cicit Risa semakin menciut dipelototi seisi kelas.
* * *
"Permisi..."
Risa mengetuk pintu ruang OSIS yang sudah terbuka. Ruang tempat ia sempat ditahan tadi pagi mendadak terasa tidak begitu menakutkan dengan adanya beberapa orang di sana.
"Ya?" sahut seorang cewek yang duduk paling dekat dengan pintu. Cewek itu kelihatan tidak tertarik sama sekali untuk menoleh. Tetap sibuk dengan laptopnya.
"Mau cari Kak Hara--"
"Nggak bisa diganggu," balasnya sebelum Risa selesai bicara.
"Ta-tapi tadi Kak Hara suruh saya ketemu dia..." Risa menjawab sekaligus mengecek kembali pesan Hara di WhatsApp. [Pulang sekolah kamu langsung cari saya di ruang OSIS]. Bukan maksud Risa kecentilan, tapi dilihat berapa kali pun memang Hara yang meminta Risa datang ke sana.
Risa tidak sadar kalau ucapannya barusan membuat semua orang menoleh sampai ada suara laki-laki menimpali.
"Anaknya Hara ya?" Seorang laki-laki muncul dari pintu samping mengangkat sebuah kardus. "Hara ada di ruangannya. Masuk aja." Laki-laki itu mengedik ke satu pintu berisi papan nama bertuliskan KETUA OSIS.
"Semangat ya," celetuk cewek berbandana putih sambil menahan tawa ketika Risa berjalan melewatinya. Entah apa maksud cewek itu, Risa tak mau ambil pusing. Ia hanya ingin cepat pulang sebelum tertelan arus pulang kereta.
Risa mengetuk dua kali. Tidak perlu menunggu lama, langsung terdengar sahutan dari dalam. "Masuk."
Saat pintu dibuka, Risa melihat sebuah ruangan berisi satu meja kerja, sofa dan lemari buku kecil. Di belakang meja, seseorang sedang duduk dengan dokumen terangkat hingga menutupi wajah. Orang itu tidak mengenakan seragam sekolah, melainkan baju kaos hitam dan celana jins. Apakah menjadi Ketua OSIS itu berarti bisa berpakaian sesuka hati?
"Pertemuan kita hari ini singkat aja. Aku Hara. Sebut namamu, asal sekolah, dan kenapa kamu pilih SMA Litarda."
"Saya--"
OH SHIT!
Risa otomatis mengerem kata-katanya, menyaksikan siapa yang ada di balik meja. Cowok itu! Cowok yang memergoki Risa memanjat tembok tadi pagi sekaligus yang kena siram kuah sup ayam bekalnya. Jadi...
Cowok itu Hara Dhana?
Yang dielu-elukan semua cewek di kelasnya?
Yang katanya Ketua OSIS terbaik yang pernah dimiliki SMA Litarda?
Yang katanya bassist band dan punya fanbase sendiri?
YANG BENAR?!
Dan cowok itu sekarang balas memasang wajah terkejut bercampur kesal yang sangat mengerikan. Ternyata cowok itu memakai kaos dan jins bukan karena ingin berpakaian sesukanya, tapi karena ulah Risa tadi pagi. Apa yang bisa disyukuri dari situasi antara hidup dan mati ini?!
"Lo--"
Risa tidak membiarkan Hara menyelesaikan kata-katanya. "Sori salah ruangan!" seru Risa diikuti dengan membanting pintu ruangan Hara dan segera kabur dari sana. Kebetulan dia pernah menang lomba lari saat acara 17-an tahun lalu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Roman pour Adolescents[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...