"Risa, aku laper ..."
"Cringe banget, njir!" Hara mengacak-acak rambutnya sendiri dan hampir menendang tong sampah di dekat tangga, tak tahan mendengar Aksa merengek seperti anak kecil. Semenjak keluar dari rumah sakit, Aksa jadi semakin manja pada Risa. Tiba-tiba dia tidak bisa mengikat sepatunya sendiri. Atau membedakan antara garam dan gula.
Semua orang di rumah itu tahu Aksa tidak bodoh. Penyakitnya tidak menurunkan IQ-nya. Tapi Risa tetap saja dengan sukarela meladeni rengekannya. Membuat Hara jengkel bukan main karena terjebak seorang diri di antara tingkah mereka berdua yang aneh.
"Aduduh, Kak Aksa mau maem apa?"
"Nasi aking!" sambar Hara sambil melewati mereka dengan segelas susu di tangan. Apa aja deh. Yang penting mereka berhenti ngomong.
"Emangnya Kak Aksa ayam? Dikasih nasi aking! Jahat banget sih sama kembaran sendiri!" Risa menyerang.
"Iya! Hara kan memang jahat sama aku!" Aksa menambahkan amunisi. "Peluk dong, Risa ... Aku sedih nih di-bully Hara melulu!" Tangan Aksa membuka lebar. Cemberut di wajahnya dilebih-lebihkan. Sayang, alih-alih Risa, justru Hara yang berlabuh di pelukan Aksa.
"Sabar ya, Bro." Hara menepuk-nepuk punggung Aksa.
"Jijik, tau!" Aksa seketika mendorong dan menendang perut Hara. Ia bergidik kemudian menepis kuman tak kasatmata dari tubuhnya yang ditularkan Hara melalui pelukan barusan.
"Menurut lo gue nggak jijik liat lo manja-manjaan ke Risa? Cih." Hara melemparkan tatapan mengancam sambil mengangkat setoples kecil selai kacang di tangannya. Ia ingin mengingatkan cukup sesendok dari isi toples itu untuk membuat Aksa sesak napas.
"Maaf ya, Kak Aksa," Risa datang membawa sepiring sayuran rebus dan dada ayam panggang kemudian meletakkannya di hadapan Aksa. "Kak Hara nggak ngeijinin aku peluk-peluk cowok sembarangan."
Bibir Aksa menekuk turun. Bukan karena tidak selera makan melihat apa yang Risa hidangkan, melainkan karena mendengar ucapan Risa. "Tapi aku kan bukan cowok sembarangan ..."
"Nanti ya. Kalau aku udah selesai masa bimbingan, aku peluk Kak Aksa banyak-banyak!"
Aksa tertawa saat Risa membuat gerakan menirukan bentuk gunung menjulang yang lebih tinggi dari kepalanya dengan kedua tangannya. Tentu saja Hara tidak akan tinggal diam.
"HEH! Tetep nggak boleh!"
Tawa Aksa luntur. Kedua tangan Risa turun dengan lunglai gara-gara Hara si party pooper. "Serba nggak boleh ih sama Kak Hara," gerutu Risa.
"Mau lo anak bimbingan gue, mau nggak, etikanya kan nggak berubah!" Hara coba membela harga dirinya. "Udah sana, bikinin gue omelet!" Hara mengibaskan telapak tangannya, mengusir Risa dari meja itu.
Dengan malas, Risa membalik badan. Namun, ketika kakinya hendak melangkah, Aksa menahan. "Nggak usah. Kamu kan dibayar buat ngurusin aku. Biar dia bikin sendiri."
Hara memutar kedua bola matanya. Memangnya Aksa pikir dia tidak punya solusi lain? "Chef Dede!"
"Chef Dede sakit," sahut Aksa disertai senyum kemenangan. Ia mencondongkan tubuh, sengaja memenggal kalimatnya pelan-pelan agar terdengar dramatis. "Masak-sendiri!"
Tangan Hara menghempaskan serbet ke atas meja dan bersiap berjalan ke dapur ketika solusi keduanya muncul di pintu.
"Haraaa! Nebeng ke sekolah dong! Mobil gue di bengkel!" pekikan Saskia melengking mengisi ruang makan.
Mirip banteng betina, Saskia berlari dan menyeruduk memeluk Hara. Risa mengernyit tak habis pikir. Laki-laki itu melarangnya memeluk orang sembarangan, tapi sekarang dia pasrah dipeluk Saskia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Novela Juvenil[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...