Bab 64 - Omotesando

473 87 9
                                    

Hara terlalu nyaman berada di pelukan Risa. Dari pelukan pertama yang Risa berikan di mobil waktu Hara lirih bercerita soal ibunya dulu, Hara ingin memonopoli privilege itu untuknya seorang. Ia pun bersungguh-sungguh saat melarang Risa memeluk laki-laki lain selain dirinya.

Tapi apa daya Hara? Secara resmi, Risa saat ini bukan milik Hara. Cewek itu pacar Aksa, saudara kembarnya. Hari kepulangan mereka ke Indonesia semakin dekat dan Hara pun semakin cemas. Ia masih tak tahu bagaimana harus menghadapi Aksa. Namun seperti petuah Reo, Hara sebaiknya menikmati setiap detik bersama Risa.

Hari terakhir adalah hari bebas tanpa jadwal kegiatan. Beberapa orang memutuskan untuk ke Kawaguchi dan area sekitar Gunung Fuji lainnya, termasuk Reo dan Oryza. Sisanya memilih untuk menjelajahi tempat-tempat menarik lain di Tokyo. Hara dan Risa awalnya mengekor rombongan yang akan berbelanja ke Shibuya, kemudian diam-diam mereka berdua memisahkan diri.

"Kak Hara, kita ke mana?" tanya Risa.

"Omotesando," jawab Hara. Hara sengaja memperlambat kecepatan langkahnya untuk mengimbangi langkah Risa yang lebih pendek. Tangan Hara tak mau melepaskan Risa sepanjang jalan yang mereka tempuh. Bahkan tiap kali Hara teringat besok mereka harus pulang, secara refleks jari-jari Hara menekan tangan Risa lebih keras.

"Omotesando? Ngapain?"

"Ngopi sekaligus gue mau kenalin lo ke seseorang."

Wajah Risa mendadak pucat. Hara bisa mengerti kekhawatiran gadis itu. Mereka belum terang-terangan mengumumkan kedekatan mereka pada orang lain. Bagaimana kalau nanti ada yang mengadu pada Aksa? Bukan maksud mereka untuk backstreet selamanya, tapi Hara ingin Aksa mendengar dari mulutnya sendiri.

"Tenang." Hara mengusap lembut kepala Risa. "Orang ini bisa jaga rahasia kok."

Risa pun menurut, melangkah ke mana saja Hara membawanya. Mereka berjalan sekitar 10 menit lagi menyusuri jalan utama. Kemudian di dekat minimarket, mereka berbelok masuk ke sebuah gang.

* * *

Jalanan di dalam gang cukup untuk satu mobil. Walau kecil, tapi gang itu ditata begitu cantik. Warna coklat kemerahan dari dinding batu bata mendominasi. Tanaman hias menyertai, memamerkan berbagai bunga-bunga musim gugur. Gang itu buntu dan pendek. Hanya ada satu bangunan di ujungnya.

Sebuah kafe bernuansa Parisian. Noémie adalah nama kafe itu. Ketika mereka masuk, seorang wanita melambai dari meja di dekat lukisan. Wanita itu sudah tua, mungkin berusia 60-an. Rambut kelabunya mulai memutih. Ia memakai blus turtleneck berwarna biru tua dan celana kain hitam. Muffler-nya yang berwarna putih tergantung di punggung kursi. "Sini, Hara!" ia memanggil Hara.

Begitu mata Hara menemukan keberadaan wanita itu, Risa melihat bibir Hara mengangkat senyum hingga gigi-gigi depannya terlihat. Masih menggandeng Risa, Hara berlari kecil menghampiri wanita itu. Risa tak pernah melihat Hara seriang itu.

"Nenek!" sapa Hara yang akhirnya melepas genggamannya dari tangan Risa agar kedua tangannya bisa memeluk wanita itu.

"Duh, cucu Nenek yang ganteng! Nenek kangen!" Wanita itu menepuk-nepuk punggung Hara. Matanya terpejam, senyumnya selebar senyum Hara.

Risa hanya berdiri mematung, tapi ia tak merasa terlantar sama sekali. Ia justru menikmati momen mengharukan ini. Risa sudah pernah melihat kakek Hara dan Aksa. Dan akhirnya ia bisa melihat nenek mereka. Untuk seorang nenek, wanita itu masih tampak cantik dan bugar. Kerutan di wajahnya justru membuat kesan bijak padanya.

"Oh iya, Nek, ini Risa."

Nenek Hara terdiam sejenak menunggu Hara melanjutkan kalimat perkenalannya. Tapi karena Hara cuma nyengir dan tidak mengatakan apa-apa, akhirnya nenek Hara menjulurkan tangannya. "Halo, Risa. Saya Ruth, neneknya Hara."

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang