2 bulan kemudian ...
"Risa pulang aja. Nanti kita yang lanjutin."
Risa berhenti menyegel kardus untuk tersenyum pada Reo. "Nggak apa-apa, Kak. Nanggung."
"Jangan bilang nanggung terus dong. Barusan kan kamu balik dari Tangerang buat koordinasi sama Panti Asuhan yang mau kita kunjungi. Masa balik-balik kamu masih kerja juga." Reo terus membujuk.
"Beneran deh, Kak. Ini dikit lagi juga selesai."
"Oke ..." Reo melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. "Jam 4 selesai ya."
Risa nyengir dan mengangguk. "Siap, Kak."
Reo masih menyisakan seberkas kekhawatiran saat melepas Risa, tapi akhirnya cowok itu pergi juga. Dari arah jalannya, Reo tidak pergi ke parkiran untuk pulang. Dia pasti nongkrong di kantin menunggu jam 4 untuk kemudian mengecek apakah Risa sudah pulang atau belum. Persis mandor.
"Kardus terakhir! Semangat!" Risa menyemangati diri sendiri.
Semenjak kepindahan Hara, jabatan Ketua Panitia untuk HUT Litarda beralih pada Reo. Dari pitching beberapa bulan yang lalu, Reo memilih ide kegiatan sosial Risa sebagai salah satu aktivitas HUT Litarda. Dibanding ide-ide kelas lainnya seperti kompetisi olahraga atau festival, ide yang Risa ajukan terdengar sangat membosankan. Tidak banyak yang mau bergabung dalam kegiatan ini, hanya anak-anak kelas X-Delta dan pengurus OSIS.
Reo sempat mewajibkan beberapa kelas untuk ikut serta, tapi mereka protes keras. Absennya Hara ternyata juga memunculkan banyak pembangkang di berbagai penjuru Litarda. Ditambah lagi nama Risa sebagai pencetus ide menambah reaksi negatif mereka. Gosip reda nyatanya bukan berarti mereka sudah mengoreksi persepsi mereka terhadap Risa.
Karakter Reo dalam memimpin sama sekali berbeda dengan Hara. Kalau Hara selalu ngegas sana-sini, Reo cenderung sabar dan tenang. Jarang sekali Reo bersedia berkonflik. Cowok itu akan selalu mencari jalan tengah dari semua permasalahan.
Tak mau Reo pusing karena ide yang ia cetuskan, akhirnya Risa berhasil meyakinkan Reo kalau ia bisa melakukannya dengan sejumlah orang yang ada.
"Kotak pensil, pensil warna, penggaris ..." Risa menghitung barang-barang yang sudah ia masukkan ke dalam kardus. Tapi kenapa kardus itu masih banyak ruang kosong? "Ya ampun bukunya!"
Risa bergegas keluar dari aula dan berlari menuju ruang OSIS untuk mengambil buku mewarnai yang tertinggal. Namun saat Risa melangkah masuk, ia berhenti melangkah melihat pintu ruang Ketua OSIS terbuka. Walaupun sekarang Reo menjadi Pelaksana Harian Ketua OSIS, tapi Reo menolak memakai ruangan itu. Belum pantas katanya.
Lalu siapa yang membuka ruangannya?
Napas Risa tertahan menyaksikan sosok Hara menatap keluar jendela. Sosok itu menyampirkan blazer seragamnya di pundak seperti memakai jubah, bergeming menatap ke luar jendela. "Kak ... Hara ..."
Sosok itu menoleh perlahan, menatap balik Risa dengan lirih disertai sebuah senyuman tipis. "Bukan, Risa. Aku Aksa."
* * *
Menyakitkan mendengar Risa menyebut nama Hara saat melihat Aksa di ruangan itu. Tapi apa boleh buat? Cewek itu pasti sangat merindukan Hara. Bagaimana tidak? Satu minggu mereka melewati hari-hari terindah mereka di Jepang, minggu berikutnya Hara sudah pergi. Risa pasti shock. Belum lagi perlakuan yang Risa dapatkan dari orang-orang bermulut tajam di Litarda. Semua itu tidak mudah bagi Risa.
"Kak Aksa udah sehat?"
Semakin sakit hati Aksa melihat betapa berat usaha Risa menarik senyum untuk menyapanya. Risa yang dulu mengembangkan senyum seringan bulu angsa. Tawanya juga mudah meledak, selalu membuat orang-orang di sekitarnya ikut tertawa. Sekarang, tersenyum pun ia sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Teen Fiction[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...