"Yah ... ujan?"
Sore itu Risa membuka telapak tangan menghadap langit, merasakan dinginnya rintik hujan menyentuh kulitnya. Ia sadar langit sudah gelap ketika ia keluar dari gerbang rumah keluarga Dhana. Dengan naifnya, Risa pikir akan ia cukup cepat untuk kembali lagi dari minimarket sebelum hujan turun.
Nasib punya kaki pendek.
"Gara-gara telor dadarnya Kak Hara nih!"
Risa melempar kesalahan pada Hara. Kalau saja Hara diam dan menelan telur rebusnya bulat-bulat, Risa tidak akan kehujanan begini. Kemarin daun kucai, sekaran telur dadar. Cowok itu memang senangnya cari gara-gara dengan Risa.
"Pilek deh ini." Risa pasrah dengan tubuhnya yang terlanjur tersiram hujan. Tidak ada tempat berteduh di dekat sana. Ponsel pun ia tak bawa.
Tiba-tiba saja hujan berhenti mengguyur kepalanya. Bukan. Bukan hujan yang berhenti, tapi seseorang sudah membuka payung untuk melindunginya.
"Kak Aksa?"
Aksa tersenyum melihat wajah kaget Risa. "Kenapa kamu bisa hujan-hujanan di sini?"
"Beli minyak goreng, Kak. Habis." Risa mengangkat tas belanjanya yang berisi satu liter minyak goreng.
"Ya udah. Yuk pulang ..." Aksa celingukan mencari-cari sesuatu di sekitar mereka. "Pak Husni mana?"
"Memang ada Pak Husni?" Risa ikut menyisir dengan matanya.
Wajah Aksa seketika berubah jengkel mendapati mobil dan supirnya sudah lenyap meninggalkan mereka. "Tadi aku bilang tunggu. Ah, dasar nih Pak Husni. Besok aku suruh Snowy kencing di sepatunya Pak Husni."
Bibir Risa mengulum senyum geli melihat Aksa kesal dan menggerutu. Aksa hampir tidak pernah marah, paling tidak di depan Risa. Cowok itu biasanya lebih memilih untuk diam atau menertawakan masalahnya.
"Risa kenapa sih senyum-senyum sendiri? Ngeledek aku ya?" Sebelah alis Aksa terangkat.
Cepat-cepat Risa menggeleng sebelum Aksa salah sangka. "Nggak, Kak. Aku tumben lihat Kak Aksa marah-marah."
Berbeda sekali dengan Hara yang hobinya mengomeli semua hal. Kesetlah, radiolah. Lama-lama matahari terbit dari timur juga kena omel Hara.
"Tapi satu hal yang harus kamu tahu ..."
Tangan Aksa yang tidak sedang memegang payung, menelungkup di atas kepala Risa. Aksa mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka begitu dekat. Terlalu dekat.
"Aku nggak mungkin marah sama kamu."
Kalimat itu ditutup dengan sebuah senyuman manis favorit cewek-cewek Litarda.
Siapa pun yang berada pada posisi Risa pasti merasa gugup. Pipi panas dan merona adalah reaksi standar yang tak terelakkan. Bayangkan saja, wajah tampan Aksa begitu dekat merekahkan senyum. Belum lagi sepasang mata indah Aksa menatap lembut hanya pada Risa.
"Ngopi yuk?" ajak Aksa sebelum Risa kehabisan napas. Ia menunjuk ke arah sebuah kedai kopi di dekat sana. "Hujannya makin deras. Percuma juga kita jalan pulang sekarang. Pasti basah."
Kemudian Aksa menyodorkan gagang payung itu untuk Risa pegang. "Payungnya untukmu aja. Aku masih ada jaket."
"Kak! Ngapain sih? Nanti basah lho!" Risa mencegah Aksa keluar dari perlindungan payung itu.
"Ya udah, gini aja."
Risa tak berdaya ketika Aksa tiba-tiba merangkul Risa agar mereka berdua muat di bawah payung itu. Lalu mereka berjalan berdua menuju kedai kopi. Sesekali Aksa melempar senyum tanpa menatap Risa, entah apa yang ada di dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Fiksi Remaja[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...