Bab 18 - Lip Tint

589 102 15
                                    

Sudah 15 menit tidak ada suara di mobil itu. Hara mengemudi dalam diam, sedangkan Risa sibuk mengetik di ponselnya. Sesekali Hara melirik gadis di sebelahnya. Tak sekali pun terlintas di benaknya kalau mereka akan berangkat sekolah bersama-sama. Tidak hanya itu. Risa juga bekerja di rumahnya dan tinggal bersebelahan.

Saat mobil berhenti karena lampu merah, Hara kembali melirik Risa. Gadis itu masih juga tak sadar sedang diamati. Sekarang Risa mengeluarkan sebuah botol panjang kecil dari tasnya.

Cat kuku?

Risa membuka dan menghirup aroma kuas yang tersambung dari tutup botol. Nampaknya bukan cat kuku. Hara pernah mencium bau cat kuku Saskia. Tajam sekali. Aroma benda yang Risa bawa membuatnya tersenyum.

Setelah itu Risa memulas segaris tipis cairan di botol kecil tadi pada bibir atas dan bibir bawah, kemudian meratakannya dengan jari.

"Apa itu?" Hara tak tahan untuk tidak bertanya.

Risa kaget mendengar pertanyaan Hara. Ia tak menyangka Hara menaruh perhatian pada benda-bendanya. "Lip tint, Kak..."

"Lip tint? Tinta bibir?"

Gelak Risa pecah. Pipinya mengembang maksimal. Mungkin dia lupa kalau Hara laki-laki. Mana paham istilah make up perempuan. "Kayak lipstick cair gitu lho."

Hara mengembalikan pandangan ke jalan. "Centil banget sih. Mau godain siapa?" Dua kalimat itu terlontar dari mulut Hara begitu saja tanpa kurasi.

"Ra-ha-si-a." Risa memenggal jawabannya per suku kata dan ia akhiri dengan kedipan sebelah mata.

Untung lampu hijau sudah menyala. Hara jadi punya alasan untuk sibuk.

"Kak Hara ..." Risa mengetuk lengan Hara yang padat.

"Hm."

"Kak Reo udah punya pacar belum?"

Hara menghentak pedal rem padahal jarak mobilnya dengan mobil di depan masih cukup lenggang. "Kenapa lo tiba-tiba nanyain Reo?"

"Nanya aja."

Mereka beradu pandang. Risa mengerjap sedangkan Hara tidak sama sekali. Ia tadi berharap Risa mengoreksi kata-katanya. Ternyata tidak. Gadis itu benar-benar menaruh minat pada Reo.

"Reo itu playboy. Pacarnya banyak. Jangan deket-deket sama dia."

"Tapi dia baik banget."

Hara berdecak kesal. Ngeyel sekali adik bimbingannya ini. "Denger nggak tadi gue bilang apa? Dia playboy--"

"Jangan deket-deket, yayaya." Risa kembali asyik dengan ponselnya.

Habis makan apa sih ini anak? Belum pernah Risa bersikap secuek ini dengan nasihatnya. Apa dia benar-benar naksir Reo?

"Eh, Kak, gue turun di sini aja."

Hara mengernyit. Ini kan masih ratusan meter dari sekolah mereka?

"Lo pikir gue angkot? Nggak. Turun di parkiran aja." Hara terus menginjak pedal gas, namun karena padatnya mobil, mobil Hara agak tersendat.

"Nggak mau! Gue nggak mau ketahuan turun dari mobil Kak Hara!" rengek Risa.

"Lah, trus ngapain ikut mobil gue ke sekolah?" Hara makin naik pitam.

"Biar hemat. Udah sih, tinggal injek rem, gue buka pintu, trus keluar."

Hara pura-pura tidak dengar. Sampai Risa mengancam, "Gue lompat nih!"

Sengaja Hara tidak menyahut. Dia mau lihat senekad apa cewek ini.

Dan ternyata benar-benar nekad.

Dengan cepat Risa mengambil momentum mobil yang berhenti bergerak sesaat. Ia membuka kunci pintunya, melepas sabuk pengaman. Sedetik kemudian Risa sudah pergi meninggalkan Hara sendirian di mobil.

"Bocah sinting! Besok-besok gue child lock pintu lo!" ancam Hara pada punggung Risa yang semakin menjauh.

***

Reo ...

Kenapa Reo sih?

Hara mengamati tiap gerak-gerik wakil ketua OSIS Litarda yang kebetulan satu kelas dengannya. Reo biasanya tiba 15 menit setelah Hara, mengendarai Mini Cooper biru metalik. Ayah Reo adalah Duta Besar Indonesia untuk Austria. Ia menghabiskan sebagian besar liburan untuk terbang bolak-balik Indonesia-Austria mengunjungi ayahnya.

Kalau Hara anak sepak bola, Reo anak bulutangkis. Tahun ini tim bulutangkis sedang jaya-jayanya. Satu bintang lapangan mereka sedang dikarantina untuk mewakili Indonesia di kejuaraan internasional.

Reo juga populer. Banyak yang suka pada Reo karena Reo ramah dan humoris. Ia pun tidak pernah pikir panjang untuk membantu orang.

Ada banyak alasan untuk mengagumi sosok Reo. Tapi Hara tahu, anak itu punya satu masalah akut: tidak bisa terikat pada satu cewek. Tak terhitung berapa banyak hubungan tanpa status yang pernah ia jalankan. Ia paling bingung kalau disuruh memilih mau jadian sama siapa. Dan anehnya, cewek-cewek yang 'digantungi' oleh Reo, tahu kondisi hubungan mereka dan jarang ada yang protes.

"Reo!" panggil Hara saat mereka ada di ruang ganti sebelum pelajaran olahraga.

"Ya, Boss?" sahut Reo dengan dada telanjang, bersiap memakai kaos seragam olahraga.

"Lo masih sama Oryza?"

"Masih."

"Kara?"

Reo nyengir malu-malu. "Masih juga."

"Fanya?"

Cengirannya semakin lebar. "Juga masih."

Hara menggeleng cepat, menepis khayalan di kepalanya soal Risa yang menjadi salah satu selir Reo. Sepintas ia membayangkan Risa memulas bibirnya dengan benda bernama lip tint tadi kemudian mencium bibir Reo.

"Kenapa lo, Har?" tanya Reo, bingung melihat tingkah aneh Hara pagi itu.

"Nggak apa-apa," cepat-cepat Hara menyangkal.

"Lo naksir salah satu dari mereka? Nanti gue kenalin."

"Nggak." Hara memutar kedua bola matanya.

Reo mengecek penampilannya melalui cermin besar di dekat loker. "Oh iya, si Risa naik ojek dari stasiun ke sekolah ya? Gue mau jemput dia tiap pagi di stasiun trus bareng gue ke sekolahnya. Lo kan kakak bimbingannya. Gue harus ijin dulu ke lo."

"Nggak usah. Mending lo isi saldo GoPay atau OVO-nya," sahut Hara sambil melengos pergi. Hara tahu Reo hanya bermaksud membantu Risa. Tapi ini Reo. Satu-dua kali cuma nebeng, lama-lama malam mingguan bareng.

"Kenapa lapangan rame banget?" Hara mengerutkan kening melihat ada anak-anak Litarda lain yang juga berseragam olahraga sudah siap di lapangan.

"Lo nggak tahu? Mr. Ryan sakit. Jadi kelasnya digabung dengan kelas kita," jawab Reo sambil berjongkok membenahi tali sepatu.

"Kelas apa?"

"X-Delta."

X-Delta kan ...

"Kelasnya Risa," Reo menambahkan, tak sabar melihat kening Hara yang tak kunjung mengendur.

Tak lama setelah itu, Risa muncul bersama beberapa orang teman sekelasnya. Tubuhnya yang mungil membuat ia kelihatan tenggelam dalam seragam olahraga itu. Gadis itu mengikat rambutnya jadi kuncir kuda dan memasak bandana abu-abu untuk menahan poninya. Bibir Risa masih berwarna merah jambu, efek warna dari lip tint yang ia pakai.

"Kak Hara tuh!" Salah satu anak perempuan yang bersama Risa keceplosan memekik.

Risa adalah satu-satunya yang tidak memasang wajah malu-malu atau cekikikan. Ia sekilas mengadu pandangan dengan Hara.

Kemudian mata bulat Risa beralih ke belakang punggung Hara. Melalui mata itu Hara merasa Risa mengisyaratkan sesuatu pada Reo. Karena setelah itu, senyumnya mengembang. Begitu juga dengan Reo yang membalas senyuman Risa sambil mengangguk.

Ada apa dengan mereka berdua?

***

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang