Bab 11 - Trauma

692 95 13
                                    

Hara menatap mangkuk sup ayam yang diantar dari kantin sekolah ke ruang kerjanya. Tiba-tiba ia teringat saat sebungkus sup ayam bekal Risa mendarat di atas kepalanya. Aneh. Biasanya ia kesal bukan main kalau ingatan itu hinggap lagi. Kali ini ia justru ingin menertawai dirinya sendiri, sadar betapa konyolnya kejadian itu.

Sore ini tidak ada bimbingan. Sepi juga, pikir Hara. Padahal beginilah hari-hari Hara sepulang sekolah. Ia selalu mengurung diri di Ruang Ketua OSIS. Biasanya Hara sibuk membuat atau mengevaluasi proposal program dari para ketua divisi. Kalau tidak ada, ia akan mengerjakan tugas, membaca buku atau bermain bass seorang diri. Pokoknya apa pun yang bisa membuatnya pulang semalam mungkin. Hara malas kalau di rumah harus melihat ibunya selalu memanjakan Aksa dan mengabaikan kehadirannya.

Sekarang ada Risa.

Adik bimbingannya yang mirip hamster. Polos tapi berisik. Sampai-sampai Hara ingin mengisi kedua pipi bulatnya dengan helium agar anak itu terbang seperti balon.

Tiba-tiba Hara berhalusinasi merasakan ikan kembung goreng masakan ibu Risa di lidahnya. Haruskah ia mencari-cari alasan untuk mampir ke rumah Risa lagi? "Duh, Cilebut..." keluh Hara. Membayangkan kondisi jalanan dari rumahnya ke daerah itu saja sudah membuatnya frustasi.

Ponsel Hara bergetar di atas meja. Nama Saskia muncul di layar. Awalnya Hara abaikan. Saskia selalu meneleponnya untuk alasan-alasan tidak penting. Dan teriakan 'sayang'-nya itu lho, bikin telinga Hara berdarah.

Saskia tidak menyerah. Ponsel Hara sampai berputar karena terus-menerus bergetar. "Paan sih?" jawab Hara kesal.

Hening. Tidak ada teriakan manja seperti biasanya. Cuma deruan napas dan suara Saskia yang bergetar menyebut namanya. "Hara..."

"Ya?" Hara menegakkan tubuh, sadar ada yang tidak beres.

"Ke toilet perempuan di gedung Einstein lantai 2 sekarang dong..."

Hara mengerutkan kening, mendengar permintaan Saskia yang janggal itu. "Maksud lo?"

"Adik bimbingan lo... Si Risa..."

Tak perlu mendengar kelanjutannya. Hara langsung menghambur meninggalkan ruangan, berlari menuju tempat yang disebut Saskia barusan.

"Kenapa, Har?" Reo terkejut Hara hampir menabraknya di depan Ruang OSIS.

"Risa. Perasaan gue nggak enak."

Walaupun larinya tidak sekencang Hara, Reo ikut memacu larinya mengekor Hara.

* * *

"Handuk! Ambilin handuk dong!"

Suara Saskia terdengar saat Hara dan Reo mendekati toilet perempuan di Gedung Einstein lantai 2, tapi Hara tak bisa melihat keberadaan gadis itu. Sepertinya dia ada di dalam toilet.

Anak-anak tim renang putri yang kebetulan diketuai oleh Saskia berdiri menyumbat pintu, berlomba-lomba berjinjit untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam toilet. Beberapa orang menampakkan wajah kaget dan cemas setelah berhasil mencari tahu.

"Ini, Sas!" Salah satu dari mereka mengeluarkan handuk dari tas olahraganya dan masuk menemui Saskia. Tak lama kemudian gadis itu keluar dengan wajah iba bercampur ngeri. "Kasihan banget..." ujarnya dengan tubuh bergidik.

"Minggir!" teriak Hara pada mereka semua, tak tahan lagi menebak-nebak. Melihat kehadiran Hara, mereka langsung menyingkir memberi jalan.

Lalu Hara membeku menyaksikan apa yang ada di depan matanya.

Di sudut toilet, dalam pelukan Saskia, Risa menangis, duduk melipat kaki dengan kepala tertunduk di atas lutut. Tubuhnya yang gemetar hanya berselimutkan selembar handuk tadi. Kardigan, kemeja, dan rok seragamnya tercecer di lantai. "It's okay, Risa. It's okay. You're safe now," ujar Saskia berusaha menenangkan gadis itu.

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang