Bab 47 - Culture Trip

497 94 14
                                    

Peringatan Bi Atun benar. Hara yang rewel ternyata lebih menyebalkan dari serat daging yang terselip di sela-sela gigi.

"Gue nggak mau pake telor, daun bawang, kulit salmon. Trus jamur shitake-nya dua aja."

Risa mendesis sembari menggunakan sumpit untuk menendang satu per satu potongan daun bawang dari bekal Hara. Karena sudah ada Risa, Chef Dede ditarik kembali untuk bekerja di restoran milik ayah si kembar. Sekarang isi perut seluruh anggota keluarga Dhana bergantung pada Risa.

Tentu saja Chef Dede sudah melatih Risa dengan keras. Di hari terakhirnya saja Chef Dede mengukur kecepatan Risa mengiris bawang merah. Mata Risa banjir air mata sampai-sampai Aksa kira Hara bikin ulah lagi ke Risa dan mengomelinya. Omelan Aksa segera pindah ke Chef Dede setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Sini. Lihat Risa." Aksa mendorong badan besar Chef Dede, memaksa pria itu berdiri di hadapan Risa. "Bagian mana dari Risa yang mirip blender?"

"Ng ... Nggak ada, Mas Aksa ... Justru badan saya yang lebih mirip blender. Bongsor."

Hara yang kebetulan lewat sempat terbahak mendengar ucapan Chef Dede sebelum ia diusir dari dapur oleh Aksa kemudian. "Bukan masalah besar badannya, Kang! Kenapa juga Risa harus motong cepet-cepet? Aku aja yang motong ya?"

Chef Dede menatap Aksa bingung. "Motong bawang?"

"Motong gajimu, kalau Risa sampai kenapa-kenapa."

Bekerja beberapa bulan untuk keluarga ini Risa jadi bisa membaca tabiat si kembar kalau sedang marah. Ibarat anjing, Hara menyalak keras tapi tak akan menggigit. Aksa sebaliknya, tidak menyalak tapi langsung menggigit.

Kalau disuruh pilih mana, Risa tak mau berurusan dengan keduanya. Berada di kubu yang berseberangan dengan si kembar Dhana benar-benar petaka. Apalagi kalau mereka sedang punya tujuan yang sama.

Kembali ke rewelnya Hara pagi itu, ingin rasanya Risa menelan kakak bimbingannya bulat-bulat. Daun bawang yang Hara maksud adalah daun kucai. Potongannya kecil-kecil dan ramping. Menyingkirkan benda itu dari makanan Hara bisa menghabiskan seluruh hidup Risa.

"Kaaak! Bisa telat ini kita!"

Hara bertahan di tempatnya berdiri, tak menggubris rengekan Risa. Dengan kedua tangan terlipat di dada, Hara mengedik kecil, memerintahkan Risa untuk terus melaksanakan instruksinya.

Aksa muncul dari arah dapur. Wajahnya jengkel menatap Hara. Tangan kanannya mengepal.

Tonjok Hara! Plis, tonjok Hara! Risa membatin dalam hati.

Sayangnya tidak.

Alih-alih menonjok Hara, Aksa membuka kepalan tangannya di atas bekal Hara ...

Dan mengubur makanan itu dengan gundukan potongan daun kucai.

"WOYYY!" protes Hara keras.

"Ayo, Risa. Kita berangkat sama Pak Husni aja." Aksa menarik Risa pergi dari hadapan Hara.

***

"Udah urus visa belom lo?"

Hara bertanya saat makan siang bersama Risa dan Aksa. Setelah Aksa mengacaukan bekalnya, Hara memutuskan untuk meninggalkan bekal itu dan makan siang di kantin saja. Sesekali Hara mencuri pandang iri pada kotak bekal Aksa. Ya salah sendiri rewel. Cibir Risa dalam hati.

"Visa? Memangnya Risa mau ke mana?" tanya Aksa penasaran. Oh iya, Aksa tidak ada di festival Jepang waktu itu.

"Nggak ke mana-mana," jawab Risa ringan. Tangannya mengaduk sambal pada mie ayam pesanannya. Karena meladeni Hara, Risa sampai tak sempat membuat bekal untuk dirinya sendiri.

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang