"Risa! Sini! Foto yuk!" panggil Adeline dari atas undakan kuil Sensoji. Ini adalah panggilan foto yang kesembilan kalinya. Semua anak X-Delta tampak lelah mengikuti gadis itu. Maklum, ambisi Adeline adalah menjadi influencer. Jadi dia ngotot harus punya bahan untuk media sosialnya.
Risa kebalikan dari Adeline. Dia cuma mengambil beberapa gambar dengan foto ponselnya dan lebih memilih untuk menikmati indahnya bangunan kuil tertua di Tokyo itu. Dia yakin foto-foto yang diambil Reo dan Hara jauh lebih bagus daripada yang ia ambil. Serahkan saja pada mereka berdua.
Baru beberapa jam di sini, Risa sudah jatuh cinta dengan daerah Asakusa. Menemukan sebuah area kota tua yang didesain serba klasik di tengah hiruk-pikuk Tokyo benar-benar menakjubkan. Tidak hanya Kuil Sensoji yang begitu megah, tapi juga daerah perbelanjaan di sekitarnya. Semua toko terlihat menarik untuk dikunjungi.
"Ibu!" Risa menyapa dari layar ponselnya setelah panggilan video call-nya tersambung. Masing-masing peserta diberi satu SIM Card lokal dengan kapasitas 2,5 GB, sehingga Risa tidak perlu bingung mencari wifi untuk menghubungi ibunya dan Aksa.
"Duh, cantik banget anak Ibu! Lagi di mana, Nak?" tanya ibunya.
"Di Asakusa."
"Kaskus?"
Risa tertawa mendengar salah dengar ibunya. "A-sa-ku-sa, Ibu sayang."
"Awas ya kamu nggak pulang gara-gara ditaksir cowok sana."
"Ih, Ibu apaan sih. Oh iya, Ibu mau oleh-oleh apa?" Risa berlari kecil mengambil dompet kecil berwarna merah dengan ornamen bunga. "Dompet mau?"
Ibunya tersenyum dan menggeleng. "Nggak usah, Nak. Yang penting kamu pulang dengan sehat aja."
Risa cemberut. Ibunya selalu begitu. Tidak mau dibelikan apa-apa. Kapan dia bisa membahagiakan satu-satunya orang tuanya yang tersisa? "Dompet aja ya." Akhirnya Risa memutuskan sendiri.
"Ya udah, terserah kamu."
Kemudian Risa teringat kekhawatirannya terhadap wanita itu. "Ibu nggak apa-apa tidur sendiri kan?" Sejak ayah Risa meninggal, Risa tidak pernah membiarkan ibunya tidur sendiri karena takut kesepian.
"Nggak apa-apa. Kamu seneng-seneng aja di sana. Jangan khawatir sama Ibu."
"Bener ya?"
"Sans (santai)."
Risa mengernyit mendengar ibunya mengucapkan kata ala remaja jaman sekarang. "Siapa yang ngajarin ngomong gitu?"
Wanita itu terpingkal, hampir menyundul layar ponselnya sendiri. "Anak yang punya rumah yang ibu bersihin tadi pagi. 'Sans', 'sans', kirain dia ngomong apa."
Ah, baru sehari Risa sudah merindukan ibunya.
"Kak Aksa!" Risa menyapa riang panggilan keduanya.
Aksa tersenyum lebar melihat wajah Risa di layar ponselnya. "Bentar ya."
Risa kira Aksa memintanya menunggu karena mau mengambil headset atau minum. Sampai saat Aksa membuka satu per satu kancing kemeja seragam sekolahnya dengan santai di depan Risa. "Kak Aksa nggak lagi bikin video bokep kan?"
Tawa Aksa pecah mendengar pertanyaan Risa yang dilontarkan dengan wajah serius. "Tergantung. Kamu mau aku pakai baju apa nggak?" goda Aksa jahil seperti biasa.
"Pakai dong!" tegur Risa. Dia masih di tengah-tengah kerumunan orang banyak dan dia tak mau semua orang yang tak sengaja melirik ke layarnya menikmati dada telanjang Aksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Roman pour Adolescents[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...