Bab 59 - Plot Twist di Tokyo Sky Tree

500 83 8
                                    

"Kalian duluan aja. Gue nemenin Risa dulu di sini," Hara berkata pada Reo sekaligus mendelegasikan tugasnya untuk memimpin rombongan naik ke observatory deck Tokyo Sky Tree. Risa duduk menunduk di bangku dekat parkiran, diliputi rasa bersalah. Andai saja dia tidak takut ketinggian, dia tidak akan merepotkan Hara sampai begini.

Keceriaan Risa di Asakusa usai sudah bersamaan dengan harus dikembalikannya kimono cantik yang mereka sewa. Risa salah membaca buku panduan. Dia kira mengunjungi Tokyo Sky Tree akan dilakukan esok sore. Dia sudah bersiap membuat alasan mulai dari sakit haid sampai harus pergi menemui seseorang. Ketika bus mereka bergerak semakin mendekati bangunan tertinggi di Tokyo itu, Risa semakin curiga. Benar saja. Sore ini juga mereka akan naik ke Tokyo Sky Tree.

Hara ternyata sudah memantau kondisi Risa sejak di dalam bus. Wajah pucat Risa tak bisa membohongi laki-laki itu. Apalagi Hara tahu betapa takutnya Risa di atas pesawat. "Lo mau naik nggak?" Hara menghampiri dan bertanya begitu mereka turun dari bus.

Risa tak menjawab.

"Kita akan naik ke ketinggian 450 meter. Semua dinding dari kaca," ujar Hara apa adanya.

Mata Hara kemudian menyaksikan leher Risa berkedut menelan ludah. Itu adalah penanda ketok palu bagi Hara kalau Risa tidak mungkin naik bersama yang lain. Risa paham Hara tidak bermaksud menakuti. Lebih baik tahu sekarang daripada gemetar saat sudah di atas.

"Tunggu di sini," instruksi Hara saat seisi rombongan sudah tak terlihat. Hara pergi selama lima menit dan kembali membawa sekaleng jus apel dari minimarket untuk Risa. Dia sendiri memilih sebotol teh hijau tanpa gula, lalu mengambil duduk di samping Risa.

Risa memandang ke kejauhan, tempat sekumpulan pohon berdaun kuning merontokkan daun-daunnya ketika angin dingin berhembus. Risa merapatkan syalnya, mencoba sebanyak mungkin menyerap kehangatan dari gumpalan benang wol di lehernya. Matahari terbenam lebih cepat. Ini baru jam 5 sore, tapi sudah gelap.

"Kak Hara ..." panggil Risa, masih belum menarik pandangannya dari pepohonan itu.

"Ya?" sahut Hara. Suaranya dalam.

"Kak Hara nggak harus di sini kok nemenin gue. Naik aja sama Kak Saskia dan yang lainnya. Harusnya Kak Hara seneng-seneng di sana sama mereka. Nggak usah pikirin pesan Kak Aksa buat jagain gue."

"Gue udah 5 kali ke Tokyo Sky Tree. Bosen."

Yaelah, sombong amat, Bang! Risa tercengang dan tak tahan untuk tidak menoleh ke arah Hara demi melemparkan sebuah tatapan kesal.

Ditatap seperti itu, Hara cuma mengangkat kedua alisnya. "Lo sendiri gimana? Pemandangan dari atas bagus banget lho. Yakin nggak mau naik?"

Risa harus menarik napas dalam-dalam untuk menjawab pertanyaan Kak Hara. "Gimana mau naik? Kaki gue pasti udah gemetar duluan."

"Kan ada gue."

Entah apa maksud Hara, tapi keberadaan cowok itu tak akan membantu apa-apa kalau Risa pingsan di atas. Saat terbang sama sekali berbeda. Risa tahu dia tak punya pilihan. Tidak mungkin kan ke Jepang naik ojek?

Mereka menghabiskan waktu dengan ponsel masing-masing. Risa sibuk chatting dengan Aksa sambil memikirkan ulang kenapa mereka berdua bisa terdampar di sini. Sedangkan Hara bermain game. Tak terasa hampir satu jam berlalu. Hara mendapat pesan dari Reo kalau rombongan akan segera turun. Risa kira Hara akan menggiringnya masuk ke bus lebih dulu. Alih-alih, Hara justru menanyakan pertanyaan itu lagi.

"Ini kesempatan terakhir lo. Mau naik apa nggak?"

Risa berpikir keras. Selama satu jam tadi ia terus menerus bertanya pada dirinya sendiri apakah ketakutannya lebih berharga untuk dibela daripada kesempatan yang mungkin hanya tiba sekali seumur hidup?

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang