"Lihat Risa nggak? Dia udah balik belum?"
Hara berlari menyerbu Reo di lobi hotel tempat rombongan Litarda menginap di daerah Shinjuku, Tokyo. Tangan Hara mengguncang keras badan Reo, napasnya terengah. Baru 5 menit Hara mematung sejak Risa meninggalkannya di observatory deck, Hara sudah kehilangan jejak gadis itu.
Ponsel Risa tidak bisa dihubungi. Hara panik bukan main. Ia sempat mencari-cari di seputar Tokyo Sky Tree tapi tidak ketemu. Hotel adalah tebakan kedua Hara. Maka Hara pun langsung menuju stasiun kereta JR terdekat. Dari stasiun kereta ke hotel, Hara perlu berjalan selama 15 menit. Tapi Hara tidak sanggup lagi. Kepanikan semakin menguasainya. Ia memilih untuk berlari.
"Risa? Tuh."
Reo mengedik ke arah gerombolan cewek-cewek kelas X-Delta yang baru memasuki lobi hotel. Sepertinya mereka habis dari minimarket karena masing-masing membawa kudapan. Risa ada di antara mereka, sudah mengganti coat-nya jadi sweater kuning mustard. Risa mengunyah keripik kentang, tampak kesal karena dua orang teman yang mengapitnya tak henti-hentinya memencet tombol untuk menaikkan telinga kelinci di topi yang ia kenakan.
"Eh, Kak Reo! Kak Hara!" sapa Secha yang pertama menyadari keberadaan mereka.
"Rame banget. Habis dari mana?" tanya Reo.
"Beli snack. Kita kan mau pesta piyama!"
"Wah, pesta piyama? Ikut yuk, Har?" Senyum bersemangat Reo langsung rontok ketika Hara melemparkan sebuah tatapan membunuh.
Hara beralih dari Reo ke Risa. Pandangan mereka sekilas sempat bertemu, tapi Risa memilih untuk menunduk menghitung isi bungkus keripik kentangnya sambil terus melangkah mengekor teman-temannya meninggalkan Hara dan Reo.
"Kok kalian pulangnya nggak barengan? Trus lo lari-lari gitu?" Reo mulai penasaran.
Hara melepaskan sebuah helaan napas. Separuhnya karena lega Risa baik-baik saja. Separuh lagi karena ia sedang mempersiapkan bagaimana harus menceritakannya pada Reo. Yang jelas ia tak bisa menyimpan semua kegundahannya akan Risa. Bisa-bisa dadanya meledak tak sanggup menampung.
"Cari angin yuk."
Hara mengajak Reo keluar hotel, berjalan tanpa tujuan memutari satu blok, sampai akhirnya mereka menemukan sebuah taman kecil berisi dua mesin minuman otomatis dan bangku untuk mereka duduk. Hara mengeluarkan dua kaleng minuman kopi dari mesin itu dan mengoper satu untuk Reo. Reo duduk di bangku, sedangkan Hara mondar-mandir di hadapannya.
"Duduk napa sih? Pusing gue ngeliat lo kayak setrikaan!" protes Reo.
Hara berhenti mondar-mandir, sekarang ia mengacak-acak rambut dengan sebelah tangan. "Argh! Kacau!"
"Kacau kenapa sih? Saskia ngambek gara-gara lo nemenin Risa tadi?"
"Itu kayaknya iya deh. Tapi ada yang lebih kacau lagi."
Kening Reo mengerut. "Apa?"
"Gue tadi nyium Risa."
Cairan dari dalam kaleng minuman yang belum kelar ditegak Reo langsung menyembur membasahi ujung sepatu Hara.
"YANG BENER?!"
***
Cepat-cepat Reo mendekap mulutnya sendiri untuk meredam batuk lalu mengusap sisa kopi yang tercecer di dagunya. Sejenak Reo menunggu, berharap Hara punya penjelasan yang masuk akal. Tapi hanya terdengar bunyi teratur rintihan besi ayunan yang Hara duduki. Hara sedang galau berat. Yang pasti bukan karena Reo mengotori sepatu Hara yang seharga gaji supirnya.
"Cuy, kayaknya gue udah bisa ngebagi predikat playboy gue buat lo deh," ledek Reo.
Hara menatap sahabatnya dengan mata datar. "Jangan samain gue kayak lo. Gue cuma suka sama satu orang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Novela Juvenil[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...